Featured Video

Senin, 17 Desember 2012

Derita si Miskin di Pondok Tirih

KELUARGA MISKIN


Kaum tak berpunya tak akan lepas dari derita. Nestapa hanya bisa diratapi. Entah kapan nasib itu akan berubah. Orang miskin, terkadang hanya bisa berkeluh-kesah. 


Padang Baru, Koto Buruak Lubuk Alung, tempat pasangan keluarga miskin itu tinggal.Dari sebuah pondok tirih di Lubuk Alung, ada pasangan keluarga yang butuh uluran tangan dermawan. Anak mereka sakit-sakitan dan mereka tak punya biaya mengobati.
Sejak berusia enam bulan hingga berumur 3,5 tahun, Arif Mustafa terus mengalami penyakit. Awalnya step atau panas yang sangat tinggi. Kadang-kadang dingin menggigil, hingga bibirnya menghitam. Penyakit yang diderita anak ke-3 pasangan Yenti Murni dan Musliadi ini, bagaikan kurang gizi.
Pada usianya yang menanjak hampir empat tahun, berat badan hanya 10,3 kilogram. Seharusnya, anak itu mencapai berat 15 kilogram. Sang ibu tetap berupaya anak laki-lakinya itu bisa sembuh.
Singgalang, Minggu (16/12) bersama Walinagari Lubuk Alung, Harry Subrata dan Pimpinan Kecamatan Partai Golkar, Takarijon serta ditemani petugas Posyandu dan pemuda mendatangi Jorong
Yenti Murni yang membordir mukena milik orang lain merasa terkejut, dan tersanjung ketika rumahnya yang terbuat dari kayu dan beratapkan rumbia yang mulai tiris itu didatangi sang pemimpin pilihan masyarakat.
Dia menceritakan beban berat yang ditanggung keluarganya, terutama anak yang nomor tiga yang susah makan.
“Paling makan roti, makan nasi susah. Beberapa hari lalu badannya sempat mengecil,” katanya.
Suaminya, Musliadi sedang tidak berada di rumah. Dia seorang petani kampung. Karena ada orang yang mempunyai pusako yang luas merasa iba melihat keluarganya itu, maka tinggallah keluarga Musliadi dan Yenti Murni dalam sebuah pondok, kepunyaan pemilik tanah yang sangat sederhana sekali bersama tiga putra-putrinya.
Sambil menjadi ibu rumah tangga yang baik, Yenti juga bekerja dalam rumahnya, menerima upahan bordir mukena.
“Sejak anak yang kecil ini sakit-sakitan, hanya mampu sehelai mukena selesainya sehari. Dengan ini, ambo diberi upah Rp20 ribu. Itulah kerja sambilan, disamping mengharap jerih payah suaminya yang bekerja sebagai buruh tani di ladang orang,” ungkapnya.
Walinagari Harry Subrata terenyuh melihat keluarga itu. Sambil memberikan bantuan ala kadarnya, walinagari mengingatkan Yenti tidak berputus asa dari penderitaan itu. “Yang penting raji berobat. Turuti apa saran orang kesehatan. Semoga bisa sembuh kembali,” katanya. 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar