Featured Video

Senin, 09 Juni 2014

EFEKTIFITAS DUKUNGAN 19 KEPALA DAERAH KE PRABOWO-HATTA

Sebanyak 19 dari 20 kepala daerah di Sumatera Barat yang terdiri dari gubernur dan 18 bupati/walikota mendukung pasangan capres-cawapres Pra­bowo Subianto-Hatta Rajasa dan  langsung menjadi ketua tim pemenangan di daerah masing-masing. Hanya kepala daerah Kabupaten Mentawai saja yang membe­rikan dukungan kepada Joko Widodo-Jusuf Kalla.

Karena nyaris 100 persen kepala daerah di Ranah Minang mendukung pasangan capres-cawapres nomor urut 1, lalu apakah pasangan kandidat yang disung oleh Partai Gerindra, PAN, PKS, PPP, PBB dan Partai Golkar itu akan menang telak di Sumatera Barat? Tim Pemenangan Prabowo-Hatta telah menargetkan pero­lehan suara di Sumatera Barat sebesar 80 persen.
Jika ingin jawaban final dari pertanyaan di atas, tentu harus menunggu hasil penghitungan suara Pilpres 2014 wilayah Sumatera Barat. Tapi kalau diprediksi, belum ada jaminan Prabowo-Hatta akan menang telak. Mengapa belum ada jaminan akan menang telak di Sumatera Barat?
Karena kemenangan itu tidak bisa ditentukan oleh banyak atau sedikitnya kepala daerah yang mendukung salah satu pasangan kandidat. Yang memiliki hak suara yang real itu adalah masyarakat yang memiliki hak pilih. Hak pilih yang diberikan oleh rakyat badarai di bilik suara, sama nilainya dengan hak pilih yang diberikan oleh seorang pejabat. Itulah yang dimaksud one man one vote.
Jika Tim Pemenangan Prabowo-Hatta di Sumatera Barat bekerja dengan maksimal di bawah koordinasi masing-masing Walikota/Bupati yang menjadi ketua tim pemenangan di kabupaten/kota, tentu saja target 80 persen tersebut adalah target realistis. Karena berbagai langkah-langkah strategis dan populis dapat dilakukan. Tapi kalau para kepala daerah dan para tokoh Sumatera Barat hanya sekedar tumpang nama saja, jangan harap target tersebut bakal terealisasi.
Ada beberapa hajatan politik yang bisa dijadikan referensi bahwa banyaknya jumlah partai politik yang mengusung dan banyaknya kepala daerah, plus para tokoh yang memberikan dukungan tidak menja­min kandidat itu yang akan terpilih. Contoh yang paling dekat terjadi di Pilkada Kota Padang putaran kedua.
Pada Pilkada Padang putaran kedua hanya dua pasangan calon Walikota-Wakil Walikota yang berkompetisi, yakni Desri Ayunda-James Hellyward dan Mahyeldi Ansharullah-Emzalmi. Desri-James atau (DeJe) didukung oleh PDIP, Hanurta, Partai Golkar, Partai Demokrat, PAN dan PKPI. Sejumlah kepala daerah kota/kabupaten di Sumbar pun ikut memberikan dukungan dan mengimbau agar warga Kota Padang memilih Deje. Beberpa tokoh Sumbar juga mendukung pasangan itu. Tapi hasil perolehan suara ternyata yang menang adalah adalah pasangan Mahyeldi-Emzalmi yang hanya diusung oleh PKS dan PPP.
Pada Pemilihan Gubernur DKI Jakarta putaran kedua tahun 2012 lalu juga terjadi kondisi yang sama. Pasangan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli yang didukung oleh parpol besar seperti Partai Demokrat, PKS, Golkar, PPP, PAN dan lainnya kalah oleh pasangan Joko Widodo (Jokowi)- Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Banyak hasil survei yang terbantahkan oleh hasil Pilgub DKI Jakarta tersebut. Ke­simpulan akhirnya, mesin politik tak berjalan dan  kehendak masyarakat tak bisa ditolak.
Dari dua kasus pilkada tersebut kedua kubu mesti dapat mengambil pelajaran yang berharga. Kubu Prabowo-Hatta di Sumatera Barat, jangan cepat merasa jumawa ketika 19 kepala daerah dan para tokoh serta ulama memberikan dukungan kepada pasangan nomor urut 1 tersebut. Rasa jumawa itu bisa menyebabkan mesin politik tak bergerak. Sedangkan kubu Jokowi-Jusuf Kalla jangan merasa putus asa, karena fenomena di Pilkada DKI Jakarta dan Pilkada Kota Padang bisa saja  terjadi di Pilpres 2014 untuk wilayah Sumatera Barat. **h

Tidak ada komentar:

Posting Komentar