Featured Video

Minggu, 15 Januari 2012

ANCAMAN GEMPA 8,9 SR BELUM PASTI


Andi Arief: Tinggal Menunggu Waktu
Andi Arief mengatakan, gempa berkekuatan 8,9 SR yang disertai tsunami, yang akan melu­luh­kan­takkan pesisir pantai barat Su­matera, tinggal menunggu waktu. Na­mun pernyataan Andi ini diban­tah Badrul Mustafa Kemal. “Tak benar itu!”

PADANG,  Staf Khusus Presiden Bidang Sosial dan Bencana Andi Arief mengatakan,  ancaman gempa berkekuatan 8,9 SR yang disertai  tsunami bisa saja dipre­diksi akan terjadi dan menerjang wilayah pesisir pantai Sumatera Barat.
“Tinggal menunggu waktu saja,” kata Andi Arief saat menjadi narasumber dalam Workshop Peran Jurnalis dalam Penanggulangan Bencana yang digelar Badan Pe­nang­gulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumbar bekerja sama dengan Jaringan Jurnalis Siaga Bencana (JJSB), di Pangeran Beach Hotel Padang, Sabtu (14/1).
Acara ini diikuti sekitar 100 jurnalis dari media elektronik, cetak, online, yang ada di Sumatera Barat. Namun pernyataan Andi Arief ini dibantah Prof Dr Badrul Mus­tafa Kemal, Ketua Himpunan Geofisika Indonesia-Sumatera Barat. Badrul mengatakan, pernya­taan dari Andi Arief itu tidak be­nar.
“Atas landasan dan penelitian apa Andi Arief bisa menyatakan terjadi gempa dan tsunami di Su­matera Barat ini positif menunggu waktu saja. Itu tidak benar,” bantah Badrul Mustafa Kemal saat dihubungi Haluan, Sabtu malam.
Menurut Andi Arief, gempa yang nantinya menerjang pesisir pantai Sumbar tidak jauh beda dengan kekuatan gempa yang terjadi di Jepang tahun 2011 silam. Pusat gempa di dekat Pulau Siberut Kepulauan Mentawai.
“Potensi gempa berkekuatan besar 8,9 SR harus disampaikan kepada masyarakat. Kita seha­rusnya sadar daerah ini merupakan salah satu ‘supermarket’ bencana dan itu tidak bisa ditutup-tutupi. Masyarakat harus mengetahui itu agar mereka dapat meningkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi setiap kemungkinan, bukan untuk menakut-nakuti,” katanya.
Potensi gempa dengan kekuatan 8,9 SR tersebut berdasarkan kajian dari data kebencanaan di masa lalu. Seperti gempa bumi dan tsunami yang melanda Aceh pada tahun 2004, merupakan siklus 600 tahunan yang sebelumnya terjadi sekitar abad ke-14 dan 15.
Potensi gempa dengan kekuatan besar di Sumbar, menurut dia, juga berdasarkan sejarah masa lalu yang pernah terjadi, yakni tsunami pada abad 14, 17, dan 18. Data tersebut cukup memperlengkap adanya potensi ke arah bencana.
Menurut dia, kemungkinan terjadinya gempa dengan kekuatan besar setelah ia melakukan pem­bicaraan dengan pihak PMBV, LIPI, BNPB, serta para ahli dan tim perguruan tinggi.
Dari pertemuan yang dila­kukan, katanya, daerah yang patut diwaspadai terjadinya gempa dengan kekuatan besar adalah Siberut, serta Selat Sunda, dimana dua kawasan itu harus menjadi prioritas perhatian baik masya­rakat sekitar maupun pemerintah.
Ia menambahkan, dengan ada­nya potensi terjadinya gempa berkekuatan besar di Sumbar, masyarakat harus kembali meng­gali apa yang ada pada zaman dulu. Karena itu penelitian tentang keberadaan Istana Pagaruyung yang asli masih terus dilakukan untuk mengetahui sejarah yang terputus tentang kebencanaan di Sumbar.
“Jika potensi bencana itu ada dan tidak kita sampaikan, maka yang terjadi nantinya malah akan membuat masyarakat yang menjadi korban semakin banyak, seperti yang terjadi di Aceh tahun 2004. Kita harus belajar dari itu, ada kepentingan untuk menyampaikan potensi bencana agar masyarakat siap menghadapinya,” papar Andi Arief.
Andi Arief menambahkan, dalam sidang kabinet potensi gempa dan tsunami ini telah dibicararakan sebanyak dua kali. Bahkan Presiden SBY sudah mem­be­rikan kuasa kepada para peneliti dan para ahli untuk bekerja semak­simal mungkin untuk berupaya meminimkan resiko bencana gempa dan tsunami di Sumatera Barat.
Dijelaskannya, apabila gempa dan tsunami menggoyang Sumbar saat ini, diprediksikan korban jiwa akan mencapai satu juta orang. “Untuk sekarang, Sumbar belum siap menghadapi gempa dan tsu­nami. Diperkirakan akan jatuh korban mencapai satu juta jiwa karena sarana dan prasarana yang tersedia masih bisa dikatakan di bawah standar mitigasi bencana gempa dan tsunami,” tutur Andi.
Dia membandingkan, bencana gempa dan tsunami di Jepang memang sudah diprediksikan sejak tahun 1994 dan baru terjadi di tahun 2011. Selama 17 tahun Jepang telah melakukan persiapan, tetapi tetap saja terjadi kesalahan secara teknis yang mengakibatkan korban jiwa mencapai 20 ribu orang.
Andi menerangkan, penje­lasan­nya ini bukan untuk menakut-nakuti masyarakat yang ada di Sumatera Barat, tapi hal ini bertujuan agar masyarakat dapat mengetahuinya dan bisa berpikir secara bersama-sama untuk memi­nimalisir risiko bencana yang akan menimpa Sumbar.
Oleh karena itu, pemerintah pusat menginstruksikan kepada pemerintah daerah, organisasi kebencanaan, NGO, lembaga, dan masyarakat untuk bersama-sama serius dalam menanggapi potensi bencana gempa dan tsunami. “Ini persoalan keselamatan bersama.”
“Saya juga mengimbau kepada masyarakat yang mempunyai ekonomi kuat untuk membangun shelter-shelter di rumah dan tempat usahanya agar dapat dimanfaatkan juga oleh masyarakat yang lainnya,” imbaunya.
Tak Perlu Dicemaskan
Badrul Mustafa Kemal ketika dimintai komentarnya menjelaskan, jika gempa bisa diprediksi, tetapi tsunami sangat tipis dan rumit karena harus memenuhi empat kriteria yaitu pertama pusat episentrum gempa berada di dasar laut, kedua kekuatan gempa di atas 6,5 SR, ketiga kedalaman gempa 30 km ke bawah, dan keempat terjadi pergesekan secara vertikal. Keempat kriteria ini harus terjadi secara bersamaan.
“Walaupun gempa 8,9 skala richter terjadi di Selat Mentawai, kecil kemungkinan adanya tsunami karena rengkahan dasar laut hanya kecil. Tetapi jika terjadi di balik Mentawai atau di bagian barat Pulau Siberut, potensi tsunami memang besar dan daerah utama yang akan diterjangnya adalah Kepulauan Mentawai, dan baru ke pesisir pantai barat Sumatera,” kata Badrul sekaligus ia memban­tah apa yang dikatakan Andi Arief.
Badrul sangat tidak setuju dengan pendapat Andi Arief yang mengatakan gempa 8,9 SR dan disusul tsunami yang akan me­nerjang Sumatera Barat, karena tanda-tanda potensi gempa yang mengakibatkan tsunami sangat kecil.
“Pernyataan itu hanya akan membuat masyarakat takut dan beropini macam-macam. Kita tidak tahu kapan terjadi gempa dan berapa kekuatannya,” katanya.
“Memang pantai barat Sumatera sering dilanda gempa, tapi untuk terjadinya tsunami sangat kecil, karena pusat gempa selalu berada di Selat Mentawai. Jadi tidak perlu terlalu dice­maskan,” katanya. (h/ang)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar