Featured Video

Minggu, 24 Juli 2011

SEPINYA SURAU KAMI’


PEMERHATI dan peneliti budaya Kerinci Iskandar Za­karia menilai, budaya Surau selaku rumah ibadah alternatif umat muslim selain masjid, di kabupaten Kerinci saat ini terus meredup dan nyaris hilang dari kehidupan masya­rkat.

“Sekarang budaya me­maksimalkan fungsi dan ke­beradaan surau-surau se­makin mengecil bahkan nyaris meng­hilang, juga di desa-desa yang dulu menjadi pusat penyebaran budaya surau hingga jadi identitas unik mat Islam di Kerinci tersebut,” ungkap budayawan Kerinci Iskandar Zakaria, di Kerinci, Senin.
Dipaparkannya, dulu surau adalah rumah ibadah alternatif yang terdapat di hampir setiap desa, biasanya keberadaa surau selalu di bangun di ujung desa, di tepian sungai.
Fungsinya, jelasnya selain sebagai rumah ibadah alternatif bagi masyarakat setempat, juga sebagai tempat singgah, istirahat dan beribadah para petualang atau musafir pejalan kaki yang zaman dulu sebelum adanya kendaraan sering dilakoni masyarakat Kerinci dalam menambah upayanya penga­laman hidup dan berbagi pe­ngetahuan ke masyarakat di desa lain.
“Selain itu, yang pasti surau itu dimanfaatkan anak-anak dan remaja sebagai tempat mengaji Magrib-Isya yang dilakoni setiap sore. Bangunan surau yang sederhana dan mungil sangat pas jadi tempat bagi penempaan jiwa anak-anak di pedesaan,” terangnya.
Saat ini, keberadaan surau-surau di ujung desa tersebut sudah jarang bisa ditemui lagi, karena banyak yang sudah roboh dan atau telah berubah jadi lahan bangunan peru­mahan, atau jembatan.
Di sisi lain, pemungsian masjid pun memang semakin maksimal sebagai rumah ibada dan sarana bagi berbagai ke­perluan umat atau masya­rakat, karena itu dengan sendirinya keberadaan surau pun teral­fakan  tanpa sengaja, seiring semakin dinamisnya gaya hidup masyarakat mo­deren yang juga telah men­jangkit sampai ke desa-desa di Kerinci saat ini.
“Mana ada orang zaman se­karang yang mau jadi mu­­sa­­fir berjalan kaki dari desa ke desa sekedar untuk mencari pe­ngalaman hidup atau ber­dakwah berbagi ilmu ke warga lainnya di desa-desa, ketika jalanan sudah beraspal dan kendaraan su­dah banyak ter­sedia, karena itulah dengan sendirinya surau teralfakan tanpa di­sengaja dan tanpa disadari,” papar Iskandar.
Kalaupun saat ini masih bisa menemukan  surau di desa-desa tertentu namun dipastikan keberadaannya sangatlah menyedihkan karena fisiknya kini hanyalah terlihat seperti bangunan tua yang ditelantarkan, bahkan tidak jarang yang hanya tersisa berupa puing.
“Padahal keberadaan Su­rau di Kerinci tidaklah sebatas seni arsitektur atau sarana pelengkap, melainkan juga sudah menjadi satu catatan dan ciri budaya masyarakat yang menyatu dengan kehidupan masyarakat yang alamiah dan agraris,” terangnya.(ant)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar