Featured Video

Minggu, 28 April 2013

Andur Sahrur: Ibadah Kok 15 Menit Bukannya Sepanjang Hari?


Mualaf (ilustrasi).
Mualaf (ilustrasi).

 Abdur Sabur lahir di Belanda. Ia dibesarkan dalam tradisi Katolik. Bersama keluargnya ia rutin beribadat di geraja. "Boleh dikatakan tradisi Katolik keluarga saya begitu kuat. Saya sendiri tumbuh dan besar dalam lingkaran gereja, keluarga dan sekolah agama," kata dia seperti dikutip Onislam.net, Ahad (28/4).

Memasuki usia 10 tahun, Abdur mengikuti kelas sejarah di sekolahnya. Di kelas itu, ia diajarkan tentang Tentara Salib. Menurut pemaparan gurunya, di Yerusalem --tanah bangsa Israel--, banyak jamaat gereja yang dibunuh dan diperlakukan kasar oleh penguasa Muslim ketika itu. 
Yang menjadi pertanyaan Abdur ketika itu, siapakah Muslim itu dan apakah itu Islam. Dari jawaban yang diperolehnya lewat pemaparan gurunya, Abdur mengetahui bahwa seorang Muslim sama seperti Kristen, percaya pada satu Tuhan. 
Ajaran Islam datang dari Allah SWT melalui Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW. Dalam ajaran itu, setiap Muslim percaya bahwa Yesus bukanlah Tuhan melainkan manusia biasa yang dipilih menjadi Nabi.
"Tapi saya tidak bisa mendapati soal mengapa Yesus dalam pandangan Islam disebut sebagai Nabi bukan Tuhan," kenang dia.
Pertanyaan lain yang mengemuka mengapa bangsa Eropa melawan agama Islam, yang sejatinya juga mengakui Maryam sebagai ibu dari Yesus. Pertanyaan itu menarik minat Abdur untuk terus bertanya. Sayang, tidak ada jawaban yang membuatnya puas.
Memasuki usia dewasa, Abdur mulai tak mempercayai agama. Suatu hari, ia menyaksikan prosesi Haji di Makkah. Ia begitu terkagum-kagum dengan ritual yang dilakukan Muslim. "Luar biasa, jutaan Muslim berkumpul di satu tempat, bagaimana bisa," kenang dia.
Hari berikutnya, Abdur melewati sebuah gereja milik umat Katolok. Pada papan di depan gereja itu bertuliskan, layanan gereja selama 15 menit. Yang jadi pertanyaan, mengapa sekarang akses ke gereja hanya 15 menit dan tidak sepanjang waktu. 
"Yang membuatku semakin bertanya-tanya, tidak ada lagi bahasa latin, yang merupakan bahasa Injil. Tapi justru bahasa Belanda. Itu juga berlaku dengan layanannya," kata dia.

Benci
Di luar banyak pertanyaan tentang ajaraan Kristen, Abdur mulai memandang sinis tentang ajaran Islam. Ia melihat perempuan Muslim seperti kehilangan kebebasannya karena Jilbab. Namun ia bertanya-tanya, mengapa banyak perempuan Belanda yang memilih jadi Muslim.
Pada tahun 2004, ia mengunjungi Amsterdam. Sepanjang perjalanan, ia melihat Muslimah berjilbab yang berinteraksi dengan dua pelajar SMA. Mereka bertiga terlihat asik berbicara satu dengan yang lain. "Kok bisa yah," tanya Abdur.
Di saat bersamaan, informasi negatif tentang Islam dan Muslim banyak beredar. Abdur begitu mengikuti informasi tersebut. Karena penasaran, Abdur terus mencari informasi tentang Islam dan Muslim via internet. Informasi yang dicari Abdur termasuk soal mengapa perempuan Muslim harus mengenakan hijab. 
Ketika hari Ahad, Abdur mulai kembali mendatangi gereja. Namun, konsentrasinya terpecah. Ia pernah membaca satu ayat, surat An-Nisa ayat 171. Dikatakan ayat tersebut, Isa putra Mariam hanya Nabi Allah. Sementara, Yesus dalam pandangan gereja disebut sebagai Tuhan. 
"Yang aneh, mengapa saya harus berdoa melalui perantara, padahal seharusnya bisa dilakukan secara langsung," kenang dia.
Hati dan pikirannya kian goyah ketika ia berdiskusi dengan seorang Muslimah. Saat itu, Abdur utarakan rasa gundahnya. Oleh Muslimah itu, dikatakan hidayah telah mencapai Abdur. "Allah akan membimbing siapapun yang dikhendaki-Nya," kata Abdur menirukan perempuan tersebut.
Sejak itu, Abdur mulai berhenti mengkonsumsi alkohol dan daging babi. Awalnya, ia merasa sulit. Namun, perlahan ia mulai menolak dua zat itu masuk ke dalam tubuhnya. Ia dengan spontan memilih makanan dan minuman halal.
Langkah drastis mulai ditempuh Abdur. Ia mulai belajar untuk shalat. Awalnya ia merasa kesulitan, utamanya dari gerakan dan bacaan. Ia siasati masalah itu dengan membuat power point gerakan shalat dan bacaannya. Metode ini rupanya cukup efektif.
Pada satu momen, tibalah Abdur pada satu titik dimana ia harus memutuskan untuk menjadi Muslim atau tidak. Selama itu ia banyak berinteraksi dengan Muslim dan mulai meninggalkan gereja. Suatu hari, dengan mantap ia memutuskan menjadi Muslim. Ia tak lagi memikirkan konsekuensi dari keputusannya. 
"Alhamdulillah, saya menjadi seorang Muslim. Saat itu, yang saya pikirkan adalah Allah dan saudara seiman pasti akan membantu saya untuk menjadi Muslim yang baik," tuturnya. 

s

Tidak ada komentar:

Posting Komentar