Featured Video

Rabu, 04 September 2013

Terbukti Korupsi, Inspektur Jenderal Djoko Susilo 10th Penjara

Irjen Djoko Susilo di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Selasa 3 September 2013.
Djoko susilo

Majelis Hakim Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Jakarta membuat terobosan saat memvonis Inspektur Jenderal Djoko Susilo, Selasa 3 September 2013. Tak hanya vonis bui 10 tahun, Majelis Hakim juga merampas sekitar 51 aset Djoko yang disamarkan dengan nama orang lain, untuk negara. 

Dari hasil pemaparan Anggota Hakim Anwar dalam sidang itu, sebagian besar aset Djoko Susilo yang dirampas untuk negara berbentuk tanah dan bangunan yang disamarkan, antara lain, dengan nama istri-istri mudanya. Lihat daftarnya di tautan ini. 
Majelis Hakim menyatakan mantan Gubernur Akademi Kepolisian itu terbukti mencuci uang hasil korupsinya dengan cara menyamarkan, mengalihkan, mentransfer, membelanjakan atau merubah bentuk, dalam kurun waktu 2003-2010 sebesar Rp54.625.540.129 dan US$60 ribu.

Padahal, korupsi simulator SIM yang menjerat Djoko bersumber dari anggaran tahun 2010-2011. Artinya, aset yang dirampas tak semua berasal dari kejahatan utama, korupsi simulator SIM.
"Majelis menilai harta kekayaan terdakwa pada kurun waktu 2003 sampai 2010 patut diduga berasal dari tindak pidana selama terdakwa menjadi anggota Polri," ucap majelis hakim.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bambang Widjojanto, mengungkapkan, nilai total aset yang disita itu mencapai Rp200 miliar jika dihitung menggunakan nilai jual objek pajak (NJOP). "Tapi, kalau nilai bukunya sekitar Rp120 miliar," imbuh Bambang.

Bambang mengakui, penyitaan dan perampasan aset di perkara Djoko Susilo ini menarik. "Karena belum pernah ada putusan yang bisa melampui nilai Rp200 miliar."

Namun, Majelis Hakim tidak merampas semua aset yang sempat disita KPK. Ada tiga aset yang kemudian dikembalikan kepada pemiliknya karena tak terbukti terkait korupsi atau sebab lain. Ketiga aset itu adalah:

1. Sebidang tanah dan bangunan di jalan Cendrawasih Emas Blok A-9 nomor 1 RT 002/01 Kelurahan Tanjung Barat, Jakarta Selatan. Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) lahan ini atas nama Bun Yani.
Majelis Hakim Tipikor menilai, tanah ini dibeli tahun 2001. Sementara Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang baru lahir tahun 2002. Untuk itu, barang bukti tersebut dikembalikan pada Suratmi, istri pertama Djoko Susilo.

2. Satu unit mobil Toyota Avanza warna metalik dengan nomor polisi B 197 SW. Dalam faktur asli, mobil tersebut atas nama Sonya Mariana Ruth. "Mobil dikembalikan kepada yang bersangkutan."

3. Satu mobil Avanza dengan nomor polisi B 1029 S0A beserta STNK atas nama Muhammad Zainal Abidin dan 1 buah anak kunci. Ini pun dikembalikan kepada yang bersangkutan.

Perampasan sekitar 51 aset di atas menjadi salah satu perhatian tim pengacara Djoko. Salah satu pengacara Djoko, Juniver Girsang, menilai, ada hal-hal yang seharusnya tidak dimasukkan dalam berkas perkara, yang kemudian turut dirampas.
"Nanti kami kupas semua dalam memori banding kami. Apa keberatan kami dalam banding ini termasuk penerapan pasal-pasal, dan analisa-analisa saksi dan buktinya. Kami akan kupas tuntas," kata Juniver.
Dalam pembelaannya sebelumnya, Djoko sempat mengaku kasus ini menjadi 'kiamat' baginya. “Saya seperti dijatuhkan dari tempat tertinggi ke jurang paling dalam. From hero to zero. Saya seperti kena hantaman petir sangat dahsyat. Kiamat datang ke saya,” Djoko sambil terisak dan air mata berurai.

Simulator SIM
Sementara pada kejahatan pokoknya, Majelis Hakim menilai Djoko pun terbukti melakukan korupsi secara bersama-sama yang merugikan negara dalam proyek pengadaan alat simulator SIM roda dua dan empat.
Menurut perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), negara dirugikan sebesar Rp121,3 miliar pada proyek ini. Untuk itu, Djoko dijatuhi vonis 10 tahun dan uang denda Rp500 juta.

Majelis yang dipimpin Hakim Suhartoyo itu menyatakan, terdakwa Djoko selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) proyek pengadaan driving simulator memerintahkan panitia lelang proyek driving simulator untuk roda dua dan roda empat, menunjuk PT Citra Mandiri Metalindo Abadi (CMMA) sebagai pelaksana proyek tersebut, dengan nilai kontrak Rp142,4 miliar.

"Terdakwa memanggil Teddy Rusmawan (Ketua Panitia Lelang) ke ruang kerja terdakwa yang sudah ada Budi Susanto (Direktur PT CMMA). Terdakwa sampaikan ke Teddy bahwa pengadaan simulator dikerjakan oleh Budi Susanto. Dan dijawab Teddy 'iya Pak'," kata Hakim Angota Ugo.

Kemudian Teddy Rusmawan bersama panitia lelang lainnya mulai menyusun proyek pengadaan driving simulator dan melakukan studi banding alat tersebut ke Singapura. Sepulang dari Singapura, Budi Susanto bersama panitia lelang, atas sepengetahuan Djoko, membuat harga perkiraan sementara (HPS) driving simulator dan menyepakati harga alat roda dua sebesar Rp80 juta per unit, dan roda empat sebesar Rp260 juta.

"Harga tersebut dinaikkan. Seperti harga komponen dinaikkan lebih tinggi dari yang sebenarnya. Kemudian komponen yang tidak ada, dibuat seolah-olah ada," papar hakim.

Dalam mengerjakan proyek simulator, PT CMMA ternyata tidak mengerjakan sendiri dan malah mensubkontrakkan kepada PT Inovasi Teknologi Indonesia. PT CMMA membeli simulator roda dua dengan harga per unitnya Rp42,8 juta sebanyak 700 unit dengan total mencapai Rp29,960 miliar. Sedangkan untuk simulator roda empat per unit seharga Rp80 juta sebanyak 556 unit dengan total Rp44,484 miliar.

Atas perbuatan itu, terdakwa Djoko mendapat keuntungan dari proyek simulator SIM senilai Rp32 miliar. Uang tersebut diterima Djoko dari Direktur Utama PT CMMA Budi Susanto karena telah membantu perusahaan tersebut sebagai pelaksana proyek simulator SIM.

Dalam paparannya, majelis hakim juga menyatakan terdakwa Djoko Susilo terbukti memperkaya diri sendiri dengan menerima uang sebesar Rp32 miliar dari Budi Susanto dan Sukotjo Bambang. Di samping itu, perbuatan terdakwa juga telah memenuhi unsur kerugian negara dengan cara melakukan penggelembungan harga proyek simulator SIM.
Namun, Hakim tidak memerintahkan Djoko membayar uang pengganti, seperti yang dituntut Jaksa KPK, yakni sebesar Rp32 miliar. Hakim beralasan, kerugian negara ini diganti melalui perampasan aset Djoko.
Minimal 12 tahun
KPK punya waktu sepekan untuk menimbang apakah akan banding atau tidak atas vonis Djoko Susilo. Namun, menurut Wakil Ketua KPK, Zulkarnaen, ada ketentuan yang mengatur jika majelis hakim hanya memvonis seorang terdakwa sebanyak dua pertiga dari tuntutan jaksa, maka KPK akan melakukan banding.

Djoko Susilo hanya divonis 10 tahun penjara, kurang dari dua pertiga dari tuntutan jaksa, yakni 18 tahun penjara. "18 tahun kalau hitung-hitung pidana pokok kan 12 tahun, seminimalnya 12 tahun. Jadi standar kami banding," kata Zulkarnaen di Gedung DPR, Jakarta.

Meski demikian, kata Zulkarnaen, setidaknya ada kesamaan pandangan antara KPK dengan majelis hakim, di mana Djoko Susilo terbukti telah melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang. Hal yang sama juga dikatakan pimpinan KPK lainnya, Busyro Muqoddas. "Saya pribadi wajib banding atas nama rasa keadilan rakyat," kata Busyro.

s

Tidak ada komentar:

Posting Komentar