Featured Video

Selasa, 04 September 2012

Kisah Pendulang Emas Batanghari

PENAMBANG


Terik matahari siang itu, tak mengurangi semangat pendulang tradisional mengais butiran emas di balik tumpukan pasir dan bebatuan aliran Batanghari. Mereka adalah anak nagari Ulang Aling Selatan, Solok Selatan. Lelaki perempuan, sama-sama barandam dalam sungai sejarah itu.

Di hulu mesin moderen menyedot pasir sesukanya guna mencari emas, di hilir anak nagari mengaisnya sedemikian rupa. Kadang dapat, sering tidak.
Air sungai keruh, bergerak ke hilir membawa segenap cerita anak nagari. Sekarang cerita tentang investor asing. Negeri sudah berubah rupanya.
Sungai terbesar di Sumbar itu, sejak lama telah dijadikan sumber mata pencaharian oleh masyarakat yang bermukim di pinggiran daerah aliran sungai tersebut. Eksploitasi emas secara tradisional pada masa lalu, dominan dilakoni kaum perempuan sebagai usaha sampingan dikala mereka tak melakukan kegiatan di ladang maupun ke sawah.
“Kami hanya mendulang emas dari tumpukan pasir dan batu yang telah diolah mesin dompeng dan alat canggih digunakan pengusaha asing itu,” tutur seorang perempuan pang-
gilan Erni, satu dari pendulang emas tradisional di kawasan itu.
Perempuan paruh baya asal Solok itu, sengaja datang ke daerah lokasi tambang emas Batanghari, meski mengandalkan alat tradisional dan pendapatan sehari tak bisa dipatok.
Hasil diperoleh, sama ibaratkan “rezeki harimau”, saat adanya lumayanlah, tapi ada pula dalam sehari itu tidak mendapatkan sekali.
“Kalau nasib lagi mujur, terkadang setangah emas setara 1/4 gram. Satu gram nilai jualnya Rp42.000,” kata Erni yang diaminkan pendulang emas tradisional lainnya.
Disedot mesin
Seiring perjalanan waktu, “demam emas” melanda tanah Minang, terutama terhadap masyarakat yang berada di kawasan aliran sungai di provinsi itu.
Sejak sepuluh tahun silam, tambangan emas rakyat secara berlahan beralih dengan cara penggalian pasir dan batu sungai, disedot mesin pompa air. Cara-cara tradisional dengan menggunakan alat sederhana, meski ramah lingkungan kian diabaikan, meskipun ada jumlahnya sedikit.
Salah seorang tokoh masyarakat di Nagari (desa adat) Ulang Aling Selatan, kepada Antara Jumat (31/8) menyebutkan, metode menggunakan pompa air atau sebutan masyarakat di kawasan sungai Batanghari, mesin dompeng mampu menyaring pasir dengan volume lebih banyak dan cepat. Hasil emas diraih lebih relatif banyak, sehingga penambang emas dilakoni masyarakat yang memiliki modal. Pendulang emas tradisional, sebagian sudah menjadi pekerja dari pemilik modal yang menggunakan metode mekanis tersebut. Pekerja tambang emas banyak didatangkan dari sejumlah Pulau Jawa.
Banyak pula, masyarakat di hulu sungai Batanghari itu, telah menggunakan metoda menakis dengan modal sendiri, hanya sebagian kecil tetap bertahap mengadu nasib dengan cara tradisional.
Aktivitas tambang emas rakyat telah menimbulkan berbagai aspek terhadap sosial ekonomi masyarakat, positifnya telah meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat di kawasan alirang sungai hulu sungai itu.
Meski sebagai daerah sangat terpencil karena terisolasasi dengan sarana infrastruktur darat —kini masih jalan tanah— yang bergelombang, tapi dinilai secara ekonomi masyarakat relatif baik.
Rumah-rumah masyarakat sebagian sudah berlantai dan berdinding keramik, punya kendaraan roda dua dan empat serta mesin tempel.
Lingkungan
Setidaknya lima tahun terakhir ‘kilau emas’ di aliran sungai Batanghari semakin meluas, sehingga pelaku yang menggarap “harta karun” itu, sudah ada pihak diluar masyarakat kawasan aliran sungai tersebut.
Kini di lokasi pertambangan emas kawasan Kenagarian Ulang Aling Selatan, ada investor asal China menggunakan sistem mekanis dengan peralatan semakin canggih. Bahkan, saat peninjuaan ke lapangan oleh Wakil Gubernur Sumbar, Muslim Kasim bersama Bupati Solok Selatan Muzni Zakaria bersama sejumlah pejabat instansi terkait serta sejumlah jurnalis pada 30 Agustus 2012, terlihat berjejeran alat berat jenis escavator di pinggiran daerah aliran sungai tersebut.
Tumpukan batu dan pasir yang dikeruk alat berat itu, kini menggunung di tengah aliran sungai itu. Daerah aliran sungai (DAS) tidak berbentuk lagi, sudah dikuras besi-besi baja tersebut.
Escavator milik perusahaan (PT. Geomenic) investor China itu, setidaknya sekitar 100 unit, ditambah sebagian masyarakat setempat sudah punya alat berat senilai miliar rupiah itu.
Pinggiran sungai yang bermuara ke Jambi itu, kini ramai dengan tenda-tenda dengan plastik biru sebagai tempat tinggal pekerja dari luar daerah itu.
Menurut Wagub Sumbar, Muslim Kasim, perlu dilakukan penertiban terhadap penambangan emas di aliran Batanghari, karena dalam pelaksanaannya ada yang melanggar ketentuan. “Kami bukan melarang melakukan penambangan potensi alam yang ada di kawasan aliran sungai tersebut. Supaya tak merusak lingkungan perlu ditertibkan,” ujarnya.
Dari informasi yang disampaikan pihak Pemkab Solok Selatan, manajemen perusahaan asing itu telah melakukan penambangan menggunakan alat berat dan di luar wilayah kawasan pertambangan yang diberi izin. Royelti pengusaha tambang emas, belum memberi kontribusi banyak terhadap pemasukan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Solok Selatan meskipun sudah berinvestasi dan beroperasi sejak 2007.
“Sejak 2008-2012, royalti dari perusahaan penambangan emas di Solok Selatan, rata-rata hanya Rp100 juta/tahun. Jumlah itu belum sesuai harapan,” kata Bupati Muzni Zakaria saat mendampingi Wagub Sumbar meninjau lokasi penambangan emas.(SIRIANTONI)

sumber



Tidak ada komentar:

Posting Komentar