Featured Video

Selasa, 05 Desember 2017

Derai Air Mata di Stasiun Kereta Bukittinggi

Seorang ibu yang mengendong anaknya, berusaha menghalangi proses pembongkaran. Gatot.
“Jelas Ini sangat mengecewakan. Selama ini, usulan untuk musyawarah mufakat belum ada, tapi sudah di eksekusi. Untuk itu warga dipersilahkan untuk menuntut ke Pengadilan” Benni Yusrial, Ketua DPRD Bukittinggi.



Pembongkaran puluhan rumah yang dilakukan PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) Divre II Sumbar di Emplasemen Stasiun Bukittinggi, Senin (4/12) diwarnai kericuhan. Kaum ibu dan mahasiwa menentang penggusuran. Tapi apa daya, tenaga yang mereka miliki tidak kuasa menahan. Penggusuran tetap dilaksanakan. Satu persatu, bangunan dirobohkan. Ada isak tangis mengiri eksekusi itu.
Sambil menggendong anaknya yang berusia dua tahun, Amelia nekat mendekati alat berat yang tengah bekerja merobohkan bangunan. Ibu rumah tangga ini mendesak agar alat berat berhenti melakukan pembongkaran. Warga penyewa aset PT Kereta Api Indonesia (KAI) lainnya pun histeris bahkan jatuh pingsan saat mencoba menghalangi pembongkaran rumah-rumah warga oleh alat berat. “Jangan dibongkar,” ujarnya. Namun terlambat, alat berat sudah bekerja.
Kumar Chan, Ketua Organisasi Penyewa Aset Kereta Api Indonesia (Opakai) menyebutkan, warga menuntut penuntasan ganti rugi sebelum rumah mereka dibongkar. Pembongkaran bangunan dan rumah-rumah yang dilakukan secara sepihak akan berdampak pada ratusan warga. Jika pembongkaran tetap dilakukan, warga mengancam akan menginap di jalan raya. "Ini akan dibangun hotel dan balkondes. Kalau untuk reaktivasi kereta api untuk sarana transportasi publik warga tidak menolak. Dari 157 pengontrak dengan PT KAI secara resmi 80 persen merupakan warga miskin. Penggusuran secara brutal seperti ini bisa jadi kami memindahkan warga ke jalan raya karena tidak ada uang untuk menyewa atau mengontrak tempat," kata Kumar Chan.
Meski dihalangi dan mendapat penolakan warga, pembongkaran tetap berjalan. Ratusan personel gabungan Polri, TNI, dan Satpol PP yang disiagakan di lokasi melakukan pengawalan ketat untuk melancarkan pembongkaran bangunan yang berdiri di atas lahan PT KAI ini. Manajer Aset PT KAI Divisi Regional 2 Sumbar Dedi mengaku pembongkaran yang dilakukan sudah melalui proses dan SOP yang berlaku. PT KAI telah melakukan beberapa kali penundaan pembongkaran dan telah memberikan uang kerahiman sesuai aturan.
Pembongkaran pun dilakukan setelah adanya surat peringatan (SP) 1, SP 2, dan SP 3, hingga surat pemberitahuan pembongkaran. Pengosongan lahan milik KAI yang disewakan ke warga ini dilakukan untuk mengoptimalkan penggunaan lahan seluas 41.569 meter persegi yang merupakan tindak lanjut dari kunjungan Menteri BUMN Rini Soemarno ke Bukittinggi pada 26 Februari 2017. Ini dilakukan untuk mendukung sektor unggulan daerah ini yaitu sektor pariwisata.
Namun, proses pembongkaran bangunan terpaksa dihentikan sekitar pukul 12.00 WIB. Penghentian itu sehubungan dengan permintaan dari DPRD Bukittinggi untuk dapat menunda pembongkaran bangunan 1X24 Jam, supaya warga dapat memindahkan barang barang mereka.
Kepala Divisi Regional II Sumbar PT KAI  Sulthon mengatakan,  pembongkaran bangunan terpaksa ditunda 1 x 24 jam, sesuai dengan permintaan dari anggota DPRD Bukittinggi. “Besok (hari ini-red) pembongkaran kita lanjutkan pada pukul 12.00 WIB. Penundaan yang kami lakukan sehubungan dengan permintaan dari DPRD Bukittinggi supaya warga dapat mengevakuasi barang-barangnya. Oleh karena itu  kami menghormati anggota dewan di sini," sebut Sulthon.

Ia menjelaskan, sebelum dilakukan pembongkaran pihaknya telah melakukan upaya sosialisasi kepada warga semenjak Januari lalu. Bahkan, pihak PT KAI telah beberapa kali menyurati warga mulai dari SP I hingan SP III agar warga dapat mengosongkan lahan yang mereka tempati. Terakhir, PT KAI juga melayangkan kembali surat pemberitahuan  dengan nomor KA. 203/XI/9/DV.2-2017, tertanggal 23 November 2017, yang meminta warga untuk dapat melakukan penggosongan lahan. Namun dari beberapa surat pemberitahuan yang dikirimkan itu tidak diindahkan oleh warga. “Jauh jauh hari kita telah melakukan sosialisasi kepada warga, mulai dari pemberitahuan  SP1 sampai SPIII. Surat pemberitahuan yang kita kirimkan pada intinya memohon kepada warga untuk dapat mengosongkan lahan di Empasemen Stasiun Bukittinggi. Surat tersebut tidak dihiraukan dan warga tetap bersikeras, maka kejadiannya seperti ini. Pengosongan lahan/pembongkaran bangunan  yang dilakukan PT KAI telah sesuai prosedur. PT KAI Divre II  Sumbar hanya melaksanakan perintah dari pusat. Proses yang dilalui juga  sudah melalui SOP yang berlaku,” ujar Sulthon
Kapolres Bukittinggi AKBP Arly Jembar Jumhana mengatakan, dalam proses pembongkaran yang dilakukan, pihaknya menurunkan sebanyak 600 orang personil gabungan dari pihak kepolisian, TNI ditambah dengan Pegawai PT KAI. Menurut Arly, aparat kepolisian hanya melakukan pengamanan agar proses pembongkaran tidak sampai terjadi tindakan anarkhis. “Dari Kepolisian, kita hanya menurunkan sebanyak 300 personil dan ditambah dengan TNI dan PT. KAI sehingga berjumlah 600 personil,” kata Arly.
Dari Hasil kesepakatan bersama antara PT. KAI, Ketua DPRD Bukittinggi  dan organisasi penyewa Opokai sehingga disepakati proses pembongkaran ditunda 1 X 24 jam untuk memberikan waktu kepada warga agar dapat mengosongkan rumahnya. “Alhamdulillah,proses pembongkaran berjalan dengan baik. Kita menghimbau agar warga memanfaatkan waktu yang diberikan itu, untuk mengosongkan rumahnya dan pindah ke tempat lain. Nantinya kita akan selalu memantau perkembangan dilapangan,” jelas Arly.
Ia menegaskan, sesuai dengan permintaan warga agar keberadaan Mesjid Mubarak dan MDA di lahan PT KAI tetap dipertahankan dengan artian tidak dibongkar. Bahkan Kapolres meminta pihak PT. KAI untuk mempercantik mesjid dan MDA tersebut.
Wakil Rakyat Geram
Anggota DPRD Kota Bukittinggi merasa geram dengan tindakan pembongkaran yang dilakukan oleh PT KAI. Hal ini sehubungan tidak adanya pemberitahuan dari PT KAI kepada DPRD untuk melakukan pembongkaran bangunan di Stasiun Bukittinggi. Bahkan anggota DPRD turun langsung ke lokasi untuk mengawasi jalannya pembongkaran. Anggota dewan tersebut tersebut mengaku miris dengan langkah yang diambil  oleh PT KAI. Apalagi surat pemberitahuan pembongkaran juga tidak ditembuskan kepada DPRD.
Ketua DPRD Bukittinggi, Beny Yusrial mengungkapkan, kekecewaannya terhadap PT KAI dengan proses pembongkaran yang dilakukan. Selama ini, katanya, berbagai upaya telah dilakukan oleh DPRD bersama warga agar pengosongan lahan tidak dilakukan sebelum adanya musyawarah dan mufakat.  Beny juga mengusulkan kepada warga untuk menyelesaikan masalah ini ke pengadilan secara resmi. “Kami ini lembaga resmi. Tapi tidak dianggap dengan tidak adanya tembusan surat untuk melaksanakan pembongkaran kepada DPRD. Jelas Ini sangat mengecewakan. Untuk itu warga dipersilahkan untuk menuntut ke pengadilan,” tegas Beny.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD, Yontrimansyah juga menyatakan kekecewaannya. Langkah pembongkaran bangunan yang dilaksanakan PT KAI, menjadi salah satu bentuk tidak dihargainya lembaga resmi pemerintahan. “Sawah di Bukittinggi ko lah indak bapamatang. Masuk ke rumah orang tapi tidak permisi, itu istilahnya. Seharusnya harus ada pemberitahuan ke DPRD untuk melakukan pembongkaran. Selama ini, usulan untuk musyawarah mufakat belum ada, tapi sudah di eksekusi,” ungkapnya kecewa.
Hal sebada juga disampaikan Ketua Komisi III DPRD Bukittinggi Rusdy Nurman. “Masalah ini harus ada jalan keluarnya. Jangan langsung main bongkar dan kerahkan alat berat seperti ini,” ungkapnya. H

Tidak ada komentar:

Posting Komentar