Featured Video

Selasa, 11 November 2014

Jihad Mendamaikan

Jihad Mendamaikan
Karikatur dengan stereotip buruk Muslim dalam presentasi Shireen Burki yang disampaikan saat kuliah di Kampus Militer, berjudul Jihad: Definisi dan Operasinya.
Oleh: Dadang Kahmad

Berbagai tuduhan negatif tengah menimpa umat Islam di berbagai belahan dunia. Islam dituding sebagai agama yang melegitimasi kekerasan. Penyebabnya, segelintir umat memaknai jihad sebagai perang, peperangan, dan militansi.


Pemahaman atas kata jihad yang salah telah menutupi riak keagungan Rahmatan lil alamin yang dikandung Islam. Ajaran perdamaian di dalam Islam pun terkikis.

Ashgar Ali Engineer dalam buku bertajuk On Developing Theology of Peace in Islam (Alinea, 2004: 7-8) mengatakan, stereotipe Barat terhadap Islam selalu mengarah pada kecurigaan bahwa Islam pencetak fanatisme, radikalisme, teror, dan kekerasan. Sebagian orang dalam memaknai terminologi jihad dalam Alquran, dengan pemaknaan jihad sebagai perang fisik pada konteks kekinian, katanya, tidak sesuai dengan semangat zaman.

Ketika jihad dimaknai sebagai kekerasan, secara sosiologis akan menutupi keagungan Islam sebagai agama yang penuh perdamaian. Jihad berasal dari akar kata jahada yang bermakna menggunakan kemampuan, usaha, dan upaya sungguh-sungguh. Hampir sama dengan makna dari kata juhud yang berarti kemampuan, kekuasaan, kekuatan, usaha keras, motivasi kuat, dan kerja sungguh-sungguh.

Karena itu, makna jihad sesungguhnya ialah segala usaha keras guna menerjemahkan secara kreatif dan sungguh-sungguh ajaran Islam untuk mengaplikasikannya di dalam situasi baru. Jadi, jihad ialah suatu wujud usaha keras melakukan kontekstualisasi ajaran Islam dengan semangat zaman hanya untuk kepentingan di jalan Allah (fi sabilillah).

Dalam Alquran, kita akan menemukan penyebutan “perang” dengan kata qatilu, qaatil, qiital, dan lain-lain. Tidak dengan menggunakan kata jihad untuk merujuk perang. Kendati ada kata “perang” dalam Alquran, peperangan yang diperbolehkan Islam harus menjunjung tinggi aturan sosial yang berlaku dan mesti dilakukan dalam rangka mempertahankan diri (defensif) ketimbang menyerang (ofensif).

Ketika dalam kondisi sedang berperang, seorang Muslim wajib melakukan perdamaian ketika musuh meminta damai. Nabi Muhammad SAW malahan selalu memilih berdamai dengan musuh ketika mereka meminta perdamaian melalui perjanjian untuk menciptakan iklim kondusif. Alquran menjelaskan, “Dan jika mereka condong kepada perdamaian maka condonglah kepadanya dan bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya, Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS al-Anfal [8]:61).

Perdamaian merupakan tujuan utama diturunkannya Alquran ke muka bumi. Sebagai way of life, Alquran mengandung nilai-nilai etika sosial yang bersifat universal yang bakal menciptakan perdamaian kalau diperjuangkan sungguh-sungguh. Alquran juga menginformasikan kepada umat Islam bahwa sesama manusia harus saling mencintai dan mengasihi (QS 60:7), berbuat baik dan adil kepada musuh (QS 60:8); hal ini mengindikasikan, kehidupan harus dipenuhi dengan perdamaian.

Karena itu, kita sejatinya memahami Islam sebagai agama yang mengajarkan pentingnya menebarkan perdamaian di muka bumi dengan berusaha menciptakan iklim inklusif, toleran, nyaman, tentram, dan aman di medan sosial. Wallahua'lam bish shawab.r

Tidak ada komentar:

Posting Komentar