Featured Video

Senin, 10 Desember 2012

DPR: Redenominasi Tak Hanya Mengurangi Nol


Anggota Komisi XI DPR Kemal Azis Stamboel mengingatkan pemerintah dan Bank Indonesia mengkaji lebih mendalam dan komprehensif rencana redenominasi mata uang rupiah. Menurutnya, pembahasan harus matang terlebih dahulu bukan malah memblow up isu ini secara meluas di media massa terlebih dahulu.

”Redenominasi itu bukan sekedar menghilangkan angka nol," kata Kemal dalam siaran pers Senin 10 Desember 2012.
Menurut dia, prosesnya butuh persiapan yang matang dan pertimbangan yang mencukupi bukan hanya aspek ekonomi, aspek-aspek non ekonomi seperti aspek psikologis, sosiologis, hukum dan sosial politik yang akan dihadapi masyarakat. "DPRInsyallah siap untuk melakukan pembahasan RUU Redenominasi secara mendalam tahun 2013 mendatang jika pemerintah menginginkannya.”
Namun demikian, Kemal mengakui secara sederhana redenominasi memang hanya membuang angka nol pada rupiah. Tujuannya untuk simplifikasi dan kemudahan. Dengan nol yang lebih sedikit diharapkan perhitungan akan lebih mudah, perhitungan dan pencatatan akuntansi juga menjadi lebih efisien. 
Menurutnya, itu juga mempengaruhi sisi psikologis dalam menggunakan mata uang rupiah di luar negeri. Dia mencontohkan, jika US$1 setara Rp10.000, maka Rp1 sama dengan US$0,0001.
"Hal ini memunculkan efek psikologis rendahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS,” ujar Politikus PKS itu.
Menurutnya, sejumlah negara pernah menjalankan kebijakan tersebut akibat  inflasi yang sangat tinggi (hyperinflation). Brazil menjalankannya pada tahun 1994 setelah rata-rata inflasi 2000-3000%.  Turki pada tahun 2005 setelah rata-rata inflasi 100-110%. Argentina pada tahun 1992 setelah mengalami rata-rata inflasi 3000%.
"Kita menjalankan redenominasi bukan karena tekanan inflasi yang sangat tinggi. Rata-rata inflasi kita lima tahun terakhir sekitar 8 persen, dan trennya cenderung terus membaik," katanya.
Kemal menilai hal yang perlu diperhatikan terkait teknis pelaksaannya, pertama, bagaimana mengubah persepsi masyarakat tentang nilai mata uang rupiah yang sudah diredenominasi? Persepsi masyarakat sudah mengakar dan menyatu dalam kehidupan mereka secara bertahun-tahun. Tentunya biaya sosialisasinya tidak kecil. 
Kedua, bagaimana mengatur proses penarikan uang lama dengan uang baru. Jika uang lama masih beredar maka masyarakat akan punya beberapa pilihan ketika akan bertransaksi, apakah menggunakan uang lama seluruhnya, apakah menggunakan uang baru seluruhnya, atau mengkombinasikan antara uang lama dan uang baru? Belum lagi masalah kesiapan infrastruktur, layanan dan produk perbankan serta industri jasa keuangan secara keseluruhan dengan adanya perubahan ini. 
"Tentunya ini tidak mudah, butuh persiapan yang benar-benar matang.” 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar