Featured Video

Kamis, 18 Agustus 2011

NUZUL ALQURAN BUKAN PADA 17 RAMADAN


Pekan ini selain Hari Kemerdekaan 17 Agustus 2011 yang menjadi perhatian, bertepatannya penanggalan bulan Agustus tahun ini dengan Ramadan telah menjadikan Nuzul Alquran turut pula terikut serta.
Nuzul Alquran adalah sebutan untuk penurunan wahyu Allah berupa Alquran pertama kali kepada Nabi Muhammad di Makkah sekitar 14 abad yang lalu. Kebanyakan masyarakat meyakini hal itu terjadi pada tanggal 17 Rama­dan sehingga diperingatilah hari itu sebagai Nuzul Alquran setiap tahunnya.


Namun Islam ini bukanlah melulu tentang apa yang diya­kini, dipercayai, dan diamal­kan oleh orang kebanyakan. Jika demikian halnya, Islam itu tak lebih dari sekadar adat yang merupakan hasil cipta dan kreasi kebudayaan suatu kelom­pok masyarakat, yang tentu saja akan berbeda antara satu kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat lain. Sedangkan dalam hal ini, Islam berasal dari Allah yang Maha Mencipta, yang telah mencipta segenap alam raya termasuk manusia yang mendiami bumi persada.
Islam dengan Alquran sebagai sumber pertama dan utama telah meletakkan pokok-pokok dasar ajarannya. Nilai-nilai yang dikandungnya bersifat universal dan kekal sehingga dapat diterapkan pada semua kalangan dengan berbagai keragamannya tanpa meman­dang perbedaan waktu, masa, dan zaman. Kemudian sunah nabi sebagai sumber kedua dan istimewa mendampingi Alqu­ran dalam fungsinya sebagai pedoman kehidupan. Sunah merinci maksud Alquran sehingga detil makna, maksud, dan tujuan Alquran dapat dipraktikkan dengan benar.
Segala sesuatu yang berhubungan dengan agama ini mestilah dipastikan dulu kebe­narannya dengan merujuk terlebih dahulu kepada dua sumber utama dan istimewa tadi, Alquran dan Sunah. Para ulama sebagai pewaris para nabi telah mencurahkan segenap daya upaya dan telah mengha­biskan seluruh waktu mereka dalam pengabdian kepada Allah melalui bermacam spesifikasi keilmuan mereka dengan meng­gali mata air kehidupan dari Alquran dan sunah. Hasil­nya telah melimpah ruah hingga Alquran dan sunah dapat lebih mudah dipahami oleh keba­nyakan orang yang lalai tentang keilmuan Islam.
Kepercayaan yang berkem­bang di masyarakat luas tentang penetapan tanggal 17 Ramadan sebagai waktu diturunkannya Alquran kali pertama sangat patut untuk dikaji ulang. Pembahasan yang paling bernas dalam hal ini adalah apa yang telah dipaparkan dengan teliti oleh Shafiyyurrahaman Al-Mubarakfuri dalam Ar-Rahiiq Al-Maktuumsebagai referensi singkat, padat, dan cermat tentang kehidupan Nabi Mu­ham­mad semenjak lahir hingga wafat. Buku ini merupakan pemenang pertama dalam kajian tentang sirah nabawiah (sejarah nabi) yang diseleng­garakan oleh Rabithah Al-‘Alam Al-Islami pada tahun 1396 H.
Al-Mubarakfuri menetap­kan Nuzul Alquran pada 21 Ra­madan yang bertepatan de­ngan 10 Agustus 610 M. Pada catatan kaki yang cukup pan­jang tatkala membahas ten­tang tu­runnya wahyu pertama kali ke­pada Nabi Muhammad di Gua Hira, Al-Mubarakfuri dengan detil menjelaskan bahwa ahli sejarah berbeda pendapat dengan perbedaan yang pelik dalam menetapkan bulan dimana Allah memu­liakan Nabi Muhammad de­ngan nubuwah (kenabian) dan menurunkan wahyu kepadanya. Sebagian besar di antara mere­ka berpendapat bahwa bulan permulaan diturunkannya wahyu kepada Nabi Muham­mad adalah pada bulan Rabiul Awal. Sebagian lain menetap­kannya di bulan Ramadan dan ada pula yang mengatakan bulan itu adalah bulan Rajab. Lihat Mukhtashar Siirah Ar-Rasuul oleh Abdullah bin Muhammad bin Abdul Wah­hab An-Najdi halaman 75.
Kemudian ia melanjutkan bahwa kami (Al-Mubarakfuri) menguatkan pendapat kedua, yaitu pada bulan Ramadan sebagaimana firman Allah, “Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Alquran…” (Q.S Al-Baqarah [2]: 185), juga firman Allah, “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Alquran) pada Lailatulkadar.”(Q.S Al-Qadr [97]: 1). Seba­gai­mana telah maklum, Laila­tulkadar adalah pada bulan Ramadan.
Seperti firman Allah, “Sesungguhnya Kami menurun­kannya (Alquran) pada malam yang diberkahi…” (Q.S Ad-Dukhan [44]: 3). Oleh karena saat itulah Nabi Muhammad uzlah di Gua Hira pada bulan Ramadan dan peristiwa turun­nya Jibril menyampaikan wah­yu seperti yang sudah makruf.
Al-Mubarakfuri melan­jutkan penjelasannya dengan menuliskan bahwa kemudian para pakar berbeda pendapat lagi tentang penentuan hari pasti turunnya Alquran di bulan Ramadan kala itu. Ada yang berpendapat pada hari ke-7, ada pula yang berpen­dapat pada hari ke-17, bahkan ada yang berpendapat pada hari ke-18. Lihat Mukhtashar Siirah Ar-Rasuul, halaman 85 dan Rahmah li Al-‘Aalamiin, 1/49. Al-Khadhri dalam Muhaad­haraat-nya menegaskan bahwa turunnya wahyu pertama kali terjadi pada hari ke-17. Lihat Muhaad­haraat Al-Umam Al-Islamiyyah oleh Al-Khadhri 1/69.
Kemudian ditambahkan bahwa kami (Al-Mubarakfuri) memilih pendapat bahwa perta­ma kali wahyu diturunkan itu pada hari ke-21. Karena semua ahli sejarah tentang kehidupan Nabi Muhammad atau setidak­nya mayoritas mereka sepakat bahwa beliau diangkat sebagai rasul pada hari Senin. Hal ini ditegaskan oleh riwayat para imam hadis dari Abu Qatadah bahwa Rasulullah pernah ditanya tentang puasa pada hari Senin, maka beliau menjawab, “Padanya (hari Senin) aku dilahirkan dan padanya (pula) diturunkan (wahyu) kepadaku (pertama kali).” Dalam lafaz lain, “Hari itulah aku dilahirkan, padanya aku diutus (menjadi rasul) atau diturunkan (wahyu) kepadaku (pertama kali) pada­nya (hari Senin itu).” (Lihat Shahiih Muslim 1/368, Ahmad 5/297 & 299, Baihaqi 4/286 & 300 dan Hakim 2/602)
Al-Mubarakfuri kemudian menutup keterangannya dengan menuturkan bahwa hari Senin pada bulan Ramadan tahun itu adalah di tanggal 7, 14, 21, dan 28. Sejumlah riwayat sahih  menunjukkan bahwa Laila­tulka­dar tidaklah terjadi kecuali pada malam ganjil dari sepuluh akhir bulan Ramadan.
Jika kita bandingkan antara firman Allah, “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Alqu­ran) pada Lailatulkadar.” (Q.S Al-Qadr [97]: 1) dengan riwayat Abu Qatadah tentang pengu­tusan Nabi Muhammad sebagai rasul adalah pada hari Senin, serta berdasarkan perhitungan dari penelitian ilmiah tentang jatuhnya hari Senin pada bulan Ramadan tahun itu maka jelaslah bagi kami bahwa pengutusan Nabi Muhammad adalah pada malam ke-21 Ramadan.
Dengan demikian jelas sudah bahwa Nuzul Alquran itu sama sekali tidak terjadi pada 17 Ramadan, tetapi tepatnya terjadi pada Lailatul­kadar ketika itu yaitu tanggal 21 Ramadan yang bertepatan dengan 10 Agustus 610 M. Lalu mengapa masih saja tetap diperingati pada 17 Ramadan? Sangat tidak lucu jika sesuatu itu diperingati bukan pada saatnya, bukan?
Lagi pula untuk apa peringatan-peringatan itu jika pada kenyataannya Alqu­ran tak lebih dari sekadar sesuatu yang diabaikan? Atau Alquran tak kurang dari ajaran yang nilainya diamalkan se­kehendak hati saja?
Laksana puasa yang sedang dijalankan di bulan Ramadan ini. Semua kalangan benar-benar merasa berkepentingan untuk mengondisikan kaum muslimin dengan perintah puasa.
Apakah kandungan Alquran puasa ini sajakah? Lalu bagai­mana dengan ajaran-ajaran lain dalam Alquran tentang kewa­jiban berhukum dalam segala hal dengan hukum Allah? Seperti juga suruhan Alquran untuk menutup seluruh aurat bagi muslimah? Pun dengan sejumlah ketetapan pidana dalam Alquran diantaranya kisas, rajam dan potong tangan?
Ataukah kaum muslimin saat ini tak ubahnya bagaikan orang-orang Yahudi yang dimur­kai karena mereka seperti yang dinyatakan dalam firman Allah, “…Apakah kalian beriman kepada sebagian Kitab (Taurat) dan ingkar kepada sebagian (yang lain)?,,,” (Q.S Al-Baqarah [2]: 85). Jika demikian adanya, bersiap sedialah untuk menerima konsekuensi dari perangai Yahudi itu seperti kelanjutan ayat tadi, “…Tidak ada balasan (yang pantas) bagi orang-orang yang berbuat demikian di antara kalianselain kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari Kiamat mereka dikembalikan kepada azab yang paling berat…” (Q.S Al-Baqarah [2]: 85). Na’uudzu billaahi min dzaalik.

WAHID MUNFARID

Tidak ada komentar:

Posting Komentar