Featured Video

Sabtu, 19 Mei 2012

SULITNYA MENCARI PEMIMPIN DI MINANG


Seorang pemimpin tidak hanya mampu memimpin, tetapi juga harus mempunyai jiwa kepemimpinan, sehingga pemimpin itu mempunyai kharisma dan wibawa yang melekat pada dirinya. Pe­mimpin kalau tidak punya kharisma atau wibawa akan mendapat kesulitan untuk memimpin dalam kelompok atau organisasinya. Seorang pemimpin juga harus mem­punyai ilmu pengetahuan dan  memiliki kejujuran serta moralitas yang baik, karena dengan sifat itulah pemimpin  mendapat simpati dan ber­kharisma serta berwibawa, dengan demikian pemimpin itu  akan diteladani oleh masyarakat atau para pe­ngikutnya.

Sorros and Butchatsky mengatakan bahwa pemimpin harus memiliki sifat kejujuran terhadap diri sendiri (integrity), sikap bertanggungjawab yang tulus (compassion), penge­tahuan (cognizance), kebe­ranian bertindak sesuai dengan keyakinan (commitment), kepercayaan pada diri sendiri dan orang lain (confidence) dan kemampuan untuk meya­kinkan orang lain (com­mu­nication) dalam pembangunan.
Dalam memimpin seorang pemimpin harus punya komit­men yang jelas dan ber­tanggung jawab baik kepada diri sendiri maupun kepada orang yang dipimpin, karena kalau seorang pemimpin tidak bertanggungjawab terhadap orang yang dipimpinnya, maka pemimpin itu adalah seorang diktator dan  dia selalu benar serta akan bertindak dengan  kesewenang-wenangan.
Pemimpin di Minangkabau secara umum melekat pada dirinya 3 (tiga) sifat kepe­mimpinan yaitu kepe­mim­pinan Islam (Nabi Muham­mad. SAW), kepemimpinan Sistem Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Kepemimpinan menurut adat Minangkabau (kearifan lokal), untuk itu penulis ingin menggambarkan secara sederhana dalam tu­lisan ini.
Pertama, kepemimpinan Islam (Nabi Muhammad. SAW), Minangkabau adalah suku bangsa yang mendiami Sumatera Barat dan mayo­ritas penduduknya beragama Islam yang dikenal dengan falsafah adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah, syarak mangato adat ma­makai, maka pemimpin di Minangkabau sifat kepe­mimpin seperti sifat Nabi Muhammad. SAW harus di­mi­likinya.
Pemimpin itu harus ber­sifat Sidiq (benar), seorang pemimpin haruslah seorang yang jujur dan berbuat benar sasuai alua jo patuik (sesuai aturan, patut dan mungkin),Amanah (dipercayaseorang pemimpin harus dapat diper­caya, maka pemimpin itu harus mempunyai integritas dan moralitas yang tinggi serta bertanggungjawab. Fathanah (cerdas) seorang pemimpin harus berilmu pengetahuan dan sudah dewasa atau sudah akhil baligh, dan Tabligh (menyampaikan), pemimpin berani menyampaikan apapun bentuknya, ajaran Islam mengatakan “sampaikanlah sepotong ayat itu sekalipun pahit”, yang baik adalah baik, yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah, menyampaikan amar ma’ruh nahimungkar, pemimpin itu juga berperan sebagai seorang pendakwah.
Kedua, kepemimpinan menurut Sistem Pemerintah Republik Indonesia (KH. Dewantara), karena Sumatera Barat merupakan bagian integral dari NKRI, sifat kepemimpinan  menurut Sis­tem Pemerintah Negara Repu­b­lik Indonesia juga dimiliki oleh pemimpin di Minang­kabau, seperti Ing ngarso sung tulodo, dimana pimpinan itu mempunyai sifat yang dapat diteladani oleh yang dipim­pinnya. Artinya pemimpin itu selalu jadi perhatian bagi anggota yang dipimpinnya, sehingga setiap langkah dan perbuatannya akan dicontoh dan akan ditauladani oleh pengikutnya. Ing madyo ma­ngun karso.
Pada suatu saat pe­mim­pin itu juga dapat ber­fungsi sebagai kawan yang dapat menimbulkan semangat mem­bangun oleh anggota atau bagi orang yang dipimpinnya se­hing­ga tidak ada kekakuan dan ewuh pakewuh bagi ang­gotanya, namun anggotanya justru semakin menjadi sim­pati dan sangat menghargai pemimpinnya. Tut wuri han­dayani.
Pada suatu ketika pe­mimpin itu  juga berfungsi sebagai pendorong dan moti­vator bagi anggotanya, artinya pemimpim itu juga meng­arahkan agar anggotanya menjadi seorang yang lebih maju dan lebih hebat dari dirinya sendiri, legowo, me­nyerahkan kepimpinan dengan hormat kepada generasi se­lanjutnya, mengerti dan pa­ham kapan masanya harus mundur sebagai pemimpin, prasaja, satya serta waspada. Sifat kepemimpinan ini juga dimiliki pula oleh pemimpin di Minangkabau karena  me­rupakan sifat kepemimpinan dalam tatanan  NKRI.
Ketiga kepemimpinan me­nurut adat Minangkabau, seorang pemimpin di Minang­kabau harus memiliki sifat yang khas dalam tatanan kehidupan bermasyarakat di Minangkabau, yang me­ngan­dung nilai-nilai kearifan lokal yang tumbuh dan berkembang di Minangkabau yang juga mempunyai nilai-nilai falsafah yang dijunjung tinggi dalam kehidupan bermasyarakat.
Pemimpin di Minangkabau tersebut harus tau jo nan ampek (tahu dengan yang empat), entah kenapa di Minangkabau selalu ada 4 (empat), contohnya ada ampek jinih dan ada jinih nan ampek, syarat menggadaikan harta pusaka juga harus ada empat syarat, ulayat juga ada 4 (empat) jenis dan banyak lagi yang empat di Minangkabau.
Tau jo nan ampek (tahu dengan yang empat) mak­sudnya adalah kato mandata, kato mandaki, kato manurun dan kato malereang. Kenapa ada istilah seperti ini, karena di Minangkabau pemimpin itu hanyalah di dahulukan selang­kah dan di tinggikan seranting, jadi pemimpin itu sedikit lebih tinggi dan sedikit pula lebih dahulu dari anggota yang dipimpinnya, maka cara bertindak dan ber­ting­kah­lakupun harus diperhatikan dan selalu jadi perhatian. Artinya di Minangkabau pemimpin bukanlah mem­punyai kekuasaan sewenang-wenang dan bertindak se­enaknya saja, tetapi ada norma-norma tata pergaulan yang harus diperhatikan.
Maksud dari nan ampek adalah, kato mandata (men­datar) adalah kata-kata dan  sikap seorang pemimpin ter­hadap anggota yang sebaya atau kepada kawan dan ko­lega yang mungkin sama sepermainan, karena sama besar maka dalam suasana ini seorang pemimpin boleh bertindak dan berucap seperti biasa dan sewajarnya.
Kato mandaki (mendaki), dalam suasana ini seorang pemimpin berhadapan dengan orang yang mungkin lebih tua dari dirinya, sekalipun dia seorang pimpinan namun dalam menghadapi orang yang lebih tua dari dirinya ada aturan dan tatacaranya, tidak boleh memanggil waang (ka­mu) kepada yang lebih tua, mungkin di panggil uda (ka­kak), bapak, mamak, uni, amak, mande dan lain se­bagainya.
Kato manurun (menurun), sikap atau perkataan menu­run ini apabila seorang pe­mimpin bersikap atau ber­hadapan dengan orang yang mungkin lebih muda dari dirinya, pada level ini pim­pinan boleh memanggil nama atau gelar, seperti adinda, angku tetapi tetap dengan tutur kata yang lemahlembut dan  santun.
Kato malereang (melereng), adalah sikap seorang pim­pinan dalam berhadapan atau berbicara dengan orang yang diseganinya, seperti urang sumando, ipar, bisan, dan sebagainya yang mungkin patut diseganinya. Pemimpin tidak boleh langsung me­ngatakan yang sebenarnya kepada orang atau kelompok ini tetapi melalui kiasan atau bahasa kias.
Dengan demikian dapat diketahui kebaikan budi dan indahnya basa-basi seorang pemimpin di Minangkabau tersebut, pepatah Minang mengatakan “Nan kuriak kund,i nan merah sago, nan baik budi, nan indah baso,” pepatah Minang juga me­ngatakan “nan tuo dihormati, nan ketek disayangi, nan samo gadang bao baiyo, nan lum­puah paalau ayam, nan buto pa ambuih lasuang, nan pakak palatuihan badia, nan cadiak tampek batanyo. ka lurah samo manurun, ka bukik samo mandaki, tatung­kuik samo makan tanah, tatilantang samo makan am­bun. Dari istilah ini menan­dakan di Minangkabau ma­syarakatnya egaliter (terbuka), saling menghargai, senasib sepenaggungan dan tatanan kehidupan yang sangat demok­rasi.
Di samping itu untuk menjadi pemimpin di Minang­kabau adalah nan cadiak candikio, orang yang berilmu pengetahuan dan memiliki intelektual serta seorang yang terpelajar, nan arif bijaksano yaitu seorang yang mempuyai sifat adil dalam mengambil kebijakan, bak pepatah Mi­nang­kabau mengatakan tibo dimato ndak dipiciangkan, tibo diparuik ndak dikampihkan, nan tau dirantiang dan ka­manyangkuik, tau diunak nan kamancucuakartinya selalu siap siaga dengan ancaman yang akan dihadapi.Tau jo angin nan basaru, tau di ombak nan badabua, tau dikarang nan taungguak, tau dipasang nan katurun naiak, alam takambang jadi guru. Artinya  waspada dengaan keadaan sekarang dan tahu pula dengan keadaan yang akan datang, berani meng­hadapi tantangan ke depan.
Tau eriang jo gendeang, tau dibayang kato sampai alun bakilek lah bakalam, bakilek ikan dalam aie alah jaleh jantan jo batinonyo. Artinya tau dengan kiasan, punya misi yang akan dilaksanakan, punya visi atau pandangan jauh kedepan yang jelas, mampu membaca tanda-tanda zaman dengan gejal-gejala alam yang ada. Tau jo cupak nan duo, paham limbago nan sapuluah. Artinya berpe­ngetahuan  tentang  adat istiadat dan paham  ilmu agama (Islam) dan sifat-sifat Allah.
Nilai filosofi yang ter­kandung dari kearifan lokal Minangkabau ini menandakan bahwa seorang pemimpin di Minangkabau disamping di­ting­gikan seranting dan di­dahulukan selangkah juga memperlihatkan keren­da­hatian dari seorang pemimpin tersebut di tengah masyarakat.
Pemimpin itu juga seorang cendikiawan yang mempunyai kadar intelektual yang tinggi, menguasai ilmu adat istidat Minangkabau yang berlan­daskan kepada Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kita­bullah, Syarak mangato adat mamakai, alam takambang jadi guru.
Dengan sifat seperti ini pemimpin itu akan menjadi teladan pula bagi anggota yang dipimpinnya ditengah kehidupan bermasyarakat di Minangkabau. Begitu indah dan bagusnya cita-cita masya­rakat Minangkabau men­ciptakan sosok pemimpin di Ranah Minang ini. Jangan sampai ada kalaimat “ndak tau jo nan ampek”.

DRS AKRAL MM


Tidak ada komentar:

Posting Komentar