Featured Video

Rabu, 01 Februari 2012

Tidak Ada Pajak Warteg, yang Ada Pajak Restoran


KOMPAS/TOTOK WIJAYANTOSuasana warung Tegal atau lebih dikenal dengan istilah warteg di kawasan Jalan DR Sam Ratulangi, Menteng, Jakarta, Kamis (2/12/2010).


JAKARTA,  Setelah berbagai penolakan dilakukan oleh para pedagang warung tegal (warteg) terkait dengan isu pajak warteg, Kepala Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta Iwan Setiawandi, menegaskan bahwa yang ada hanyalah pajak restoran sebesar 10 persen dari omzet penjualan yang diterima oleh pengusaha. Di dalam ketentuan pajak restoran sendiri tidak secara khusus dijelaskan tentang pajak warteg.

"Ini sudah ada dalam Perda No 11/2011 yang memuat pajak restoran. Tidak secara spesifik mengatur tentang pajak warteg di dalam perda tersebut," kata Iwan dalam jumpa pers di Kantor Dinas Pelayanan Pajak, Jalan Abdul Muis, Jakarta Pusat, Rabu (1/2/2012).
Restoran yang dimaksud, lanjutnya, adalah fasilitas penyedia makanan dan/atau minuman dengan dipungut bayaran yang mencakup juga rumah makan, kafetaria, kantin, warung, bar, dan sejenisnya termasuk jasa boga atau katering. Ia menjelaskan bahwa hal ini berbeda dengan definisi restoran pada peraturan daerah sebelumnya yaitu Perda No 8/2003.
"Pada peraturan yang terdahulu, jasa boga dan katering tidak dihitung. Peraturan yang sekarang, jasa boga dan katering termasuk di dalamnya," jelas Iwan.
Ia juga menyatakan bahwa kebijakan pajak restoran yang sudah berlaku sejak awal 2012 ini tidak hanya berlaku di Provinsi DKI Jakarta saja, melainkan juga berlaku di seluruh kabupaten atau kotamadya di Indonesia. Dalam kebijakan ini juga diatur kriteria sebuah restoran wajib membayar pajak atau tidak terkena wajib pajak.
"Bagi pengusaha penyedia makanan dan atau minuman yang memiliki omzet lebih dari Rp 200 juta per tahun atau Rp 16,6 juta per bulan atau Rp 550.000 per hari, maka pengusaha tersebut wajib membayar pajak 10 persen dari omzet," kata Iwan.
http://megapolitan.kompas.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar