Featured Video

Minggu, 03 November 2013

Tong Sin Fu, Legenda Pelatih dari Lampung: Dari Alan, Hendrawan Sampai Lin Dan

Hendrawan masih mengingat jelas pesan yang disampikan pelatih pelatnas bulutangkis Tong Sin Fu di Bandar Udara Soekarno Hatta 25 tahun silam. Perpisahan yang mengawali meroketnya prestasi pemain tunggal putra China Lin Dan.

Kalau saja Lin Dan benar-benar menuruti egonya untuk mundur dari bulutangkis 2004 silam, dia tak pernah mencicipi manisnya menjadi juara Olimpiade. Sampai-sampai dia katagihan dan mengulangnya pada Olimpiade 2012 di London.

Lin Dan juga mencatatkan diri sebagai peraih lima kali juara dunia. Pemain tunggal putra China itu memulai naik podium tertinggi pada 2007 hingga edisi 2013 di Guangzhou.

Momentum itu tak didapatkan pemain berusia 29 tahun tersebut begitu saja. Ada bisikan seseorang yang sanggup melecut motivasinya saat terpuruk di Olimpiade Athena itu.

"Tang adalah pelatih saya, tapi saya juga menyapa dia dengan opa. Dia seorang pelatih yang bertanggung jawab," kata Lin Dan usai pemberian penghargaan sebagai juara Piala Thomas 2010.

"Saya beruntung ditangani langsung oleh dia. Dia tak hanya memoles teknik saya tapi juga menuntun hidup saya," kata pemain berjuluk 'Super Dan' itu.

Ya, Tang yang dimaksud itu Tang Xianhu atau Tang Hsien. Orangtuanya memberi nama Tong Sin Fu. Pria sepuh itu masih mendampingi Lin Dan saat bertarung di Piala Thomas 2010
Namun, Tong tidak lahir di China. Dia lahir di Teluk Betung, Lampung 13 Maret 1942. Ketika masih menangani timnas Indonesia, dia bernama Fuad Nurhadi.

Kariernya dimulai dari pemain bulutangkis. Dia sudah jago sejak di usia junior. Saat memasuki usia senior, dia memutuskan hijrah ke China untuk belajar. Rupanya keinginan untuk turun ke lapangan tetap membara. Kondisi politik China saat itu tak memungkinkan dia untuk tampil di turnamen internasional. Prestasinya pun mentok di Ganefo edisi 1963 dan 1966 sebagai juara tunggal putra. 

Namanya mulai meroket sejak pemerintahan China mulai terbuka. Oleh media Eropa Tong dijuluki The Thing.

Setelah pensiun dia menjadi pelatih di China akhir 1979. Kemudian pada 1986 Tong diminta ke Indonesia untuk melatih Pelita Jaya milik Aburizal Bakrie. Saat itu dia dikontrak 750 dolar AS per bulan. 

Barulah Tong ditarik ke Pelatnas Cipayung. Sejumlah pemain legendaris sukses di tangannya. Di antaranya Liem Swie King, Icuk Sugiarto, dan Hastomo Arbi. Dia pula yang menelorkan generasi emas Alan Budikusuma, Ardi B. Wiranata, dan Hariyanto Arbi.

Tong pula yang mendampingi Alan saat meraih medali emas Olimpiade Barcelona 1992. Pemain terakhir Indonesia yang dipolesnya adalah Hendrawan yang kemudian menjadi juara dunia. 

"Kami mengantarkan Om Tong ke bandara, ramai-ramai naik mobil salah satu pemain," kenang Hendrawan.
"Om Tong berpesan saya harus bisa melawan diri sendiri karena itu adalah problem terbesar yang membuat saya tidak bisa menembus top player."

Pola latihan yang unik pun diingat benar oleh Hendrawan. Salah satunya sudah siap lebih dahulu di lapangan sebelum pemain memulai latihan. "Kalau latihan pukul delapan, Om Tong sudah di lapangan sejak 07.30. Tidak boleh terlambat satu menit pun atau kami disuruh pulang," tutur Hendrawan, yang dua tahun dibesut Tong.

Selain itu Tong juga gemar memberikan bermain dengan mengajak pemain berpikir. "Om Tong tidak pernah memaksa, tapi lebih senang memberkan penjelasan kekuarangan yang harus diperbaiki," tambahnya.

"Om Tong juga memberlakukan pola latihan yang berbeda kepada satu pemain dengan pemain yang lain. Sesuai kebutuhan masing-masing."

Kebersamaan itu selesai lantaran Tong tak bisa mendapatkan surat Warga Negara Indonesia. China menjadi negara tujuan. Di sana dia memang harus merangkak dari bawah lagi, tapi kepiawaian memoles pemain mengantarkan dia ke posisi pelatih elite pelatnas bulutangkis. 


====
* Ayo dukung gerakan #AngkatRaketmu . Website: angkatraketmu.comTwitter: @AngkatRaketmu
s


Tidak ada komentar:

Posting Komentar