Featured Video

Rabu, 15 Juni 2011

TIDAK PRO RAKYAT, KRISIS PANGAN MENGANCAM


Rabu, 15 Juni 2011 01:35
PADANG, HALUAN— Dekan Fakultas Peternakan Universitas Andalas (Unand) Padang, Dr Ir Jafrinur menilai pemerintah perlu meninjau kebijakan impor bahan pangan dari se­jum­lah negara dan serius menggerakkan potensi dalam negeri.
“Kita (Indonesia) hingga kini masih impor bahan pa­ngan, di antaranya kedelai dan daging, serta jagung padahal potensi dalam negeri belum terkembangkan secara mak­simal,” kata Jafrinur, Selasa.
Menurut dia, Indonesia menghadapi ancaman krisis bahan pangan dan energi, seperti daging, susu dan kedelai serta tagung karena kebijakan selama ini lebih me­nge­de­pankan kepentingan pe­dagang eksport dan impor.
Padahal, bila kebijakan masa­lah pangan lebih pro ter­hadap rakyat, tentu bisa ditekan impor sejumlah bahan pangan itu, yang tentunya harus disejalankan dengan kebijakan untuk men­dorong pe­ngem­bangan po­tensi dalam negeri. “Kebijakan masalah yang berkaitan dengan ketersedian pangan masih penuh pro rakyat, sehingga potensi lahan yang tersedia belum tergarap mak­simal,” katanya.
Kondisi itu, bisa dilihat ketika petani ingin menjual hasil produksi tanamannya, misalkan jagung dihadapkan dengan harga murah, begitu juga dengan ternak harga merosok akibat pengaruh daging impor. Dampaknya mengurangi gairah petani untuk mengembangkan usaha sektor bahan pangan (pertanian dan peternakan) karena masih belum bisa menjanjikan bagi pen­dapatannya.
Sementara itu, katanya, bila dilihat dari potensi ketersedian lahan, iklim untuk pengem­bangan komoditi dan sektor peternakan sangat mendukung. Justru itu, kebijakan pemerintah berkaitan dengan masalah impor bahan pangan harus ditinjau dan mesti menjadi titik perhatian pengembangan po­tensi dalam negeri. “Masya­rakat negeri ini sekitar 84 persen bergerak di sektor pertanian dan peternakan, tapi bahan pangan masih menjadi an­caman. Kon­disi ini, tentu ada masalah yang harus dikaji,” katanya.
65 Persen Impor
Setidaknya  65% pasokan pangan Indonesia,  masih diperoleh dengan cara impor. Produk-produk pangan seperti beras, daging, dan garam pun sebagian besar didapat dari luar negeri. “Impor pangan kita punya itu sudah 65%. Apa yang kita nggak impor se­karang? Beras, garam, sapi, bahkan anak ayam pun diim­por,”ungkap Wakil Ketua Umum Bidang Perdagangan, Distribusi, dan Logistik Kadin, Natsir Mansyur.
Karena itu, Natsir me­ngatakan, ekonomi pangan Indonesia seperti tersandera karena selalu bergantung oleh negara lain untuk memenuhi kebutuhannya. Ini juga di­sebabkan karena pasokan pangan dari dalam negeri tidak mencukupi kebutuhan pen­duduknya. “Ekonomi pa­ngan kita ini tersandera. Suplainya (pasokan) sedikit, demand-nya (permintaan) banyak,” katanya.
Tersanderanya ekonomi pangan Indonesia menurut Natsir juga didasari oleh sebagian orang yang memang mempunyai kuasa untuk mem­pengaruhi harga sehingga menyebabkan inflasi. Karena itu, Natsir menyampaikan sebagian besar inflasi didapat dari pangan. “Siapa yang ber­kepentingan di situ sehingga mem­pengaruhi harga, mem­pengaruhi inflasi. Inflasi kan sebagian besar dari bahan pokok pangan,” ujarnya.(d/ant)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar