Featured Video

Kamis, 08 September 2011

BOLA MATA RIFKI MAKIN TABUDUA-Padang Panjang


Muhammad Rifki, bocah 6 tahun  yang terlahir dari ibu Santi dan ayah Syafri, warga warga  dusun Tabek Anduang Jorong Tan­juang Aro Nagari Sikabu-kabu Padang­panjang, Kabupaten Limapuluh Kota hanya bisa terbaring tak berdaya dipembaringan. Kian hari, kedua bola mata bocah ini terus membesar dan gatal-gatal.
Bagi orang tuanya, Syafri maupun Santi, penyakit  anak tercintanya adalah sebuah misteri dan sungguh di luar pengetahuannya. Akibat penyakit tersebut, anak dari keluarga tidak mampu ini hanya banyak menghabiskan waktunya di tempat tidur. Apalah daya, orang tuanya tidak punya biaya untuk membawa anaknya ke rumah sakit.

”Dulu memang pernah kami bawa ke dokter. Tapi sayang dokter tidak bisa menje­laskan penyakit anak saya. Setelah itu saya bawa saja ke dukun kampung,” tutur Syafri
Santi menceritakan, dulu Rifki adalah anak yang sangat ceria. Tapi sejak 2 bulan terakhir matanya semakin membesar. Rasa gatal yang muncul semakin parah. Santi setiap saat selalu  ia selalu berusaha menyeka cairan seperti air mata yang selalu keluar dari mata Rifki.
Syafri menunturkan, anak sulung­nya ini beberapa waktu lalu sudah didaftarkan untuk Sekolah Dasar di kampung tersebut. Tapi sejak sejak tahun ajaran dimulai, Rifki tidak bisa masuk sekolah karena sakitnya bertambah parah saja.
Kata ibunya, awalnya sekitar tiga bulan lalu bocah mengaku kakinya kesakitan, lantas entah apa sebabnya ia mengalami pembengkakan di dagunya, kemudian mejalar ke selain sejumlah bagian tubuh lainnya, dan paling parah tersebut ada pada bagian matanya.
Penyakit yang diderita Rifki diperparah pula akibat gizi yang ia butuhkan tidak mencukupi. Sehari-harinya bocah ini tidak punya selera makan,ia hanya mau memakan apa yang ia minta pada orang tuanya.
Rifki anak pertama dari 2 bersaudara ini makin gundah gulana. Pasalnya ayahnya terpaksa harus mencari nafkah di kota lain, menjadi pedagang di Pekanbaru.
“Selama dirawat di rumah, Rifki hanya dirawat dengan menggunakan obat alternatif saja. Kami belum punya biaya untuk berobat. Kalaupun harus dioperasi, jelas kondisi kami tidak mampu. Dapat uang dari mana untuk membiayai selama dioperasi,” ungkap Syafri.
Keluarga ini hanya bisa berharap ada uluran tangan dari kalangan dermawan dan pemerintah setempat. Paling tidak ada bantuan untuk tindakan medis lebih lanjut, sehingga anaknya bisa kembali sekolah dan tidak lagi malu pada temannya, akibat penyakit yang dideritanya ini. (h/Ilham Yusardi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar