Featured Video

Minggu, 02 Februari 2014

Sayangi Ibu

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sungkem pada ibundanya, Ny. Siti Habibah Soekotjo, di Istana Negara./ilustrasi
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sungkem pada ibundanya, Ny. Siti Habibah Soekotjo, di Istana Negara./ilustrasi

Waktu kecil Abdusy Syams (hamba Matahari) sangat sayang kepada seekor anak kucing betina, yang dalam bahasa Arab disebut Hurairah. Sejak itu dia dikenal dengan panggilan Abu Hurairah. Setelah masuk Islam, Rasulullah SAW lebih suka memanggilnya Abu Hirr sebagai
panggilan akrab, dan dia lebih suka panggilan itu. Abu Hirr artinya penyayang kucing jantan. Namun, Rasulullah SAW kemudian mengganti namanya menjadi Abdur Rahman (hamba Allah yang Maha Penyayang).
Abu Hurairah RA berasal dari suku Daus dan dia masuk Islam melalui Thufail bin ‘Amir ad-Dausy, salah seorang pemimpin suku tersebut. Setelah masuk Islam, pemuda ad-Dausy ini pergi ke Madinah menemui Nabi dan berkhidmat untuk Rasulullah sepenuh hati. Dia tinggal bersama ahli shuffah di beranda Masjid Nabawi. Tiap waktu dia bisa shalat di belakang Nabi dan mendengarkan pelajaran berharga dari Nabi. 
Abu Hurairah punya ibu yang sudah tua dan sangat disayanginya. Dia ingin ibunya memeluk Islam, tapi menolak bahkan mencela Rasulullah SAW. Abu Hurairah sangat sedih. Dia pergi menemui Rasulullah sambil menangis. “Mengapa engkau menangis wahai Abu Hirra?” sapa Nabi. Abu Hurairah menjelaskan apa yang menyebabkan hatinya galau, sambil meminta Rasul mendoakan ibunya. Lalu Nabi berdoa agar ibu Abu Hurairah terbuka hatinya untuk menerima Islam. 
Suatu hari Abu Hurairah menemui ibunya. Sebelum membuka pintu dia mendengar suara gemericik air, kemudian terdengar suara ibunya. “Tunggu di tempatmu, Nak.” 
Setelah dipersilakan masuk, Abu Hurairah kaget tatkala ibunya langsung menyambut dengan ucapan dua kalimat syahadat. Alangkah bahagianya Abu Hurairah, keinginannya tercapai. Segera dia kembali menemui Rasulullah. “Dulu aku menangis karena sedih, sekarang aku menangis karena gembira.” 
Walikota Solo, Joko Widodo (kiri) sungkem untuk memohon doa restu kepada ibunya/ilustrasi.
Walikota Solo, Joko Widodo (kiri) sungkem untuk memohon doa restu kepada ibunya/ilustrasi.

Abu Hurairah sangat menyayangi ibunya, terlebih setelah ibunya masuk Islam. Dia selalu hormat dan berbakti kepada ibunya. Setiap akan pergi meninggalkan rumah dia berdiri lebih dahulu di depan pintu kamar ibunya mengucapkan salam, “Assalamu‘alaiki wa rahmatullah wa barakatuh, ya ummah!” Ibunya menjawab dengan lembut, “Waalaikassalam wa rahmatullahi wa barakatuh, ya bunayya.” 
Kemudian, Abu Hurairah mendoakan ibunya, “rahimakillahu kama rabbaytini shaghira”(semoga Allah mengasihi ibu sebagaimana ibu merawatku waktu kecil). Ibunya mem ba las doa putranya dengan doa yang tidak kalah indahnya, “wa rahimakallahu kama barartani kabira” (semoga Allah mengasihimu sebagaimana engkau berbuat baik kepadaku setelah engkau dewasa). 
Abu Hurairah aktif mengajak orang lain agar memuliakan dan berbuat baik dan menyayangi kedua orang tua. Suatu hari dia melihat dua orang berjalan bersama, yang satu lebih tua dari lainnya. Abu Hurairah bertanya kepada yang muda, siapa orang tua ini? “Ba pakku”, jawab anak muda itu. 
Lalu Abu Hurairah menasihatinya. “Janganlah engkau memanggilnya dengan menyebut namanya. Jangan berjalan di hadapannya. Dan jangan duduk sebelum dia duduk lebih dahulu.” Begitulah, sisi lain Abu Hurairah, yang sangat sayang kepada ibunya dan hormat kepada yang lebih tua. 
s

Tidak ada komentar:

Posting Komentar