Featured Video

Rabu, 30 Mei 2012

Polisi: Pemidanaan Penulis Surat Pembaca Sesuai Aturan


Kombes Boy Rafli Amar (adi nugroho/detikcom)
Jakarta Gara-gara menuliskan keluhan terhadap PT Duta Pertiwi di surat pembaca, Khoe Seng Seng dihukum dengan hukuman masa percobaan 1 tahun oleh Mahkamah Agung (MA). Menurut Kabag Penum Mabes Polri, Kombes Boy Rafli Amar pihak kepolisian dalam mengusut kasus ini sudah sesuai aturan.

"Dalam kasus yang terjadi di 2006 itu merupakan penggunaan hak masyarakat terkait pasal 310, 311 KUHP. Itu hukum positif dan belum ada yang merubah sampai saat ini," kata Boy.

Hal ini disampaikan dalam diskusi LBH Pers dengan tema 'Kriminalisasi Surat Pembaca Membungkam Ekspresi Masyarakat' di Hotel Grand Sahid Jaya, Jalan Sudirman, Jakarta Pusat, Selasa, (29/05/2012).

Berdasarkan pasal di atas, maka bagi siapapun yang merasa nama baiknya tercemar dapat mengajukan perlindungan hukum ke aparat penegak hukum. Sehingga aparat penegak hukum berkewajiban menegakkan hukum.

"Proses hukum Khoe Seng Seng merupakan peradilan pidana. Hanya permasalahanya terkait dengan surat pembaca yang disampaikan dan digugat oleh pihak yang merasa nama baiknya tercemar dan menggunakan pasal itu untuk menuntut," tambah Boy.

Sementara itu dalam kesempatan yang sama, Ketua Dewan Penyantun LBH Pers, Abdullah Alamudi menyatakan rubik surat pembaca adalah rubrik atau halaman yg disediakan oleh redaksi media pers sebagai wahana khusus bagi pembaca untuk menyatakan pendapat, keluh kesah atas apa yg mereka alami.

Redaksi berhak sepenuhnya mengedit dan menerbitkan atau tidak surat tersebut. Karena hak untuk mengedit, menerbitkan atau tidak surat pembaca sepenuhnya merupakan diskresi redaksi maka surat itu sepenuhnya tanggung jawab redaksi.

"Karena itu bila timbul pengaduan dari masyarakat akibat pemberitaan pers maka UU yang harus digunakan adalah UU pers, bukan UU pidana. Singkat kata hukuman terhadap media yang dinyatakan bersalah melakukan pencemaran nama baik adalah denda proporsional bukan pidana," tambah Abdullah.

Kasus ini berawal saat Khoe Seng Seng menulis keluhannya dalam surat pembaca di 2 koran nasional pada tanggal September 2006 silam. Dalam surat pembaca tersebut, terdakwa mempertanyakan ketidakjelasan status kepemilikan tanah sebuah pusat niaga yang dia tempati. Dia menyatakan pihak developer telah berbohong dan tidak terbuka tentang status tanah tersebut.

Atas keluhannya tersebut, Khoe Seng Seng dilaporkan ke polisi oleh pengelola pusat niaga tersebut dan dijadikan tersangka pada akhir tahun 2006. Masalah ini terus bergulir hingga ke pengadilan. Oleh PN Jaktim, majelis hakim menjatuhkan vonis 6 bulan penjara dengan percobaan 1 tahun penjara. Lalu Khoe Seng Seng mengajukan banding namun ditolak.

Di kasasi pun, MA menjatuhkan hukuman 6 bulan penjara dengan percobaan 1 tahun penjara. Masih tidak terima, lalu Khoe Seng Seng mengajukan Peninjauan Kembali (PK).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar