Featured Video

Selasa, 26 Juli 2011

Warga Tuntut Pengerukan Danau Maninjau


KOMPAS/KENEDI NURHANDanau Maninjau di Sumatera Barat
PADANG, KOMPAS.com - Warga Kenagarian Tanjung Sani, Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, mendatangi kantor gubernur di Padang, Senin, menuntut dilakukannya pengerukan Batang Antokan dan Danau Maninjau.

Warga meminta rekomendasi, agar Bupati Agam Indra Catri melaksanakan tujuh tuntutan yang telah disepakati bersama masyarakat sekitar Danau Maninjau.    
Juru bicara warga, Hamdani, menyatakan, kedatangan mereka ke kantor gubernur untuk meminta Gubernur Irwan Prayitno merekomendasikan kepada Bupati Agam, untuk melaksanakan tututan warga yang telah disepakati bersama pada 16 Mei 2011.
"Berdasarkan Peraturan Bupati Agam Nomor 22 tahun 2009, PLTA Batang Antokan bertanggung jawab dalam pengendalian dan pemulihan pencemaran Danau Maninjau. Untuk itu kami meminta pengerukan, agar tidak ada lagi ikan yang mati di sana. Namun kesepakatan yang telah dibuat tidak pernah dijalankan Pemkab Agam," katanya.    
Hamdani menambahkan, warga juga meminta adanya kepastian dari pemerintah daerah agar kesepakatan dapat dijalankan. Untuk itu mereka mengharapkan ada rekomendasi dari gubernur.    
Tuntutan warga yang menggantungkan hidup di Danau Maninjau dengan membuat keramba apung, disebabkan seringnya ikan mati akibat belerang di danau tersebut. Sedikitnya 38.000 warga kini telah kehilangan mata pencarian.    
Wabah belerang di Danau Maninjau muncul sejak 2005, dan hingga kini masih sering terjadi. Karena itu warga meminta dilakukan pengerukan, terutama karena danau juga dimanfaatkan oleh PLTA Batang Antokan yang membuat sirkulasi air menjadi terhambat.    
Terakhir wabah belerang melanda Danau Maninjau pada 5 Mei 2011. Saat itu sekitar satu ton ikan di keramba warga mati mendadak, dengan kerugian mencapai Rp 500 juta.    
Bencana belerang yang terjadi di Danau Maninjau, diduga warga karena sirkulasi alami air danau terganggu akibat penghempangan Batang Antokan oleh PLTA.    
"Dengan ditutupnya hulu Batang Antokan, kotoran danau sulit keluar. Ketika cuaca buruk, kotoran mengapung ke permukaan, membuat air kekurangan oksigen dan mengakibatkan ikan di keramba mati," jelas Hamdani.    
Ia menambahkan, sebenarnya dari hasil pertemuan warga dengan pihak PLTA telah disepakati dana pemeliharaan Danau Maninjau Rp 6 miliar per tahun. Namun pengerukan tidak pernah dilakukan.    
Selain pengerukan Danau Maninjau, warga juga menuntut rekomendasi dari gubernur agar kesepakatan yang lain juga dilaksanakan, yaitu dilakukannya pemasangan pipa dari dasar danau ke Batang Antokan, serta pembangunan dam di setiap muara sungai untuk mencegah abrasi.    
Selanjutnya, dilakukan penghijauan di pinggiran danau untuk menjaga oksigen air dan mencegah abrasi, menyediakan tempat penampungan sampah di setiap nagari, serta dibayarkannya seluruh kerugian masyarakat akibat keberadaan PLTA Batang Antokan.    
"Kerugian warga setiap tahunnya bisa mencapai Rp 40 miliar, akibat tidak adanya pengerukan di Danau Maninjau. Padahal sumber penghasilan puluhan ribu warga ada di danau tersebut," jelas Hamdani.    
Menanggapi hal itu, Staf Ahli bidang Ekonomi dan Keuangan Pemprov Sumbar, Zainudin, berjanji akan menindaklanjuti pengaduan warga.    
"Kami akan sampaikan kepada gubernur, biar gubernur yang membuat rekomendasi kepada Bupati Agam. Namun terlebih dahulu akan dibahas apa titik pokok permasalahan sebenarnya," katanya.
Sumber: ANTARA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar