Featured Video

Kamis, 06 Juni 2013

GAMAD DI AMBANG KEPUNAHAN?




Lelaki tua itu bernama Mak Ciak (62). Dia salah seorang peserta lomba lagu gamad dari Padang, yang diadakan di Kantor Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Padang, Selasa (4/6). Ia hanya bisa mendengar suara penonton yang menyemangatinya ketika pembawa acara Zakir Umbarat memanggil namanya. Ya, Mak Ciak adalah seorang pe­nyandang tuna netra. Dengan memakai tongkat, ia diiringi oleh putranya menaiki panggung.

Lomba gamad ini adalah salah satu rangkaian acara Festival Siti Nurbaya yang dimulai dari tanggal 31 Mei sampai tanggal 8 Juni 2013. Sebelum musik dari grup Padang Area mulai dilantunkan, Mak Ciak memberikan tongkatnya kepada anaknya. Angin berhembus cukup kencang dari arah pantai Purus ketika musik mulai dimainkan.
Mak Ciak yang ketika itu memakai kopiah hitam, baju batik coklat muda berlengan panjang dan sepatu pantofel hitam, mulai bernyanyi. Tepuk tangan penonton terdengar ramai ketika Mak Ciak mengeluarkan suaranya yang merdu.
Talang Suliki, itulah judul lagu yang dinyanyikan Mak Ciak siang itu. Lagu yang memang sudah indah itu, bertambah indah ketika dinyanyikan oleh Mak Ciak. Barang­kali suaranya itulah kelebihan Mak Ciak dibandingkan dengan keku­rangan yang dimilikinya.
Gamad mempunyai arti sendiri dalam kehidupannya. “Dalam lagu gamad, terdapat syair-syair yang berisi petuah dan nasihat untuk kehidupan sehari-hari. Sebagai manusia, sudah selayaknyalah saya menyadari petuah-petuah bijak yang ditulis oleh orang-orang tua dulu,” katanya kepada Haluan ketika ditemui di sela-sela acara lomba gamad.
Keterbatasan fisik yang disan­dangnya sejak kecil, tidak mengu­rangi kecintaan Mak Ciak terhadap gamad. Mak Ciak menga­ku sudah menyukai lagu gamad sejak kecil. “Saya mencintai gamad sejak kecil, karena dulu ayah dan kakek saya penyanyi gamad. Sehari-hari, saya selalu menyanyikan gamaik sambil melakukan aktifitas lain, karena memang saya suka menyanyikan gamad,” ungkapnya.
Mak Ciak mengaku termotivasi mengikuti lomba gamad ini karena ini ingin berperan melestarikan gamad yang sudah redup ditelan waktu. “Di masa sekarang ini, bagi masyarakat, gamad sudah tertinggal dari musik-musik masa kini. Banyak generasi muda yang tidak mengenal gamad,” ujarnya.
Selain peserta yang tua seperti Mak Ciak, di antara 30 peserta ada juga peserta yang berasal dari kalangan muda. Salah seorang peserta tersebut adalah Dapit (24), dari Painan. Ia mengaku baru pertama kali ikut lomba gamad. “Saya baru mulai belajar mencintai lagu gamad. Melihat kecenderungan generasi muda jaman sekarang yang sebagian besar tidak tahu atau melupakan kesenian budaya daerah seperti gamad ini, saya ingin ikut melestarikan gamad,” kata Dapit.
Dapit mengaku tidak malu menyanyikan lagu gamad dan tidak takut dianggap kuno. Pada lomba gamad kali ini, Dapit mempunyai kesempatan menyanyikan lagu Sarunai Aceh. “Persiapan saya hanya empat hari untuk memba­wakan lagu Sarunai Aceh pada lomba gamad ini,” ceritanya.
Banyak orang mengganggap gamad akan punah, melihat lagu dan musik jaman sekarang yang sangat bervariasi, bila dibandingkan dengan lagu dan musik gamad yang terlalu kuno dan sederhana. Namun Dapit tidak beranggapan demikian.
“Gamad tidak akan punah, sebab syair dan musik gamad lain dari lagu jaman sekarang. Akan selalu ada orang yang menggemari dan meneruskan gamad bila menya­dari hal tersebut. Anak muda sekarang jangan menutup mata dari kesenian dan kebudayaan daerah. Anak muda harus berperan dalam melestarikan kesenian dan budaya daerahnya,” tegasnya.
Siang itu Dapit tampil dengan setelan sebagaimana anak muda kebanyakan. Ia memakai celana jins biru dan baju kemeja panjang lengan yang sewarna dengan jinsnya. Angin yang berhembus cukup kencang dari pantai Purus, mem­buai suaranya yang mulai menya­nyika lagu Sarunai Aceh.
Pupuik sarunai bansi rang Agam, Ondeh tuan oi, Dimainkan urang di tangah malam, Sarunai yo Aceh.. 

s

Tidak ada komentar:

Posting Komentar