Featured Video

Rabu, 20 Agustus 2014

"Jika Kasus Akil Terulang dalam Sengketa Pilpres, MK Bunuh Diri"



Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan sengketa Pilpres 2014 dengan agenda mendengarkan keterangan ahli dari pihak pemohon pasangan Prabowo-Hatta, termohon KPU, dan terkait pasangan Jokowi-JK, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat (15/8/2014). Sebelum sidang putusan pada 21 Agustus, kesembilan hakim MK terlebih dahulu akan melakukan rapat dengar pendapat (RDP) secara tertutup selama tiga hari berturut-turut untuk mengambil putusan.
 Mahkamah Konstitusi diyakini tidak akan berani melakukan penyimpangan dalam memutuskan sengketa hasil Pemilu Presiden 2014 yang diajukan pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Kesembilan hakim MK diyakini akan membuat keputusan yang seadil-adilnya.
"Kecil kemungkinan, walau ada Hakim MK yang merupakan mantan politisi partai tertentu, itu akan terpengaruh. Walaupun mereka punya hubungan langsung dengan yang bersengketa, putusan MK tidak bisa diambil hanya satu-dua hakim, tetapi mayoritas suara sembilan hakim konstitusi," kata Sekretaris Eksekutif Indonesian Legal Roundtable Firmansyah Arifin dalam diskusi di Jakarta, Selasa (19/8/2014).
Firman juga melihat tak ada peluang penyuapan yang akan dilakukan oleh salah satu dari tiga pihak yang bersengketa. Menurut dia, hakim konstitusi juga tidak akan berani mengambil risiko menerima suap jika mengingat kasus mantan Ketua MK, Akil Mochtar. (Baca: Mantan Ketua MK Akil Mochtar Divonis Seumur Hidup)
"Mereka pasti ingin mengembalikan kepercayaan publik. Kalau kasus Akil Mochtar terulang lagi, tidak hanya publik yang dikecewakan, tetapi juga bunuh diri bagi MK," ujarnya.
Terlebih lagi, lanjut dia, KPK juga sudah mewanti-wanti semua pihak untuk tidak main-main dalam penyelenggaraan pemilu. Dia meyakini, pihak-pihak yang terlibat dalam proses pilpres akan mawas diri jika melihat rekam jejak KPK yang sudah berhasil menjerat para koruptor kelas kakap.
Dari sembilan hakim konstitusi, ada dua hakim yang berlatar belakang partai politik, yakni Hamdan Zoelva (mantan politisi PBB) dan Patrialis Akbar (mantan politisi PAN).
Hamdan sudah menegaskan bahwa pihaknya tidak akan terpengaruh oleh tekanan dari berbagai pihak dalam mengambil keputusan. Menurut dia, para hakim MK bekerja secara independen dan imparsial. (Baca: Ketua MK: Tak Ada Parpol, Ormas, dan Demonstran yang Menekan MK)
Tim Prabowo-Hatta mendalilkan adanya pelanggaran yang terstruktur, sistematis, dan masif hampir di semua provinsi saat pilpres lalu. Selama proses persidangan, kubu Prabowo-Hatta terus mengerahkan massa untuk berunjuk rasa di depan Gedung MK.k

Tidak ada komentar:

Posting Komentar