Featured Video

Kamis, 29 Mei 2014

Hidup Berbeda Khas Kampung di Dieng


Menuju ladang kentang

DATARAN tinggi Dieng, di Kabupaten Banjarnegara dan Wonosobo, Jawa Tengah, dikenal sebagai kawasan wisata yang menawarkan pemandangan alam yang indah dengan udara berhawa dingin. Kondisi alam Dieng yang berada di ketinggian 2.000 mdpl, membuat kehidupan masyarakatnya memiliki kehidupan yang berbeda, unik dan khas.


Cobalah datang ke Dieng dan menyelami kehidupan sehari-hari masyarakat di perkampungannya. Salah satunya di Desa Jojogan. Mampirlah ke salah satu rumah warga. Tamu akan diajak masuk dan duduk di belakang rumah, tepatnya bagian dapur. Ya, warga Dieng biasa menjamu tamunya bukan di ruang tamu, tetapi di depan tungku api dapur.

Hawa dingin membuat warga Dieng terbiasa menghangatkan diri di depan tungku api. Bahkan ketika sedang menjamu tamunya.


KompasTV/Anjas PrawiokoTradisi 'mongen' di Dieng, dapur menjadi ruang tamu sembari hangatkan badan.
“Saking seringnya warga duduk menghangatkan diri di dekat api, membuat kaki warga Dieng memilikiciri khas yang disebut mongen,” kata Habib warga Jojogan.

Mongen adalah kulit kaki membekas menjadi kehitaman yang diakibatkan terlalu sering terkena panas. Karena hal ini pula, kebiasaan nongkrong di depan pawon atau tungku masak disebut juga dengan istilah mongen.
Pada sore hari warga kampung ini juga punya kebiasaan kumpul-kumpul dan nongkrong di pinggir jalan. Dalam bahasa setempat dikenal dengan istilah karing. Hal berbeda dari nongkrong warga Dieng ini adalah kostum yang mereka kenakan. Karena udara dingin menusuk, saat nongkrong warga memakai pakaian tebal berupa jaket dan atribut penutup penutup kepala, sarung, syal, kaos tangan dan kaki.

Hidup di dataran tinggi dengan suhu dingin, berdampak pula secara alami pada ciri fisik orang Dieng. Perhatikan seksama wajah-wajah orang setempat, pada bagian pipi akan tampak merona kemerahan.

KompasTV/Anjas PrawiokoPanorama elok Telaga Merdada di Dieng.
Rendahnya kadar oksigen di daerah dataran tinggi menjadi penyebab pembuluh darah manusia menjadi melebar, yang disebut vasodilatasi. Sehingga tubuh menjadi merah.

“Di Dieng ini bisa-bisa alat-alat kosmetik ini nggak laku loh. Nggak perlu lagi, ngapain gitu, karena cuacanya sudah bisa membuat kulit menjadi kemerahan. Jadi nggak perlu blush on di sini,” kata Kamga, pembawa acara program Explore Indonesia yang tayang di Kompas TV, saat berkunjung ke Desa Jojogan.

Di kampung ini juga masih bisa menjumpai sejumlah adat istiadat Jawa yang sudah mulai sulit dijumpai di kehidupan modern. Salah satunya tradisingemongi, yaitu sebuah tradisi memperingati hari lahir seorang anak.

KompasTV/Anjas PrawiokoTradisi ngemongi atau ulang tahun anak digelar di depan pintu rumah.
Uniknya pesta ulang tahun anak ini digelar di depan pintu rumah. Makanan disajikan dalam sebuah tampah dengan menu sepiring nasi putih serta lauk pauk berupa mi goreng dan telor dadar. Meski menu sederhana, anak-anak menyantap bersama-sama dengan antusias dan penuh kebahagiaan.

Usai makan, masih ada satu ritual lagi, yaitu berdoa. Proses memanjatkan doa ini, lain dari biasanya, yaitu dengan cara melempar batu ke arah pintu rumah. Sementara bocah yang sedang merayakan ulang tahunnya, berada di dalam rumah.

Masih banyak cerita-cerita menarik dari sisi-sisi lain kehidupan wargaDieng yang dijumpai saat Kamga dan tim Explore Indonesia mengeksplorasi Dieng. Anda bisa menyaksikannya secara lengkap dalam program Explore Indonesia episode Dieng ’Khayangan di Jantung Jawa’ yang akan tayang Rabu, 28 Mei 2014, pukul 20.00 Wib. k

Tidak ada komentar:

Posting Komentar