Featured Video

Kamis, 23 Juni 2011

Pemimpin Perspektif Islam


HAMZAH GILING

Kepemimpinan dalam Islam sangat vital, karena merupakan wadah untuk menciptakan kemaslahatan publik. Di tangan seorang pemimpinlah ditentukan masa depan rakyat.
Atas dasar itulah, kandidat pemimpin (dalam setiap tingkatan) harus memiliki kriteria ketat, antara lain, aspek moralitas, karakter dan kepribadian.
Jadi bukan aspek popularitas, modal finansial dan kolusi atau nepotisme yang menjadi kriteria pokok, sebagaimana jamak berlaku di negara kita.
Karena penting dan strategisnya pemimpin dalam Islam, kandidat pemimpin haruslah dipilih dengan syarat tertentu, antara lain harus jujur, terpercaya, cerdas dan terbuka.
Moralitas dan karakteristik tersebut merupakan sesuatu yang melekat, bukan instan, apalagi dibuat-buat. Syarat tersebut kelihatan sangat ketat dan berat, di samping memang bersifat tabiat, tetapi juga kriteria tersebut harus diterapkan secara holistik dan tuntas.
Pemimpin yang berintegritas merupakan pribadi yang memiliki komitmen dan hati nurani yang berani menyelaraskan antara perkataan dan perbuatan.
Dalam Islam, pemimpin yang berbuat sejalan dengan perkataannya itulah yang disebut pemimpin jujur. Sebaliknya pemimpin yang berbuat tidak sejalan dengan ucapannya disebut dengan pembohong.
Pemimpin yang cerdas tidak saja memiliki kemampuan intelektual, tetapi sangat penting memiliki kecerdasan emosional dan spiritual.
Pemimpin yang hanya cerdas secara intelektual sering menggunakan kekuasaannya dengan tindakan yang mengecewakan rakyat.
Tidak memiliki pertimbangan emosional apalagi spiritual dalam memperlakukan rakyat atau bawahannya, sehingga terkesan toriter dan tidak bersahabat.
Tidak dibenarkan kesejahteraan atau kekayaan dinikmati oleh segelintir orang, yang telah memiliki modal atau asset yang telah meguasai sumber-sumber kekayaan negara.

Tanggungjawab pemimpin
Dalam Islam seorang pemimpin disandarkan kepadanya tanggungjawab besar terhadap rakyatnya. Artinya, di tangan seorang pemimpin terletak nasib dan masa depan rakyatnya.
Seorang pemimpin bertanggungjawab atas segala apa yang terjadi atas rakyatnya.
Seorang pemimpin yang memenuhi kriteria kepemimpinan di atas, tentu akan memiliki rasa tanggungjawab yang tinggi terhadap apa-apa yang akan dilaksanakan menyangkut kepentingan rakyatnya.
Tetapi sebaliknya seorang pemimpin yang tidak memenuhi kriteria kepemimpinan di atas, akan kelihatan bagaimana sepak terjangnya dalam memimpin.
Pemimpin seperti ini, sepatutnya tahu diri dan legowo, tidak saja meletakkan jabatan, tetapi lebih dari itu harus mempertanggungjawabkan kepemimpinannya yang gagal membawa rakyatnya kepada kemaslahatan bersama.
Seorang pemimpin harus selalu sadar, publik semakin peka dan cerdas. Semua langkah dan intrik politik pemimpinnya tentu mereka bisa ketahui, sehingga berpidato seakan-akan memperjuangkan rakyat miskin, lemah dan tertindas menjadi sebuah trik khusus pencitraan diri dan partai.
Sangat ironis, jika sekelompok masyarakat rindu dan ingin kembali seperti pada masa rezim otoritarianisme Orde Baru, meski semua sadar betapa bangsa Indonesia terbelenggu dalam sebuah sistem zhalim.
Idealitas kepemimpinan Islam, terletak pada garis pertanggungjawaban pemimpin di hadapan Tuhan, bukan di hadapan rakyat. Pemimpin Islam memiliki rasa tanggung jawab bukan hanya di dunia tetapi jauh lebih penting di akhirat.
Selalu ada kesadaran spiritual dalam setiap sepak terjang mereka, bukan kesadaran pencitraan agar rakyat merasa simpatik dan agar popularitas terdongkrak karenanya.
Konsep inilah yang menjadi idealitas leadership dalam Islam. Dalam konteks Indonesia sebagai negara yang bukan negara Islam, tentu bukan menjadi halangan untuk menerapkan konsep atau spirit kepemimpinan Islam, mengingat bangsa Indonesia mayoritas beragama Islam. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar