Featured Video

Sabtu, 09 Juli 2011

PENGGUNAAN BAHAN BAKAR MINYAK


Babel Paling Boros, Sumbar Nomor Empat
JAKARTA - SINGGALANG Pemerintah menyatakan hingga semester pertama tahun ini sebagian besar provinsi mengalami pembengkakan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, khususnya jenis premium. Tercatat, 13 provinsi mengalami pembengkakan hingga di atas 5 persen dari kuota Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2011. Bangka Belitung dan DKI Jakarta merupakan dua daerah yang paling boros. Mereka masing-masing konsumsi premiumnya membengkak hingga di atas 10 persen. Sedangkan Sumatra Barat berada di urutan ke empat setelah Provinsi Jambi.
Hal itu disampaikan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Evita Herawati Legowo, saat rapat kerja dengan Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat, di Jakarta, Kamis petang (7/7).
Meski mengalami kelebihan kuota, Evita mengatakan, penjualan Pertamax atau bensin tak bersubsidi mengalami peningkatan hingga 1,3 persen selama Juni lalu. Rata-rata konsumsi Pertamax naik menjadi 1.410 KL per hari dari sebelumnya pada Mei yang hanya 1.250 KL. “Ada kenaikan 1,28 persen,” katanya.
Kenaikan ini, menurut Evita, merupakan dampak dari sosialisasi pengaturan BBM bersubsidi dan turunnya harga Pertamax.
Sayangnya, bila dibandingkan dengan awal tahun, konsumsi Pertamax masih turun. Pada Januari, penjualan Pertamax mencapai 2.030 KL per hari. Ini karena harga Pertamax masih murah, Rp7.500-Rp7.850 per liter.
Kemudian pada Februari, ketika harga Pertamax naik menjadi Rp7.950, penjualan Pertamax turun menjadi 1.090 KL per hari. Penjualan Pertamax makin menurun pada bulan-bulan selanjutnya.
Pada Maret, 1.630 KL per hari menyusul harganya yang melambung menjadi Rp8.100 per liter. Demikian juga pada April, saat harga Pertamax mencapai Rp8.700 per liter, penjualannya hanya 1.550 KL per hari.
Puncaknya ketika Mei, harga Pertamax melebihi Rp9.000 per liter, penjualan Pertamax hanya sekitar 1.250 KL per hari.
Hatta Rajasa juga menyampaikan, pemerintah tak akan memberlakukan kenaikan harga BBM, meski subsidi di tahun ini bakal menelan dana sekitar Rp 120,7 triliun. Alasannya karena jiaka ada kenaikan BBM bakal meningkatkan kemiskinan.
“Ada pernyataan naikkan (harga BBM) atau pembatasan. Tapi kalau naikkan risiko inflasi. Inflasi langsung 0,3-0,4%. Yang tidak langsung malah bisa berpengaruh pada kemiskinan,” jelasnya yang diwartakan detikcom.
Namun Hatta mengakui, saat ini penambahan anggaran subsidi yang harus ditanggung pemerintah sangat besar dan memberikan tekanan pemerintah karena konsumsi BBM subsidi makin tinggi.
“Kenapa terjadi peningkatan (konsumsi), karena adanya migrasi dari pertamax ke premium karena disparitas harga semakin tinggi. Jadi kita tetap melakukan disiplin agar tidak terjadi penyalahgunaan,” tuturnya.
Saat ini 2 opsi yang dikaji pemerintah untuk membatasi konsumsi BBM subsidi. Pertama adalah pengawasan ketat dan kedua adalah pembatasan konsumsi BBM yang pengaruhnya ke inflasi lebih rendah dibandingkan menaikkan harga. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar