Featured Video

Selasa, 03 Januari 2012

MASRIL KOTO, DOSEN S3 UI YANG TAK TAMAT SD


Penampilannya sederhana. Kemana-mana biasa menggunakan baju kaos oblong dan sandal jepit. Perawakannya seperti orang Minang umumnya, na­mun siapa sangka pria yang hanya duduk hingga kelas empat Se­kolah Dasar ini kini menjadi dosen luar biasa pada program doktor (Strata 3) di Univeritas In­do­nesia. Tak ha­nya itu, pria kini me­miliki omset hing­ga Rp150 miliar ini, juga telah didaulat me­n­jadi konsultan Bank In­do­ne­sia. Jika ada yang masih ingat, ia bah­­kan te­lah menjadi sa­­lah satu pem­bi­cara dan inspirator di program Kick Andy Metro TV.

Saat Ha­luan sempat berbincang dengannya beberapa saat lalu di Ad News Café di kawasan Damar Padang, Masril Koto menggunakan kaos berwarna hitam bertuliskan “Jangan Remehkan Masyarakat Miskin” di belakangnya. Ternyata memang slogan inilah yang membuatnya berhasil mencapai semua yang tak pernah terbayangkan oleh orang lain.
Berasal dari daerah Baso, Masril Koto atau akrab disapa Maih ini kini dikenal sebagai orang yang berhasil mendekati masyarakat kecil di daerah terpencil dan tertinggal untuk kemu­dian memberdayakan mereka mencapai kehidupan dan perkenomian yang lebih baik. Hal inilah yang  kemudian selalu diajarkannya kepada para calon doctor besutan UI. Bagaimana mendekati dan membangun masya­rakat kecil di Indonesia?
“Berangkat dari hobi yang dikemas dengan baik. Akhirnya menjadi kegiatan yang tak berhenti hingga kini,” ujar Masril.
Awalnya pada tahun 2000, Masril yang memang suka bersosialisasi ini kerap bergabung dari satu kumpulan kelompok petani ke kelompok petani lainnya. Di sanalah ia mulai bergerak. Sebagai permulaan ia membangun lembaga keuangan mikro.
“Mendekati orang Minang biasa­nya akan mudah jika diberitahu ada untungnya. Mendengar kata uang biasanya masyarakat akan berkumpul,” ujarnya.
Dia mengaku bekerja di Lembaga Kewirausahaan Sosial Indonesia. Lembaga keuangan ini kemudian dijadikannya sebagai alat untuk mengumpulkan masyarakat. Setelah masyarakat berkumpul, di sanalah saya mulai bercerita memberikan pemahaman tentang apa saja ke mereka. Mulai dari reproduksi perem­puan hingga  bagaimana menva­riasikan makanan untuk menghe­mat beras agar bisa menabung.
“Ya, sebelum kita berikan tanda jadi peminjaman uangnya di lembaga keuangan tadi kita ceritakan sedikit misalnya bagaimana cara memeras air susu atau tentang kesehatan repro­duksi lainnya. Atau dengan bercerita sedikit saja mengajak mereka mau memakan pisang sebelum makan untuk mengurangi konsumsi beras,” jelasnya.
Pendekatan dengan membangun kesadaran ini ternyata lebih ampuh. “Orang Minang kalau disuruh berhenti makan nasi pasti langsung mengamuk. Nah, kita coba masuk dengan alterna­tif-alternatif lain seperti itu,” terangnya.
Ini, baru segelintir cara yang digunakan Masril untuk mendekati masyarakat kecil. Kemudian hari diketahui lembaga keuangan mikro yang dibangun Masril menjadi acuan bagi pemerintah untuk meletakkan berbagai dana hibah untuk pember­dayaan masyarakat.
Dan hal ini, tak hanya dilaku­kannya di Sumbar, Masril yang kini telah menggandeng Garuda Indonesia menjadi mitranya, pun telah terbang ke berbagai penjuru negeri melakukan hal yang sama.
Yang paling menarik, menurutnya, ketika ia berada di Pulau Buru, Ambon. “Di pulau itu, di bagian pegu­nungannya, masyarakat perempuan tidak mengenal pembalut. Waktu itu saya coba berikan alternatif kepada mereka untuk menggunakan kain handuk yang dicuci dengan air sirih sebagai pembalut,” kenangnya.
Di Pulau ini pula ia kemudian mengajarkan para ibu-ibu memasak rendang yang bisa tahan lama, dan sangat berguna bagi mereka ma­syarakat pegunungan.
Bagaimana ia mendekati masya­rakat Pulau Buru yang terkenal dengan adat membunuh manusia dan menjual anak ini? “Waktu itu saya minta bantuan kepada 18 orang mantan tapol yang lebih tahu seluk beluk Pulau Buru. Dengan mendekati orang-orang berpengaruh di sini, saya bisa mendekati masyarakat lainnya,” kenangnya lagi. Melakukan berbagai kegiatan sosial, diakui Masril sebagai investasi yang hasilnya tak akan pernah merugi.
“Semua penghasilan yang saya dapat saya putarkan kembali untuk kegiatan-kegiatan social lainnya. Bagi saya ini semua pekerjaan Tuhan, panggilan, dan Ia pula yang mengatur pertemuan saya dengan orang-orang yang kemudian membantu saya melaku­kan kegiatan-kegiatan ini,” akunya.
Selain itu, menurut Masril, cara-cara yang digunakan sector ketiga ini, akan sangat efektif jika diselipkan oleh pemerintah, sebagai sector pertama, dalam menjalankan pro­gramnya. “Mengingat kini ada sekitar 500 lembaga keuangan di Sumbar yang bisa diberdayakan,” ujar lelaki yang kini tengan menggarap program sejuta buku bagi petani. (Laporan Meidella Syahni)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar