Featured Video

Rabu, 22 Juni 2011

TKW di Arab Hadapi Hukuman Mati, di Libya Terancam Jadi Korban Perang

Irwan Nugroho - detikNews

Jakarta - 1001 Masalah dihadapi para Tenaga Kerja Wanita (TKW) di luar negeri. Niat hati mencari penghidupan yang layak di negeri orang karena tipisnya harapan di negeri sendiri, berbagai penderitaan batin dan fisik justru mereka alami.

Di Malaysia, Hong Kong, Arab Saudi, maupun negara tujuan lainnya, para TKW yang sering dielu-elukan sebagai pahlawan devisa disiksa, tidak digaji, serta dihukum penjara. Sebagian bahkan pulang hanya tinggal nama, seperti nasib Ruyati Binti Sapubi yang dipancung di Arab Saudi.

Selain jiwa dan raga mereka selalu dibayang-bayangi perlakuan kejam majikan, para TKW juga terancam menjadi korban konflik berdarah di negara tempat mereka bekerja. Sebagai contoh di Libya, di mana banyak TKW yang ketakutan dan merasa seperti hidup dan mati selama berkecamuknya perang di negara tersebut.

Salah satu TKW yang merasakan hal itu adalah Nurhayati Binti Mamat, TKW asal Cianjur, Jawa Barat (Jabar). Nurhayati bekerja pada seorang majikan yang merupakan pengawal pemimpin Libya Muammar Khadafi sejak Februari 2008. Menurutnya, hidupnya selalu diliputi ketakutan sejak perang antara pasukan Khadafi dan oposisi yang dibantu NATO pecah.

"Setiap bom jatuh, semua orang di rumah berlarian dan menjerit-jerit ketakutan. Ada yang bertiarap di mana saja, ada yang berlari ke kebun, dan melakukan hal-hal yang aneh sambil menangis," tutur Nurhayati seperti dikutip dari rilis Tim Evakuasi KBRI Tunis yang diterima detikcom, Rabu (22/6/2011).

Nurhayati melanjutkan, di daerah tempat tinggalnya di kawasan Qasr Bin Gashir, yang tidak jauh dari Bandara Libya, terdapat satu kompleks militer yang menjadi sasaran pemboman NATO. Ia sering menyaksikan
secara langsung pesawat-pesawat NATO yang menjatuhkan bom bertubi-tubi di kawasan tersebut.

"Dalam satu jam bisa sampai 25 bom yang dijatuhkan. Pemboman bisa terulang antara 6-15 kali dalam sehari. Pernah sekali saat sudah mengungsi ke Gergaresh bom jatuh sampai sekitar 60 kali sehari. Saya sering merasa antara hidup dan mati," katanya.

Untungnya, Nurhayati, yang pada 19 Juni lalu telah dievakuasi ke Ras Jedir, perbatasan Libya-Tunisia, mempunyai majikan yang baik. Selain gaji bulanan, Nurhayati sering diberi bonus untuk kebutuhan komunikasi dan lainnya senilai 200-300 dinar Libya. Saat itu 1 dolar AS sama nilainya dengan 1,25 dinar Libya.

Cerita yang sama sebelumnya juga diungkapkan oleh Yusup Kusnadi dan Kartini, pasangan suami istri yang bekerja sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Libya. Keduanya bekerja untuk seorang pengusaha Libya bernama Dr Hasan Husein Agil dengan gaji US$ 500 per bulan.

Sejak berlakunya no-fly zone dan makin gencarnya serangan pasukan koalisi, kondisi di Libya makin tidak menentu. Akibatnya, kedua TKI yang berasal dari daerah yang sama dengan Nurhahayati itu pun terpaksa tidur di ruang bawah tanah bersama keluarga majikan bila dentuman bom terdengar.

Yusup dan Kartini juga telah berhasil dievakuasi lebih duku oleh KBRI Tripoli. Keduanya tiba di ibu kota Tunis dan disambut di Wisma Duta RI pada Kamis (31/3) malam hari pukul 21.30 waktu setempat yang lalu.

Ratusan warga negara Indonesia (WNI) termasuk di dalamnya para TKW sudah berhasil dikeluarkan dari negera konflik tersebut. Namun, staf KBRI Tunis M Yazid mengatakan, berdasarkan informasi yang dikumpulkan oleh Tim Evakuasi, diperkirakan banyak TKW yang masih berada di Libya, khususnya di Tripoli. KBRI terus melacak keberadaan TKW yang masih terjebak perang tersebut.

"Mereka ingin segera dievakuasi keluar dari Libya," katanya.

(irw/mad)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar