Featured Video

Sabtu, 15 Februari 2014

Fukushima Toshiya: Islam Mengubah Jalan Hidup Saya

Ilustrasi
Ilustrasi

Yang paling dia sukai dari Islam adalah ajaran Tuhan itu satu (esa).
Perjumpaan Republika dengan Fukushima Toshiya tanpa kesengajaan di suatu festival kebudayaan Jepang yang digelar di Kota Bogor, beberapa waktu lalu. 


Ketika itu, lelaki kurus 55 tahun tersebut tengah sibuk di balik meja, menggurat-guratkan kuasnya di kanvas. Dia melayani para pengunjung festival yang ingin nama mereka diabadikan dalam bentuk aksara Jepang.

Di stan sederhana itu, Toshiya menjadi juru shodo, seni kaligrafi khas Negeri Sakura. Dibantu sang istri, Asniar Surbakti (49), yang seorang pribumi, Toshiya tampak ramah melayani para pelanggannya. 

Kepada Asniar, awalnya Republika sebatas menanyakan ini-itu tentang shodo dan beragam pernak-pernik Jepang yang mereka jajakan. Semakin lama, tema percakapan terasa semakin menarik.

Sudah barang tentu hal yang menarik adalah mengetahui si master shodo ternyata seorang mualaf. Lantas, mulailah Republika mengorek cerita yang lebih pribadi tentang keluarga berbeda bangsa itu. 

Di sela aktivitasnya melayani para konsumennya, Asniar yang seorang guru bahasa Jepang di sejumlah sekolah swasta itu berbagi cerita tentang suaminya.

Menurut pengakuan Asni, panggilan wanita asal Brastagi, Sumatra Utara, itu, perkenalannya dengan Toshiya terjadi di Medan sekitar 2003. Ketika itu, dalam rangka penelitian untuk karya tulis program magister bahasa Jepangnya di Universitas Sumatera Utara (USU), Asni menjalin pertemanan dengan seorang penutur asli bahasa Jepang.

Sayang, sang teman Jepang yang sangat dia harapkan bantuannya itu tak terlalu bisa diandalkan karena kebiasaannya mabuk-mabukan, sebagaimana gambaran pria Jepang pada umumnya. Beruntung, lewat teman Jepangnya yang pemabuk itu Asni berkenalan dengan Fukushima, orang Jepang lain yang menurutnya relatif lebih bisa diandalkan. 

Berawal dari urusan akademis, hubungan keduanya semakin romantis. Janda dan duda itu saling jatuh hati. Sayangnya, niat yang terbersit di hati keduanya untuk melanjutkan hubungan ke jenjang pernikahan terbentur urusan keyakinan. 

Sehebat apa pun Asni mencintai Fukushima, dia tidak bisa hidup dengan seorang yang berlainan agama. Untuk diketahui, Fukushima ketika itu adalah seorang penganut Buddha.

Tak ingin kehilangan perempuan yang dikasihinya, lelaki yang pernah bekerja di perusahaan otomotif ternama di negaranya itu mengalah dan mau mengucap syahadat untuk menjadi seorang Muslim. 

Tapi,sangat disesalkan, setelah pernikahan, Asni menyadari suaminya itu tidak benar-benar hijrah membawa hatinya menuju Islam. Dia tidak mau menjalankan shalat, juga ritual keislaman lainnya. Bahkan, dalam suatu pertengkaran, Asni mengaku Fukushima sempat bersumpah-serapah yang menyinggung keyakinannya.

"Mana Tuhanmu itu. Kalau dia ada, coba minta digolkan proyek kita," tutur Asni menirukan kata-kata suaminya. Kala itu, Asni dan Fukushima memang tengah mengupayakan suatu peruntungan bisnis.
Menghadapi sikap suaminya yang semakin konfrontatif terhadap Islam, Asni benar-benar patah arang. 

Perasaannya semakin lemas ketika seseorang di ujung saluran telepon mengabarkan bahwa proyek yang mereka nanti-nantikan tidak bisa terealisasi. Asni semakin bingung menghadapi suaminya.

Namun, menyerah tidak ada dalam kamus perempuan berdarah Batak Karo itu. Dia yakin, kalau manusia terus berikhtiar, Tuhan niscaya akan memberikan jalan. 

Terbukti, beberapa saat berselang, oleh orang yang sama dia dikabari proyek bisnis mereka disepakati. Hal itu menjadi keajaiban kecil dalam hidup Asni yang selalu dia ingat.

Asni melanjutkan, perlahan suaminya mulai benar-benar tertarik mempelajari Islam. Lelaki yang sudah berpetualang ke lebih dari 30 negara di dunia itu mengenal Islam lebih dalam dari kawan-kawan pria Asni yang pernah tinggal di Jepang. 

Para mantan ekspatriat itu rupanya lebih paham gaya mendiskusikan Islam dengan orang Jepang seperti Fukushima. Oleh mereka, Fukushima dikenalkan pada Alquran beraksara Jepang.

Cerita unik tentang Fukushima membuat Republika ingin mengonfirmasi langsung pada orangnya. Ketika melihat yang bersangkutan sedikit senggang, Republika memintanya bercerita. Dengan bahasa Inggris patah-patah khas orang Jepang, pria yang memiliki nama Islam Muhammad Thosi itu mengaku hidupnya berubah setelah mengenal Islam.

Fukushima bercerita, hal yang paling dia sukai dari Islam adalah ajaran bahwa Tuhan itu satu. Konsep yang berbeda dengan agama-agama lain yang dia kenal. "Islam benar-benar mengubah jalan hidup saya," tutur pria berkacamata itu dengan wajah antusias.

Dengan bangga, Fukushima mengaku kini dia telah berhenti minum alkohol, judi, bahkan merokok. Sejumlah kebiasaan yang pernah begitu lekat dengan hidupnya. 

Asni menambahkan, suaminya itu sekarang rajin menjalankan shalat lima waktu serta membaca Alquran.
Di luar urusan keyakinan, menurut Asni, sebenarnya dia dan sang suami memiliki cara pandang yang cocok tentang berbagai hal. Salah satunya, keduanya percaya bahwa hidup cukuplah sederhana dan yang terpenting adalah menikmatinya. Tak heran, kendati hidup tak berlimpah materi, keduanya mengaku merasa damai dan bahagia.

Pasangan paruh baya itu kini tinggal di Tangerang. Sehari-hari, Asni sibuk mengajar, sementara sang suami mengerjakan sejumlah pekerjaan paruh waktu, dari mulai membantu Asni di sekolah dengan menjadi instruktur bahasa Jepang, memberikan layanan pijat sihatsu, hingga menghadiri berbagai undangan acara yang memintanya menjadi juru shodo.
s

Tidak ada komentar:

Posting Komentar