Featured Video

Jumat, 03 Mei 2013

Lagi, Hukum Rimba di Luar Sidang-Pembunuh Istri Diamuk Keluarga Korban


Aksi main hakim sendiri alias hukum rimba terus berulang di Pengadilan Negeri Padang. Pa­da­ng sidang pembunuhan istri, Fitri Darmawati, 27, dengan terdakwa suaminya Afrizal, 33, kembali ricuh, kemarin.


Beberapa kali pukulan dari keluarga korban melayang ke kepala terdakwa, saat digiring puluhan polisi meninggalkan ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Padang. Pantauan Padang Ekspres usai sidang, petugas kepolisian dan kejaksaan ber­ge­gas mem­bawa terdakwa ke mo­bil  ta­hanan untuk dibawa ke LP Mua­ro. Namun, puluhan keluar­ga korban tampak sudah me­nan­ti di luar pengadilan.

Di antaranya telah standby di depan mobil. Sebagian lagi mengikuti terdakwa dari bela­ka­ng. Meski diapit puluhan pe­tu­gas, namun keluarga korban masih sempat melayangkan beberapa pukulan ke kepala terdakwa.

Sedangkan yang pe­rem­puan, meneriaki dan mencaci maki terdakwa. Sidang lanjutan beragendakan pemeriksaan saksi itu, dipimpin hakim Much­tar Agus Cholif, dengan hakim anggota  Jamaluddin dan Ka­mijon.

Jaksa penuntut umum (JPU)­, Irisa Nadeja meng­hadir­kan empat saksi, Alizar Cha­nia­go, Dahliar, 43, Aidil Yoga, 23, dan Yusmartina. Dari empat saksi, yang juga rekan kerja korban Fitri Darmawati di PT Raj Dular Brother, simpang tiga Rambutan, depan Kompleks Perumahan Kordang Damai, Ke­lurahan Balaibaru, Keca­matan Kuranji itu, mengaku tidak mengetahui pasti proses pembunuhan sadis itu.

“Saya sedang duduk di kedai. Saat orang-orang di dekat gu­dang PT Raj Dular berteriak, saya pun langsung masuk ke dalam,” ungkap Alizar Chaniago, yang mengaku melihat terdakwa keluar dari kawasan perusahaan.

Yusmartina, rekan kerja korban mengatakan, saat terjadi pembunuhan dia sedang bekerja di gudang PT Raj Dular. “Jadi, saya tidak melihat. Nah, saat sudah terdengar suara jeritan, semua karyawan berlari ke tem­pat kejadian. Tapi, saat melihat tubuh korban sudah berlumuran darah sekitar 100 meter dari gudang,” terangnya.

Sebelumnya, suami korban, terdakwa Afrizal sempat mene­le­pon untuk menanyakan ke­be­radaan korban. “Korban tidak punya HP. Biasanya kalau mau jemput istrinya, sering juga telepon ke saya. Sekitar sepuluh menit setelah itu, barulah pem­bu­nuhan itu terjadi,” terang Yus yang tidak menaruh curiga saat suami korban meneleponnya.

Dahliar yang juga pengawas PT, menuturkan hal senada. “Saya mendengar jeritan, dan saya juga berlari menuju tempat kejadian. Tapi, saya tidak men­dekat, karena saya lihat dari ke­jauhan korban sudah ber­man­dikan darah. Saya langsung balik ke ruangan,” ujarnya.

Aidil Yoga, yang juga bekerja di PT yang sama, mengaku mendapati korban sudah ber­lu­muran darah, tapi masih hidup. “Saya dengar korban me­nga­takan sakit beberapa kali,” ung­kap Yoga. Yoga melihat sekitar lima tusukan di tubuh korban. “Paling parah saya lihat di dada korban, dan rusuk kanannya,” ungkap Aidil, saksi lainnya.

Terdakwa Afrizal didam­pingi penasihat hukum (PH), Rinianti Abbas, tampak hanya menunduk. Terdakwa mengaku menerima semua keterangan dari para saksi.

Akibat perbuatannya, ter­dakwa diancam dengan Pasal 44 Ayat (3) UU No 23/2004 ten­tang Penghapusan KDRT jo Pasal 340 tentang Pembunuhan Berencana yang ancaman hu­ku­mannya tinggi. 


s

Tidak ada komentar:

Posting Komentar