Featured Video

Sabtu, 01 Agustus 2015

Kaki Kaki Untuk Mimpi Remaja Putri

Chloe Purnama baru berusia 14 tahun, tetapi ia sudah bisa membuktikan diri sebagai pengusaha yang berhasil. Usaha dalam jaringan yang digelutinya menghasilkan omzet Rp 600 juta per tahun. Dari omzet itu, 70 persen pendapatannya disumbangkan untuk anak-anak yang membutuhkan bantuan.


KOMPAS/LARASWATI ARIADNE ANWAR
Siswi kelas X Sekolah Ichtus ini berkiprah di wirausaha daring sejak usia 11 tahun. Jalan yang dipilihnya itu membuat dirinya jatuh bangun. Namun, ia tetap tak gentar dan bersemangat melakukan yang terbaik dalam mengembangkan usaha dan membantu teman-teman sebayanya.
Semangat Chloe menjadi wirausaha daring dilatarbelakangi tragedi yang menimpa keluarganya. Ketika Chloe berusia 8 tahun, salah satu dari adik kembarnya perempuan, Clida, yang kala itu berusia 3 tahun, meninggal karena kanker otak. Padahal, gadis cilik itu sudah melewati berbagai jalan pengobatan, baik di Tanah Air maupun di Singapura.
"Keluarga saya benar-benar terpukul. Kami merasa tidak bersemangat untuk berbuat apa pun," jelas Chloe yang hadir sebagai salah satu narasumber pada seminar Women for the World, sebuah organisasi pemberdaya perempuan, pertengahan Juni lalu.
Di tengah suasana duka tersebut, salah seorang teman di tempat mereka beribadah mengajak Chloe dan keluarganya melakukan bakti sosial dengan mengunjungi tempat anak-anak yang membutuhkan pertolongan. Saat itu, Chloe menginjak 11 tahun. Dia terenyak melihat pengalaman hidup anak-anak yang tinggal di rumah singgah, panti asuhan, bahkan kolong jembatan di Jakarta dan Bekasi.
"Banyak dari mereka yang sakit seperti Clida, tetapi tidak punya biaya untuk ke dokter. Saya baru sadar bahwa kesedihan saya mungkin tidak bisa dibandingkan dengan kehidupan mereka," tutur Chloe.
Di usia remaja itu, ia terpanggil membantu, tetapi kebingungan mencari cara. Ia berpendapat, cara yang paling masuk akal adalah dengan mengumpulkan uang yang kemudian disumbangkan kepada mereka yang membutuhkan bantuan seperti yang ditemuinya di rumah singgah.
Kesadaran itu mengantar Chloe untuk memulai bisnis kecil-kecilan agar menghasilkan uang. Ia menjual pensil, aksesori telepon seluler, dan pernak-pernik kepada teman-teman di sekolah. Bisnis tersebut ia geluti selama enam bulan. Akan tetapi, meski Chloe berusaha menjual pensil dan aksesori sebanyak-banyaknya, keuntungan yang didapat relatif kecil karena harga barang-barang itu murah.
Beberapa bulan kemudian, pada September 2012, Chloe mendapat telepon pintar untuk pertama kalinya. "Telepon itu bekas punya Mama. Meski model lama, telepon itu memberi saya kesempatan untuk bergabung dengan berbagai aplikasi media sosial," kenang Chloe.
Berbekal keanggotaan di berbagai media sosial dan grup percakapan, Chloe lebih gencar memasarkan barang yang dijualnya. Variasi barang yang dijual pun bertambah. Selain pensil dan aksesori telepon, Chloe mulai menambah kosmetik, perhiasan, dan pakaian. "Salah seorang senior mengajari saya cara berbisnis dengan memakai telepon pintar," ujarnya.
Perlahan-lahan, lapak daringnya mulai dikenal di dunia maya. Ia menjual pembersih tangan antibakteri beraroma buah-buahan, baju, tas, makanan, dan pernak-pernik. Setelah produknya mulai laku, Chloe membuka laman di media sosial Instagram.
"Saya jadi rajin browsing ke blog-blog cewek yang terkenal untuk tahu tren di kalangan remaja perempuan," katanya.
Ditipu dan rugi
Musibah menerpa Chloe ketika toko daringnya semakin terkenal. Salah seorang pembeli memesan barang dalam jumlah besar, Chloe pun dengan senang hati mengirimkannya. Pembeli tersebut berkabar bahwa ia sudah mentransfer uang pembayaran. Akan tetapi, kabar tersebut ternyata bohong. Chloe rugi Rp 3 juta karena pengiriman barang telah dilakukannya. Jumlah yang besar bagi seorang remaja berusia 11 tahun yang baru mulai berbisnis.


Di masa sulit tersebut, kedua orangtuanya memberi semangat dan terus mendorong Chloe. Ia juga mendapat pelajaran berharga bahwa berbisnis bukan hal yang mudah, melainkan penuh kerja keras dan ketelitian.
"Papa dan Mama bilang, kalau saya menyerah, berarti saya lupa dengan janji kepada teman-teman yang ingin saya tolong," tuturnya.
Chloe pun bangkit dan lebih berhati-hati dalam menerima pesanan. Ia rutin memastikan bahwa pemesan ataupun penyedia barang benar-benar ada sehingga kemungkinan untuk ditipu semakin kecil. Selain itu, ia juga memberanikan diri untuk meminta bantuan orang-orang terkenal untuk mempromosikan barang-barang dagangannya.
"Saya memberanikan diri menghubungi penyanyi atau bintang film untuk bertanya mau atau tidak mempromosikan produk yang saya jual melalui media sosial? Eh, ternyata mereka mau," kata Chloe sambil tertawa.
Beberapa artis yang sudah membantu mengiklankan produk Chloe adalah Sharena Delon, Ardina Rasti, dan Olivia Lazuardy.
Chloe juga mempromosikan la-man-laman jualan daring milik orang lain ketika diminta. Semua dilakukan dengan cuma-cuma seperti orang lain melakukan terhadap produk jualannya. Ia mengatakan, justru ketika ia semakin banyak membantu orang lain, semakin mendapat bantuan dari orang-orang yang tidak dikenal dalam mempromosikan usahanya.
Mimpi lebih tinggi
Walaupun kini sudah berhasil, Chloe tetap konsisten dengan janjinya menyumbangkan 70 persen pendapatan kepada teman-teman yang tidak mampu. Dia mengatakan, bisnis daring yang dikelolanya menghasilkan omzet Rp 600 juta setiap tahun. Setelah dikurangi modal dan laba, sebanyak Rp 450 juta digunakan untuk membantu sesama. "Dari jumlah itu, 25 persen saya ambil sebagai untung, sisanya saya sumbangkan," kata Chloe.
Ia mengatakan, dana tersebut disalurkan ke sejumlah rumah singgah yang dikelola ibunya di Jakarta dan Bekasi. Setiap rumah mendapat jumlah dana bantuan yang sama besar. Dana tersebut digunakan untuk membeli makanan, alat tulis, meja, biaya guru yang mengajar, bakti sosial, sembilan bahan pokok, dan mendukung sekolah bagi keluarga kurang mampu di Tangerang.
Semangat tersebut juga ia tularkan kepada adiknya, Euclia (8). Ia mencontohkan bahwa kesuksesan di bidang akademi, ekstrakurikuler, dan bisnis tidak berarti apa-apa jika tidak diiringi kepedulian membantu orang lain. "Inilah sekolah yang sebenarnya buat saya," ujarnya.
Ia juga tidak mengorbankan waktu sekolah demi menjalankan bisnis. Segala pemesanan ditangani ketika semua urusan persekolahan pada hari tersebut sudah diselesaikan. "Tanpa pendidikan yang baik, akan sulit untuk menjalankan bisnis dengan baik," katanya.
Di akun Instagram, tempatnya mewujudkan janji kepada anak-anak yang membuatnya merasa terpanggil dan mengumpulkan dana untuk membantu, Cloe menyebut diri sebagai seorang anak perempuan dengan mimpi-mimpi yang lebih tinggi dari awan-awan. Mimpi-mimpi itu mulai diberi kaki sebagai pijakan.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 30 Juli 2015, di halaman 16 dengan judul "Kaki-kaki untuk Mimpi Remaja Putri".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar