Featured Video

Jumat, 19 Agustus 2011

DPRD Sesali Polresta Tahan Anak di Bawah Umur


BUKITTINGGI, HALUAN — Polisi diminta untuk membebaskan Jerry Kembara Roosye (16), siswa kelas 1 SMU 2 Bukittinggi yang ditahan Polresta Bukittinggi dalam kasus dugaan penghinaan kepada polisi.
Dasarnya Surat Keputusan Bersama (SKB) enam pimpinan lembaga negara tanggal 22 Desember 2009 yakni, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Sosial, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindugan Anak, Ketua Mahkamah Agung, Jaksa Agung dan Kapolri mengenai pelarangan terhadap penahanan anak di bawah umur.
Ketua Komisi A DPRD Kota Bukittinggi yang membidangi pemerintahan dan hukum, M. Nur Idris menyatakan prihatin atas penahanan Jerry.

Anak-anak yang masih di bawah umur dimungkinkan untuk tidak ditahan apabila melanggar hukum. Menurut dia, polisi bisa menyelesaikan kasus ini secara kekeluargaan antara lain dengan menyerahkan anak kepada orang tuanya.
“Walaupun polisi memiliki kewenangan untuk menahan, tapi ada hal-hal lain yang harus dipertimbangkan demi kepentingan si anak tersebut yakni dia tidak harus ditahan dan ditempuh upaya non judicial.
Seperti upaya perdamian dan dikembalikan ke orang tua ketimbang memproses anak tersebut secara hukum,” ungkap Nur Idris ketika diminta tanggapannya atas penahanan Jerry di Bukittinggi, Kamis (18/8).
Sebelumnya, Polresta Bukittinggi menahan Jerry Kembara Roosye, dengan tuduhan penghinaan kepada polisi. Kasus ini berawal dari ditangkapnya Jerry karena pelanggaran lalu lintas karena yang bersangkutan mengendarai sepeda motor tidak pakai kaca spion.
Orang tua Jerry Kembara Roosye, Adek s Rossye Mukri (Ketua PWI Bukittinggi)  datang bersama Jerry untuk meminta maaf. Namun anaknya justru langsung ditahan oleh Satlantas Polresta Bukittinggi, sejak Senin (15/8) hingga kini.
Upaya permohonan telah dilakukan orang tua Jerry namun ditolak Kapolresta Bukittinggi dengan alasan permintaan maaf akan menjadikan anak arogan. Keprihatinan ini, kata Idris karena penyidik tidak memahami prinsip restorative justice atau keadilan restorative terhadap anak-anak yang bermasalah dengan hukum.
Mestinya harus ada pemahaman jangan emosinal dengan penanganan yang terikat dengan masalah hukum. Penahanan itu harus pilihan terakhir bagi penyidik dalam kasus anak.
Nur Idris menambahkan, setiap anak-anak yang terjerat hukum bisa dikategorikan sebagai korban yang tidak tahu apa-apa sehingga melakukan perbuatan yang berlawanan dengan hukum.
“Dengan demikian setiap kasus yang menimpa anak di bawah umur tidak bisa dilakukan penahanan sesuai asas restorative justice,” ungkap Nur Idris.
Politisi PAN ini menyarankan, untuk kasus Jerry, polisi harus mengedepankan upaya non justice sesuai dengan langkah restorative justice dengan memberikan keutamaan pada inti permasalahan suatu kejahatan.
“Apapun alasan tuduhan kasus hukum kepada Jerry, dia tetap sebagai korban sehingga tidak diperbolehkan ditahan. Jadi penanganan kasus anak berbeda dengan kasus orang dewasa. Makanya Kapolres Wisnu Andayana harus melepaskan Jerry dari tahanan,” tegas mantan pengacara ini.
Menyinggung soal tuduhan kasus penghinaan yang dilakukan Jerry kepada aparat kepolisian yang menangkap dia di Pos Polisi Simpang Aur,  Nur idris mengatakan, “Apapun bentuk tuduhan penyidik harus memahami bahwa Jerry itu seorang korban.
Kalau polisi memahami restorative justice maka kasus Jerry pasti tidak akan dilimpahkan ke Kejaksaan,” ujarnya.
Di sisi lain, upaya memperjuangkan keadilan anak di bawah umur, orang tua Jerry Kembara,  Adek Rossy Mukrie didampingi pengacara dan LSM ARAK, sepanjang Kamis (19/8) kemarin berangkat ke Padang menemui Kapolda Sumbar, Komisi Perlindungan Anak dan HAM, untuk melaporkan sikap Kapolresta Bukittinggi yang menahan anak di bawah umur. (h/jon)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar