Featured Video

Jumat, 27 April 2012

6 TERDAKWA KORUPSI DIVONIS BEBAS

Enam vaksinator divonis bebas. Putusan bebas ini pertama kali dijatuhkan Pengadilan Tipikor Padang. Para terdakwa terharu dan saling berpelukan.


Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Padang yang diketuai Imam Syafii, Kamis (26/4) memonis bebas enam vaksinator yang tersangkut kasus dugaan korupsi pengadaan vaksin pada tahun 2007 silam di Kota Payakumbuh.

Enam vaksinator itu Anthony, Eka Rina Yuliana, Surya Ade Saputra, Rahmi Darwati, Gusman Efendi, dan Susi Suheni. Meski terjadi perbedaan pen­­dapat ha­kim, vonis ini me­rupakan vonis bebas pertama di Penga­dilan Tindak Pidana Korupsi Padang.
“Keenam terdakwa tidak terbuk­ti secara sah dan meyakinkan ikut melakukan tindak pidana korupsi pengadaan vaksin flu burung seperti yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum. Oleh karena itu majelis hakim berpendapat bahwa keenam terdakwa harus dibebaskan dan dipulihkan kembali nama dan martabatnya, serta biaya perkara ditanggung negara,” jelas Imam Syafii didampingi hakim Kamijon dan M. Takdir.
Sebelumnya lima dari enam vaksinator ini dituntut 1,5 tahun penjara, dan khusus untuk terdak­wa Susi Suheni dituntut dua tahun penjara karena diduga membuat laporan palsu dari hasil kegiatan.
“Mereka telah melakukan peker­jaan sesuai tanggung jawab. Mereka juga telah mengorbankan kepen­tingan pribadi untuk kepentingan umum. Jika memang terbukti ada pengadaan vaksin palsu itu tidak menjadi tanggung jawab vaksinator yang bekerja di bawah tekanan atasannya (Hariyeni, terdakwa yang perkaranya sudah diputus-red),” jelas Imam Syafei.
Selain itu, proses penanggu­langan flu burung juga dikerjakan dengan tuntas dan berhasil. Dalam pengerjaannya, para terdakwa juga dinilai tidak mendapatkan keuntu­ngan. Artinya, tidak ada uang negara yang dikorupsi enam terdak­wa. “Penanggulangan juga berhasil. Oleh karena itu, para terdakwa divonis bebas,” sambung hakim Kamijon.
Dalam pendapatnya yang berbe­da (dissenting opinion) hakim M Takdir menyatakan bahwa terdak­wa tetap bersalah mengikuti perintah atasannya. “Mestinya para terdakwa bisa menolak permintaan atasannya dan melaporkan sang atasan ke polisi,” katanya.
Disambut Haru
Putusan bebas tersebut, lang­sung disambut haru para terdakwa. Mereka saling berpelukan menangis dan kemudian tertawa bahagia. “Doa kami didengar Tuhan. Ini suatu keadilan. Kami tidak pernah berbuat salah. Hanya bekerja sesuai perintah atasan,” tutur Susi Suheni, satu dari enam terdakwa, yang saat divonis sedang hamil tujuh bulan.
Tidak hanya keenam terdakwa yang larut dalam kesedihan. Pe­ngun­jung sidang turut terharu. Ada yang juga menangis. Diam sembari menatap terdakwa, ada pula yang berteriak Allahuakbar. Mereka bahagia, dengan putusan yang dikeluarkan hakim.
Meski berbeda, M Takdir sebe­narnya setuju, keenamnya dike­luarkan dari tahanan. “Keenam­nya, sudah layak untuk tidak ditahan. Tapi, ada beberapa poin yang semestinya dipertang­gungja­wabkan,” ungkap M Takdir.
Mendengar putusan hakim, Jaksa Penuntut Umum (JPU) berpikir untuk melakukan banding. “Kami minta waktu berpikir selama 7 hari,” kata Jaksa R. Simanjuntak.
Sementara penasihat hukum para terdakwa menilai ini adalah putusan yang adil. “Dari awal saya mau mendampingi keenam ter­dakwa ini karena saya melihat mereka memang tidak melakukan kesalahan. Mereka hanya dipaksa untuk melakukan kegiatan tersebut dan diancam jika tidak mau akan dipindahkan,” kata Syahril.
Dari delapan terdakwa dalam kasus ini, dua di antaranya divonis bersalah. Terdakwa pertama, Hari­yeni divonis dua tahun penjara dan dipidana denda sebesar Rp50 juta subsidair dua bulan kurungan penjara, serta diwajibkan memba­yar uang pengganti sebesar Rp39,8 juta.
Terdakwa kedua, untuk berkas Wilson Fitriadi, direktur CV Manganti selaku rekanan untuk penyediaan barang dan jasa divonis satu tahun kurungan penjara dan denda uang sebesar Rp50 juta subsider dua bulan kurungan serta dikenakan uang pengganti sebesar Rp24,9 juta.
Para terdakwa dalam pembe­laannya berjudul “Rintihan di Ujung Pengabdian’,  mengaku tidak me­nyang­ka, pengabdian dalam menye­lamatkan nyawa manusia berbuah penjara. Ke­e­nam­nya menye­butkan kegiatan yang mereka lakukan adalah vaksinasi, rapid test, biosekuriti, pengambilan sampel, depopulasi dan monitoring.
Terkait pendistribusian vaksin avian influanzayang dilaporkan tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya, sehingga terjadi selisih sebanyak 71.800 dosis dengan nilai Rp18,4 juta, para terdakwa dalam keterangannya juga menyebutkan tidak mengetahui adanya biaya operasional vaksinitator dari Dinas Peternakan Provinsi Sumbar, dan hal ini juga tidak diketahui Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Payakumbuh, Gazali Madjid.
Sementara itu, juga terdapat beberapa kejanggalan dalam fakta persidangan. Salah satunya laporan dan daftar honor tidak ada yang asli, yang ada hanyalah fotokopi yang telah banyak direkayasa dengan ketikan dan tulisan tangan. Menurut para terdakwa, dakwaan penuntut umum semacam dipak­sakan karena berkas mereka tidak lengkap karena tidak adanya SK penunjukan vaksinator. (h/dla)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar