Featured Video

Minggu, 29 April 2012

DESAIN RUMAH GADANG, RUMAH TAHAN GEMPA

Sejumlah ahli konstruksi di Sumbar sepakat, bahwa Rumah Gadang Minangkabau memiliki arsitektur tahan gempa dan memenuhi syarat-syarat estetika  dan fungsi yang sesuai dengan kodratnya


 Filosofi Minangkabau Alam Takambang Jadi Guru, Bakarano Bakajadian (bersebab dan berakibat), meru­pakan pengejawantahan dari orang Minangkabau sejak dulu da­lam merencanakan hunian atau tem­pat tinggal yang aman, nya­man dan harmonis serta dinamis sebagaimana dinamika alam.

Menurut Eko Alfares, Dosen Arsitektur Fakultas Teknil Sipil dan Perencanaan Universitas Bung Hatta (UBH) Padang, arsitektur rumah gadang Minang­kabau dalam membangun rumah gadang tersebut, ternyata menun­jukkan bahwa sejak dulu masya­rakat Minang telah lama meng­adopsi teknik bangunan yang ramah gempa.
Ia menjelaskan, berdasarkan tambo Minangkabau, nenek moyang orang minangkabau itu turun pertama kali dari lereng sebelah selatan Gunung Merapi, dan kemudian menyebar. Namun mereka masih menemukan gu­nung-gunung berapi yang aktif seperti Gunung Sago, Gunung Singgalang, Gunung Talang dan Gunung Tandikek.
Kondisi alam yang demikian membuat wilayah Minangkabau kerap didera gempa vulkanik. Bergerak kearah pesisir, patahan yang melintang di Samudera Hindia, juga membawa dampak gempa tektonik yang juga sering menguncang bumi Ranah Minang.
“Mungkin itulah salah satu sebabnya  yang membuat orang Minangkabau memutar otak bagaimana membuat desain bangunan yang tepat dengan kondisi seperti itu” ujar Eko.
Menurutnya, arsitektur Ru­mah Gadang memiliki keunikan pada bentuk atap yang menyeru­pai tanduk kerbau dibuat dari bahan ijuk. Bentuk badan rumah segi empat dan membesar ke atas (trapesium terbalik) menja­dikan bangunan tersebut ramah gempa.
Bentuk atapnya yang meleng­kung tajam seperti bentuk tanduk kerbau sedangkan sisinya meleng­kung ke dalam, sedangkan ba­gian tengahnya rendah seperti perahu dan secara estetika merupakan komposisi yang di­namis.
‘’Desain bangunan seperti ini, menurut para ahli arsitektur, merupakan konstruksi bangunan tahan gempa,’’ imbuhnya.
Atapnya yang lancip untuk membebaskan endapan air pada ijuk yang berlapis-lapis, sehingga air hujan akan meluncur dengan cepat. Bangunan rumah yang membesar ke atas, berfungsi mem­bebaskan dari terpaan tam­pias. Kolongnya yang tinggi memu­dahkan sirkulasi udara sehingga memberikan hawa yang segar.
Posisinya rumah gadang yang berjejer mengikuti arah mata angin dari utara ke selatan, mem­bebaskanya dari panas matahari dan terpaan angin, jika dilihat secara keseluruhan, arsitektur rumah gadang itu menurut syarat-syarat estetika  dan fungsi yang sesuai dengan kodrat atau yang mengandung nilai-nilai kesatuan, kelarasan, keseimbangan, dan kesetang­kupan dalam ketu­hanannya yang padu
Rumah gadang di Minang­kabau, selain sebagai  tempat tinggal, juga digunakan sebagai tempat musyawarah keluarga dn kaum. Rumah tersebut juga digunakan untuk tempat menga­dakan upacara-upacara, pewari­san nilai-nilai adat, dan re­prsentasi budaya matrilineal.
Sebagai tempat tinggal, Ru­mah Gadang memiliki tata aturan yang unik. Penghuni perempuan, yang telah bersuami, mendapat jatah satu kamar. Perempuan yang paling muda itu mendapat kamar yang paling ujung dan akan pindah ke tengah jika ada perempuan lain atau adiknya yang bersuami.
Sedangkan, perempuan tua dan anak-anak memperoleh tempat di kamar dekat dapur. Gadis remaja memperoleh kamar bersama pada ujung yang lain. Untuk laki-laki tua, duda, dan bujangan, mereka tidur di surau milik kaumnya masing-masing.
Dikutip dari berbagai sumber, diketahui bahwa orang Minang mengenal perancang rumah gadang dengan sebutan tukang tuo, yang bekerja sesuai dengan alua jo patuik ( alur dengan patut). Artinya di alam ini mempunyai fungsi sendiri-sendiri
Hal lain yang menarik dari arsitek rumah gadang terkait dengan konsep ramah gempa adalah, penampangnya yang segi emapt dan melebar keaatas, seperti trapesium terbalik. Jika ditarik garis dari sisi-sisi trape­sium terbalik tersebut kebawah, maka akan bertemu satu titik dipusat bumi.
Bila diperhatikan secara seksama, penampang rumah gadang, antara penampang ba­dan dan atap,akan menyerupai dua segitiga yang dipertemukan salah satu sisinya.
“Saya tidak tahu rasio hubu­ngan pertemuan titik tadi dangan pusat bumi, barangkali hubu­nganya dengan katahanannya terhadap getaran akibat perge­seran kulit bumi” ujar Eko mengakhiri.
Sementara itu, Darmansyah ahli konstruksi dari Lembaga Penanggulangan Bencana Alam, Sumatera Barat, dalam acara talkshow di Radio Siaga 107,5 FM menyebutkan, dari sisi ilmu konstruksi bangunan rumah gadang jauh lebih maju seti­daknya 300 tahun dibanding konstruksi yang ada di dunia pada zamannya.
Bentuk rumah gadang mem­buat Rumah Gadang tetap stabil menerima guncangan dari bumi. Getaran yang datang dari tanah terhadap bangunan terdistribusi ke semua bangunan.
Rumah gadang tidak meng­gunakan paku sebagai pengikat, tetapi berupa pasak sebagai sambungan membuat bangunan memiliki sifat sangat lentur. Selain itu kaki atau tiang bangunan bagian bawah tidak pernah menyentuh bumi atau tanah. Tapak tiang dialas dengan batu sandi.
Menurutnya, batu tersebut akan berfungsi sebagai peredam getaran gelombang dari tanah, sehingga tidak mempengaruhi bangunan di atasnya. Kalau ada getaran gempa bumi, Rumah Gadang hanya akan berayun atau bergoyang mengikuti gelombang yang ditimbulkan getaran ter­sebut. (h/wan)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar