Featured Video

Kamis, 23 Juni 2011

PEMERINTAH SETUJU HENTIKAN KIRIM TKI KE ARAB SAUDI


SETELAH DIDESAK DPR
Setelah didesak DPR, akhirnya pemerintah setuju menghentikan sementara pengiriman tenaga kerja ke Arab Saudi.
JAKARTA, HALUAN — Wakil Ketua DPR Pramono Anung mengatakan pemerintah harus menjalankan kebijakan moratorium pengiriman tenaga kerja ke Arab Saudi. DPR mengancam peme­rintah bila tidak menjalankan keputusan yang sudah dipa­ripurnakan itu.

“Kalau tidak dijalankan, DPR bisa melakukan langkah-langkah yang akhirnya kontraproduktif bagi semuanya,” kata Wakil Ketua DPR RI Pramono Anung Wibowo di Gedung DPR, Rabu (22/6).
Menurut dia, DPR memiliki fungsi anggaran. Hak budget ada di DPR. Jadi, DPR bisa menahan ang­garan kementerian terkait yang me­nangani masalah kete­nagaker­jaan. “Pokoknya untuk hal-hal ber­sifat operasional di luar untuk rutin, kami bisa tahan,” ujar mantan Sek­retaris Jenderal PDI Perjuangan itu. Dana perlindungan TKI ini diang­garkan pemerintah Rp95 miliar.
Ia menambahkan, keputusan DPR meminta Pemerintah untuk menghentikan pengiriman TKI itu merupakan kristalisasi atau pun­cak permasalahan TKI yang hingga kini gagal dibenahi oleh pemerintah dan instansi terkait. “Karenanya jika Pemerintah tidak mengin­dahkan rekomendasi DPR soal perlunya pengiriman TKI ini, DPR jelas ke depannya akan bersikap tegas dan keras pula terhadap pihak–pihak yang berusaha menga­baikan keputusan DPR ini,” tegas politisi PDIP ini.
Pramono menyadari, ke depan tidak menutup kemungkinan munculnya praktik pengiriman TKI secara ilegal bahkan sem­bunyi-sembunyi yang dilakukan pihak-pihak tertentu, selama masa tertentu jika moratorium pengi­riman TKI direalisasikan. Kare­nanya DPR minta aparat berwe­nang untuk mengambil sikap dan tindakan yang tegas.
Politisi yang akrab disapa Pram ini menekankan, rekomendasi DPR itu tidak berarti menyetop pengi­riman TKI ke seluruh negara. Penghentian itu sementara, dan
hanya pada negara yang masih menolak menandatangani kesepa­katan jaminan memperlakukan TKI dengan baik dan memberikan perlin­dungan.
“Terutama Timur Tengah. Kalau Malaysia kan sudah dilakukan. Kalau Hong Kong, Taiwan, Jepang kan berlangsung baik,” kata Pramono.
Panggil Dubes
Secara terpisah, Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq menjelaskan, komisi yang dipimpinnya akan memanggil Duta Besar RI untuk Arab Saudi Gatot Abdullah Mansyur.
“Kita akan segera jadwalkan memanggil Duta Besar RI untuk Arab Saudi tersebut untuk kita minta pertanggungjawaban atas kelalaiannya dalam kasus TKI Ruyati binti Satubi dan kasus-kasus ancaman hukuman mati yang dihadapi puluhan TKI lainnya di Arab Saudi saat ini,” kata Mahfudz.
Dalam kesempatan itu, Mahfudz juga menyatakan bahwa Kementerian Luar Negeri Indonesia akan segera mengirimkan tiga staf setingkat pejabat eselon II, untuk kepentingan mengurus administrasi pembebasan dan pembayaran uang diyat sebesar Rp 4,7 miliar bagi TKI Darsem binti Dawud yang terancam hukuman mati. “Selain untuk menjalankan misi tersebut, pejabat Kemenlu yang dikirim itu juga membawa misi untuk segera menemui dan men­dalami kasus 27 TKI  yang kini bernasib sama dengan Darsem menghadapi hukuman mati di negara Arab Saudi tersebut,” ujarnya.
Mahfudz kembali mengingatkan bah­wa dalam raker dengan Menlu Marty Natalegawa di Komisi I pada Se­nin (20/6), DPR telah meminta Ke­menterian Luar Negeri RI untuk segera mendalami ancaman hukuman mati yang dihadapi 27 TKI di Arab Saudi.
Setuju
Desakan DPR itu disahuti peme­rintah. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar mengatakan bahwa Pemerintah Indonesia memutuskan untuk meng­hentikan sementara pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke Arab Saudi, khusus untuk pekerja domestik atau PLRT (Penata Laksana Rumah Tangga) mulai 1 Agustus 2011.
“Keputusan itu dibuat untuk melakukan perbaikan terhadap perlindungan nasib TKI yang dikirim ke negara tersebut, terlebih lagi setelah banyaknya kasus yang menimpa TKI, seperti Ruyati yang mengalami hukuman mati beberapa waktu lalu,” katanya di Jakarta, Rabu (22/6).
Setelah mempertimbangkan dan mempelajari berbagai dampak dari langkah pengetatan total selama 3 bulan terakhir ini, kata Muhaimin, pemerintah Indonesia memutuskan moratorium penempatan TKI ke Arab Saudi.
Moratorium itu disebut Muhai­min merupakan langkah terakhir dari pengetatan total yang dilakukan sejak awal Januari dan baru akan dicabut jika telah dilakukan penandatanganan MoU antara Indonesia- Arab Saudi untuk Perlindungan TKI dan terben­tuknya satuan Tugas Bersama antar­kedua negara.
“Regulasi dilakukan dengan membuat kebijakan terkait sistem rekrutmen dan melakukan penga­wasan dalam proses rektutmen di dalam negeri dan titik-titik keberang­katan TKI,” kata Muhaimin.
Penurunan
Sebelumnya, ujar Muhaimin, sudah dilakukan pengetatan pengi­riman TKI. Selama masa pengetatan, telah terjadi penurunan drastis “job order” (permintaan pekerja) dari Arab Saudi dari 1.000 permintaan setiap hari menjadi hanya lima permintaan sejak Januari-Juni.
“Selama pengetatan total terjadi kelangkaan TKI karena terjadi penurunan drastis keberangkatan ke Arab Saudi dari 30 ribuan per bulan menjadi 12-15 ribuan per bulan,” kata Muhaimin.
Namun dengan adanya pengeta­tan itu, Menakertrans menyebut Pemerintah Arab Saudi yang selama 40 tahun tidak pernah mau melaku­kan diplomasi perundingan untuk perlindungan TKI akhirnya bersedia duduk melakukan perundingan.
Dua pertemuan penting dilakukan yaitu pertemuan tingkat menteri dan senior official Meeting (SOM) putaran I di Arab Saudi yang menghasilkan penandatangan Nota Awal Kesepahaman Menuju MoU oleh Menteri Perburuhan Arab Saudi dan Kepala BNP2TKI Jumhur Hidayat pada akhir Mei lalu.
Sementara dilakukan perun­dingan, dilakukan pengetatan dengan pengendalian job order secara ekstra ketat dengan menambah syarat-syarat agar majikan yang mempekerjakan TKI terseleksi dengan lebih baik.
Beberapa persyaratan yang ditam­bahkan antara lain calon majikan harus melengkapi diri dengan surat kelakuan baik, gaji minimum 11 ribu riyal, peta rumah, jumlah dan foto keluarga dan pernyataan kesediaan membuka akses komunikasi.
“Selama ini, Pemerintah juga secara terus-menerus melakukan sosialisasi kepada para calon TKI untuk tidak berangkat ke Arab Saudi hingga betul-betul siap untuk berangkat,” kata Muhaimin.
Selama pengetatan, Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) diminta untuk memperketat proses rekrutmen dan mengalihkan penempatan TKI ke negara penempatan selain Arab Saudi.
Menakertrans berharap pember­lakukan moratorium ini dapat dimanfaatkan semua pihak untuk bekerja sama membenahi sistem penempatan dan perlindungan TKI dan kejadian-kejadian yang merugikan TKI tidak terulang lagi.
Bukan Solusi
Ketua Umum Partai Golkar, Aburizal Bakrie, menilai keputusan DPR yang meminta moratorium pengiriman TKI ke luar negeri yang kemudian disetujui pemerintah, bukan solusi terbaik mengatasi persoalan buruh migran saat ini.
“Saya kira bukan moratorium tapi diberikan suatu pendidikan tentang risiko-risiko dan sebagainya karena undang-undang yang ada di sana berbeda dengan yang ada di sini,” kata Aburizal di Gedung DPR, Rabu kemarin.
Menurut dia, moratorium saat ini menimbulkan masalah baru. Masalah itu meliputi ketersediaan lapangan kerja yang ada di dalam negeri. “Kalau moratorium langsung bagaimana dengan satu juta lapangan pekerjaan, apakah semua sudah bisa membuat satu juta lapangan kerja itu,” ujarnya.
Ical menambahkan, secara dingin harus dipikirkan perlindungan TKI di luar negeri. “Bahwa memang kita mau mengadakan suatu proteksi kepada seluruh TKI tapi proteksi itu juga harus berupa bagaimana lapangan kerja di Indonesia,” tuturnya.
Ia lalu mengusulkan, sebaiknya ada pendidikan khusus bagi pekerja Indonesia yang akan dikirim ke luar negeri. Menurutnya, dengan bekal ilmu, risiko terjadinya persoalan bisa diminimalisir.
“Selain itu,  juga ada diplomasi pemerintah, diplomasi di tingkat tinggi pemerintah.” tegasnya.
Apakah harus ada tim terpadu? “Nggak usah pakai tim terpadu, yang sekarang saja sudah bisa,” katanya.
Maksimal
Meski mengaku kecolongan atas eksekusi terhadap Ruyati yang tanpa pemberitahuan sebelumnya, Menko Kesra Agung Laksono mengatakan, pemerintah telah melakukan upaya maksimal dengan mendampingi Ruyati selama menjalani proses hukum.
“Sebenarnya ada pendampingan di proses peradilan oleh perwakilan kita di sana sebagaimana mestinya. Yang jadi soal ini kan tiba-tiba tanpa pemberitahuan sudah ada eksekusi,” ujarnya di Jakarta kemarin.
Hal senada disampaikan oleh Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha dan Staf Khusus Kepresidenan Bidang Hukum Denny Indrayana yang menyatakan, upaya perlindungan terhadap TKI telah dijalankan oleh pemerintah melalui pendampingan proses hukum.
Sementara Denny Indrayana meski menyayangkan eksekusi terhadap Ruyati yang tanpa pem­beritahuan sebelumnya tetap mene­gaskan bahwa pemerintah Indonesia tidak dapat mengintervensi hukum Arab Saudi.
“Diputuskan begitu, di negara mana pun tidak akan ada yang bisa intervensi. Di Singapura pernah ada warga negara Filipina dijatuhkan hukuman mati, pemerintah pernah ingin masuk tapi tetap dijatuhkan hukuman mati. Di Vietnam dicoba diadvokasi pemerintah Australia tetap tidak bisa,” tutur Denny.
Menurut dia, kesulitan menda­patkan informasi eksekusi hukuman mati di Arab Saudi tidak hanya dialami oleh Indonesia, namun juga oleh negara-negara lain yang warganya mengalami masalah hukum di negara tersebut. (h/sam/ant)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar