Featured Video

Sabtu, 21 Desember 2013

Sumbar Sumbang Saham Terbesar dalam Perjuangan RI

HBN DI KOTO TINGGI

Setelah menempuh perjalanan udara menaiki helikopter sekitar 10 menit dari Kota Payakumbuh, akhirnya Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro  beserta rombonan mendarat di  lokasi proyek Pem­ba­ngunan Monumen Nasio­nal (Mo­nas) dan Museum Bela Negara di Nagari Koto Tinggi, Kecamatan Gunuang Omeh, Kabupaten Limapuluh Kota, Jumat (20/12).

Kedatangan  Menhan Purno­mo Yusgiantoro ke Koto Tinggi, merupakan suatu kunjungan ke Sumbar untuk memperingati serta mengenang nilai-nilai per­jua­ngan Pemerintahan Daru­rat Republik Indonesia (PDRI) 1948-1949, serta meninjau pemba­ngunan monumen dan museum PDRI. Purnomo mengatakan, pembangunan monumen dan museum PDRI tidak boleh berhenti. Melainkan, harus selesai sampai menjadi bangunan yang hebat dan terkenal.
“Pembangunan ini tidak boleh berhenti dan harus selesai. Bangunan ini harus menjadi monumen dan museum yang terkenal dan dikunjungi masya­rakat dan turis, agar mereka bisa tahu perjuangan rakyat Sumatera Barat pada waktu itu,” ujar Purnomo.
Menhan berjanji untuk terus mendukung pembangunan monu­men tersebut hingga monumen itu bisa menjadi kebanggaan rakyat Sumatera Barat. Menurut­nya, monumen ini sangat diimpi­kan dan sangat penting.
Diakuinya, 65 tahun yang lalu tepatnya pada waktu agresi Belanda, rakyat  Sumatera Barat telah mendukung penuh kelang­sungan Republik Indonesia dengan membentuk PDRI. Mr. Syafrudin Prawiranegara yang waktu itu ada di Bukittinggi diminta oleh Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh Hatta yang berada di Yogyakarta untuk menun­jukkan kepada dunia internasio­nal, bahwa republik ini tetap ada dengan hadirnya PDRI di Suma­tera Barat.
“Rakyat Sumatera Barat mempunyai andil besar di dalam perjuangan bangsa Indonesia. Karenanya, ini perlu dibangun untuk menjadi warisan sejarah kepada anak cucu kita generasi muda nantinya. Bahkan ini tanda bahwa rakyat Sumatera Barat mempunyai saham besar dalam perjuangan Negara Republik Indonesia,” papar Menhan.
Sebelumnya Wakil Gubernur Sumatera Barat, Muslim Kasim dalam sambutannya mengatakan, 65 tahun lalu di Gunuang Omeh ini lahir PDRI. Di sini Mr Syafrudin Prawiranegara, Mr Rasyid, Kolonel Hidayat dan juga menteri yang ada pada masa itu membangun kekuatan menyela­matkan Indonesia.
Muslim Kasim mengakui, pembangunan monumen itu terwujud atas motivasi dan dukungan Menhan pada sidang pertama seminar di Kementerian Pertahanan. Bahkan pada saat itu Menhan memberikan komit­men untuk mendukung seribu persen dan juga merogoh kocek sebanyak Rp50 juta.
Sementara itu, Manager Pembangunan Monumen PDRI sekaligus selaku kontraktor pelaksana, Rusli dalam laporannya memaparkan, realisasi fisik pekerjaan sudah mencapai 70,05 persen. Sesuai kontrak, pemba­ngunan monumen itu untuk tahap awal senilai Rp18,2 miliar dari total anggaran Rp80 miliar.
Selain disambut oleh sejumlah pejabat daerah, Komandan Lanud Padang Ltk Pnb Handaka, juga turut menyambut kedatangan rombongan Menteri Pertahanan RI Purnomo Yusgiantoro. Selama kunjungan di Sumbar, Menhan melakukan beberapa agenda penting yakni Acara Peringatan Hari Bela Negara  (HBN) dan pembukaan iven balap sepeda Tour de Bela Negara serta peninjauaan Monumen Bela Negara di Koto Tinggi Kabupaten Limapuluh Kota.
Hari Bela Negara yang ditetapkan pada 19 Desember adalah hari bersejarah Indonesia untuk memperingati deklarasi Pemerintahan Darurat Republik Indonesia oleh Mr Syafruddin Prawiranegara di Sumatra Barat pada 19 Desember 1948. Kepu­tusan ini ditetapkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui Keputusan Presiden No. 28 Tahun 2006, yang menetapkan 19 Desember sebagai Hari Bela Negara.
Pemerintahan Darurat Repu­blik Indonesia (PDRI) sendiri tercatat dalam sejarah dan merupakan pemerintahan paling singkat di Indonesia yaitu selama 7 bulan dengan rentang waktu mulai 19 Desember 1948-13 Juli 1949. Syafruddin Prawiranegara yang saat itu menjabat Menteri Kemakmuran pada Kabinet Presiden Soekarno mendapatkan mandat dari Presiden Soekarno untuk membentuk pemerintahan darurat di Bukit Tinggi, Sumatera Barat. Hal ini diperintahkan lantaran kondisi pemerintahan saat itu sangat genting. Karena Yogyakarta sebagai Ibukota RI kembali diduduki oleh Belanda. Ini yang disebut sebagai Agresi Militer Belanda kedua. Di hari yang sama, Presiden Soekarno dan Wakilnya Muhammad Hatta ditawan dan diasingkan di pulau Bangka dan Syafruddin Prawira­negara menjabat sebagai Presiden/Ketua PDRI.
“Selama kegiatan Menhan di Sumatera Barat kita telah menyiagakan beberapa personil untuk mendukung operasi pener­ba­ngan. Mulai dari kedata­ngan rombongan di Bandara Inter­nasional Minangkabau meng­gunakan pesawat Boeing A-7305 dari skadron Udara 17 Lanud Halim Perdanakusuma Jakarta. Selanjutnya rombongan melan­jutkan perjalanan dengan heliko­pter menuju ke Koto Tinggi, Kabupaten Lima puluh Kota. Semuanya berjalan aman dan lancar,” ujar Danlanud Padang.
Turut menyambut kedatangan rombongan Menhan Danlantamal II Teluk Bayur, Danrem 032/WB, Walikota Padang Fauzi Bahar, dan sejumlah pejabat di lignkungan Pemprov Sumbar.

s

Tidak ada komentar:

Posting Komentar