Featured Video

Senin, 24 Februari 2014

Rusia Berlakukan Larangan Pakaian Dalam Berenda

Pagar Bra di Selandia Baru.

Pemerintah Rusia dan dua negara tetangganya yang juga pernah dijajah Uni Soviet, akan memberlakukan larangan terhadap beberapa jenis pakaian dalam berenda sintetis. Larangan tersebut akan mulai berlaku efektif pada 1 Juli 2014. 


Dilansir dari laman Inquirer, Minggu, 23 Februari 2014, selain Rusia, dua negara lain yang juga akan menerapkan larangan serupa yakni Kazakhstan dan Belarus. Menurut mereka, pakaian dalam berenda yang memiliki kandungan sintetis tinggi berbahaya bagi kesehatan, lantaran tidak higienis.

Sontak ketika mendengar larangan itu, publik langsung mengecam pemerintah. Menurut publik, pemerintah terlalu mencampuri urusan pribadi, hingga harus mengeluarkan larangan demikian.
Publik pun khawatir akan kembali ke aturan berpakaian di zaman Soviet dulu yang tidak terlalu banyak pilihan saat mengenakan baju.

"Celana dalam berenda adalah propaganda heteroseksual bagi orang dewasa," tulis harian Moskovsky Komsomolets. 

Tabloid Express Gazeta menulis, "Birokrasi Mencampuri Urusan Celana Perempuan". Lain lagi dengan keluhan yang dilontarkan oleh bintang pop Rusia, Viktoria Daineko. Dalam akun pribadi Twitter-nya, dia mengaku terkejut mendengar larangan itu.

"Apa? Saya siap pindah ke negara lain," tulis Daineko.

Sementara itu, di kota Almaty, Kazakhstan, tiga perempuan berunjuk rasa dengan memakai celana dalam berenda di kepala. Kemudian mereka berniat untuk meletakkan celana dalam itu ke monumen kemerdekaan pada pekan lalu.

"Mereka telah merampok banyak orang, sehingga hanya inilah hal terakhir yang dapat kami berikan," ungkap salah seorang pengunjuk rasa, Zhanna Baitelova, seorang jurnalis di harianAssandi Times.
Sekarang, imbuh Baitelova, pemerintah coba menentukan pakaian dalam jenis apa yang harus mereka kenakan. Aspirasi mereka bukannya didengarkan, tetapi ketiga pengunjuk rasa langsung ditahan dan dinyatakan bersalah karena melakukan tindak holiganisme. Belum cukup sampai di situ, mereka juga diwajibkan untuk membayar denda senilai US$100 atau Rp1,1 juta.

Di Belarus, aturan baru itu juga tak kalah menuai kontroversi. Pemimpin oposisi dari Partai Front Rakyat Belarus, Alexei Yanukevich, mengatakan pemerintah mencoba untuk menelanjangi rakyatnya hingga ke pakaian dalam mereka.

Tahun lalu, toko-toko di Rusia mengeluh kepada Kementerian Perdagangan dan Industri bahwa hampir 90 persen pakaian dalam sintetis akan menghilang dari pasaran akibat larangan itu. Pasalnya, tingkat penyerapan bahan garmen ditentukan minimal 6 persen.

Sementara itu, salah satu merek terkenal untuk pakaian dalam, InCity, mengakui produk celana dalam buatan mereka hanya memiliki tingkat penyerapan hingga 3 persen saja.

Pasar pakaian dalam di Rusia, menurut serikat pekerja Rusia di bidang tekstil dan industri ringan, bernilai 4 miliar euro. Sekitar 60 persen di antaranya dihasilkan dari produk pakaian dalam. 
s

Tidak ada komentar:

Posting Komentar