Featured Video

Senin, 18 Juli 2011

Sumbar tak Lagi Swasembada Cabai


BUKITTINGGI, HALUAN — Sumatera Barat, satu sentra cabai merah di Sumatera, sejak beberapa tahun terakhir tidak bisa lagi memenuhi kebutuhannya, dan mendatangkannya dari Solo (Jawa Tengah) dan Curup (Bengkulu), serta Sumatera Utara yang jumlahnya ratusan ton, setiap pekannya.

“Produksi cabai merah asal sejumlah sentra di Sumbar, tak lagi cukup memenuhi kebu­tuhan lokal, dan harus men­datangkan dari sejumlah kota di antaranya dari Solo, Bengkulu dan Sumatera Utara,” kata Antoni (30-an), pedagang besar cabai merah di pusat perdagangan sayuran, di Pasar Aur Kuning, Kota Bukittinggi, Minggu (17/7).
Pasar Aur dikenal sebagai pusat transaksi sayuran, berupa cabai merah, bawang merah, bawang putih, dengan nilai transaksi berkisar ratusan juta rupiah per hari, terutama pada hari-hari tertentu.
Cabai merah selain dijual dalam bentuk segar juga diolah menjadi cabai giling, yang pemasarannya untuk kota-kota di Sumbar, termasuk ke daerah pulau-pulau di Kab. Kepulauan Mentawai, yang berjarak hingga 150 mil dari Padang.
“Cabai merah asal sejumlah sentra di Kab. Agam, Padangpanjang, terutama dari kawasan dataran tinggi wilayah perbukitan Gunung Singgalang, sudah semakin berkurang,” kata Antoni menambahkan. Sentra cabai merah lainnya, lanjut dia, berada di Kab. Solok, satu wilayah dataran tinggi (di atas 800 dari permukaan laut), tujuan pasar ke Kota Padang, atar berjarak sekitar 60 KM.
Ia mengaku, tiap pekannya meminta pesanan cabai merah dari Solo, Jawa Tengah itu, jumlah bervariasi, terkadang mencapai 12 ton per pekan, untuk hari-hari tertentu.
Hal yang sama juga dilakukan belasan pedagang lainnya di kawasan pusat per­dagangan be­sar sa­yu­ran di Pasar Aur Kuning itu.
Posisi harga cabai se­jak be­be­rapa bulan terakhir ini, cenderung bertahan pa­da posisi yang relatif rendah yak­ni Rp8.000 hingga Rp12.000/kg, katanya dan memperkirakan, dalam beberapa hari ini tampak posisi harga mulai menguat.
“Sepertinya sudah rutin tiap memasuki bulan Ramadan, harga mulai beranjak naik,” katanya dan menambahkan, tahun-tahun lalu memasuki bulan puasa posisi harga naik menjadi Rp20.000-an/kg.
Ia tidak bisa memprediksi posisi harga memasuki bulan puasa yang tersisa 10 hari lagi itu. “Sulit kini memper­kirakannya,” katanya.
Cabai asal sejumlah sentranya di Sumatera Barat, selain untuk konsumsi lokal, juga dipasarkan ke sejumlah kota di Sumatera, yakni ke daerah-daerah provinsi tetangga, Jambi dan Riau.
“Tergantung posisi harga, di mana harga tinggi, biasanya pedagang setempat meminta dikirim ke daerahnya, termasuk ke sejumlah daerah di Jambi, Riau bahkan ke Bengkulu,” katanya. (ant)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar