Featured Video

Kamis, 05 Januari 2012

BUYA HAMKA WARISKAN SILEK TARALAK


Buya Hamka sosok yang multitalenta. Tidak saja menyiarkan agama Islam ke pelosok negeri dan sebagai ulama besar, cendekiawan, sastrawan, tetapi juga seorang yang berhasil mengem­bangkan ilmu bela diri silek tradisional. Dalam sejarah Islam, silat ini sebelumnya juga pernah dikembangkan oleh Ali Bin Abu Thalib. Kini, salah satu warisan Buya Hamka yang masih lestari di zaman modern ini adalah Perguruan Silek Talago Biru yang beraliran taralak di Maninjau Agam. Ditulis oleh Teguh   

Untuk di Sumatera Barat atau Minangkabau, aliran taralak dari perguruan ini masih dijalankan secara turun temurun di Kabupaten Pesisir Selatan dan Kabupaten Agam.
Konon aliran silat ini merupakan suhu dari segala jenis aliran silat lainnya. Tapi di beberapa tempat lainnya juga berkembang ajaran ini, meski belum menggema secara luas.
Atas dasar ini, Haluan mencoba menelusuri keberadaan aliran silat taralak yang berada di Nagari Manin­jau Kecamatan Tanjung Raya Kabu­paten Agam pada Selasa (3/1) malam, sekitar pukul 22.00 WIB. Beruntung pada waktu itu, beberapa anggota Perguruan Talago Biru sedang melakukan atraksi berbahaya di sebuah lapangan di Nagari Maninjau.
Ketika Haluan mengamati, sejum­lah anggota perguruan tampak sedang adu jurus silat dengan menggunakan senjata tajam. Menariknya, atraksi itu dilakukan oleh anak di bawah umur, dan ditonton puluhan masyarakat. Hebatnya, tidak ada satupun yang terluka, meski gerakan silat yang ditampilkan tergolong cepat.
Itulah salah satu ajaran silat aliran Taralak dari Perguruan Talago Biru yang diajarkan pada anggotanya. Setiap gerakan berlangsung cepat dan reflek. Kuda-kudanya tidak hanya terfokus ke pertahanan, tapi juga ke penyerangan.
Dalam silat aliran taralak ini, setidaknya ada 30 jurus yang dimiliki. Untuk teknik dasar, tidak jauh berbeda dengan aliran silat lainnya, yakni membentuk kuda-kuda dan memben­tuk langkah empat. Sedangkan jurus tertingginya, adalah kebatinan, yang secara teori sangat sulit untuk menembus itu.
Untuk naik tingkat, dibutuhkan keikhlasan dan niat peserta yang tinggi. Jika dilihat dari pengertiannya, Taralak terdiri dari dua suku kata, tara dan lak, yang berarti lahir dan batin. Artinya, aliran taralak menga­jarkan keselamatan dunia akhirat, yang mewajibkan penganutnya untuk menjalankan perintah Allah SWT, dan meninggalkan larangan-Nya.
Seandainya ada yang berniat buruk, maka jangan berharap akan pernah sukses mencapai jenjang ke tingkat tinggi. Namun jika niat baik, didukung pengamalan agama Islam, maka seseo­rang akan mudah mem­pelajari ilmu silat tersebut dalam waktu singkat.
Penegakan salat lima waktu dan zikir adalah syarat wajib yang harus ditempuh. Maka, tak salah jika aliran ini juga ikut membantu program kembali ke surau, yang telah dica­nangkan pemerintah
Selain untuk pendekatan kepada Yang Maha Kuasa, aliran silat ini juga sangat membantu menjaga diri, baik dari serangan yang bersifat nyata, maupun yang tidak nyata. Jika memang dibutuhkan, penganut aliran ini juga bisa menyembuhkan berbagai penyakit dengan hanya berbekal doa dan air putih.
Menurut Alfian, salah seorang pelatih di Perguruan Talago Biru, saat ini keanggotaan Perguruan Talago Biru aliran taralak di Kabupaten Agam telah mencapai lebih seribu orang, yang didukung sembilan pelatih dan 29 orang guru. Tidak hanya berasal dari Kabupaten Agam, tetapi keang­gotaan perguruan ini telah menjamah nasional dan dunia internasional.
Setidaknya ada lima penganut aliran ini yang berasal dari luar negeri, seperti dari Kanada, Australia dan Cekoslowakia. Semua bule itu telah bertitel pelatih. Namun sayangnya, kelima bule itu tidak berada di lokasi Perguruan Talago Biru, dan ada yang telah mewariskan ilmu tersebut ke negaranya masing-masing.
Dari segi prestasi tidak perlu diragukan lagi, karena pada setiap pertandingan silat tradisional  dan nasional yang pernah diikuti, sekitar 99 persen selalu memboyong pulang piala. Bahkan orang besar sekelas Prabowo Sugianto, kini Ketua Dewan Pembina, juga pernah belajar ilmu silat taralak, yang waktu itu belajar di Kota Bukittinggi.
“Perguruan ini terbuka untuk umum, dan latihannya dilakukan dua kali dalam seminggu. Jika diikuti dengan serius dan memenuhi segala persyaratan, semua jurus yang diajarkan bisa dilaksanakan dalam setahun. Tapi jika tidak memenuhi itu, lima belas tahunpun tidak cukup untuk mempelajarinya,” jelas Alfian. (Laporan Haswandi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar