Featured Video

Senin, 27 Januari 2014

JokoWi Terkejut Begitu Mengetahui Dana Hibah APBD DKI 2014 Mencapai Rp 5 triliun



Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo tampak terkejut begitu mengetahui dana hibah yang tercantum dalam APBD DKI 2014 mencapai Rp 5 triliun. Jumlah ini meningkat Rp 1,3 triliun dari APBD DKI 2013 sebesar Rp 3,7 triliun. 


"Hah... Masak? Tolong saya diingati ya, nanti tak cek. Eh, bener loh ingati saya, entar tak cek," kata Jokowi, Minggu (26/1/2014). 

Jokowi mengatakan, hibah yang dialokasikan Pemprov DKI Jakarta itu sebagian besar dipergunakan untuk daerah penyangga. Misalnya, untuk pembebasan lahan dan pembongkaran vila di Bogor. Pemberian hibah itu untuk mendukung upaya antisipasi banjir Ibu Kota. 

Jokowi pun memperingatkan tiap-tiap satuan kerja perangkat daerah (SKPD) dan DPRD DKI. Jangan sampai, anggaran hibah yang bernilai fantastis itu dipergunakan untuk kepentingan pemilu pada 2014. 

"Dicek, jangan sampai bansos dan hibah dipakai untuk hal-hal yang berkaitan copras-capres caleg 2014. Peningkatannya besar sekali itu, makanya harus dicek biar nggak ada prasangka dansuudzon," ujar Jokowi. 

Berdasarkan informasi yang dihimpun, anggaran yang dialokasikan untuk sembilan daerah penyangga pada APBD 2014 hanya sekitar Rp 45 miliar. Jumlah itu hanya sebagian kecil dibandingkan nilai hibah yang dialokasikan. 

Politis 

Pada kesempatan berbeda, Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menduga bahwa lonjakan dana itu sebagai anggaran politis DPRD DKI Jakarta karena tahun 2014 merupakan tahun politik. Oleh karena itu, ia meminta ICW membantu mengawasi anggaran. 

Selain hibah, ada juga program belanja yang merupakan pokok pikiran anggota DPRD DKI Jakarta dalam APBD DKI. Pokok pikiran ini tersebar di semua SKPD DKI Jakarta. 

Secara aturan, menurut dia, pokok pikiran tidak salah. Namun, menjadi masalah saat itu merupakan pokok pikiran, tetapi tidak jelas penggunaannya. Misalnya hanya untuk bagi-bagi proyek seperti pengadaan meja pingpong, kursi, meja sekolah, dan filling cabinet. Lebih baik anggaran berlebih itu dipangkasnya dan menjadi sisa lebih perhitungan anggaran (silpa). 

Lonjakan anggaran untuk pendidikan 

Anggota Komisi C (keuangan) DPRD DKI Jakarta, S Andyka, mengatakan, peningkatan anggaran hibah berasal dari sektor pendidikan. Misalnya untuk peningkatan mutu pendidikan, DKI juga mengalokasikan hibah untuk perguruan tinggi swasta seperti Institut Kesenian Jakarta (IKJ). 

Tahun ini, DKI juga ingin banyak mengubah sekolah swasta menjadi negeri. Oleh karenanya, hibah yang diberikan juga lebih tinggi agar layak digunakan. Politisi Partai Gerindra itu menjelaskan, dana hibah tersebut diberikan ke berbagai bidang, seperti bidang keagamaan, kesejahteraan masyarakat, olahraga, kepolisian, TNI, dan lainnya. Misalnya, untuk sektor olahraga, Pemprov DKI mengalokasikan hibah hingga ratusan miliar untuk KONI. Untuk dapat memutuskan sebuah nilai anggaran, ada proses verifikasi terlebih dahulu. 

Sebelum Gubernur menyetujui angka tersebut, SKPD dan UKPD yang memberikan rekomendasi terkait mata anggaran dengan nilai anggarannya. Kendati demikian, Sekretaris Fraksi Partai Gerindra DPRD DKI itu menampik kalau dana hibah dialokasikan untuk kepentingan politis politisi Kebon Sirih. Dana hibah itu, menurut Andyka, juga dialokasikan ke organisasi politik dan masyarakat, bukan untuk tiap-tiap kepentingan anggota DPRD. 

E-budgeting 

Beberapa waktu lalu, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) pernah menemukan adanya penyalahgunaan penyaluran dana bansos dan hibah pada APBD DKI Jakarta 2012. Saat itu, BPKP merilis ada anggaran sebesar Rp 8,32 miliar untuk bantuan sosial dan hibah dengan 191 penerima baru. Padahal dalam pembahasan APBD tersebut, ratusan penerima itu tidak ada. 

Salah satu antisipasi dalam penyalahgunaan anggaran itu adalah dengan menerapkan e-budgeting. Melalui sistem tersebut, Gubernur, Wakil Gubernur, beserta Kepala Badan Pengawasan Keuangan Daerah (BPKD) memiliki wewenang untuk mengunci anggaran dan dana hibah yang mencurigakan sehingga nantinya anggaran tidak dapat terpakai. 

"Kalau kita (DKI) lock duluan sebelum APBD diketok (disahkan), mereka (DPRD) nggak akan ketok-ketok. Jadi, biarin aja diketokdulu, nanti baru yang mencurigakan kita lock, pasti ada yang ribut-ribut," kata Basuki.
s

Tidak ada komentar:

Posting Komentar