Featured Video

Selasa, 14 Agustus 2012

KASUS SIMULATOR SIM-POLRI SADAP KPK


Perseteruan antara Mabes Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus berlanjut. Kini, Mabes Polri diduga tengah menyadap dan membuntuti kegiatan pimpinan KPK.
Seorang perwira tinggi menyebutkan operasi-operasi gelap telah dilakukan. Di antaranya penyadapan komunikasi pemimpin KPK. Dari penyadapan itu, ia mengklaim, bisa diketahui siapa pemimpin KPK yang paling getol mendorong pengusutan perkara di Kepolisian.

Penguntitan terhadap beberapa petugas KPK juga dilakukan. "Peluru" untuk membidik pemimpin KPK juga disiapkan. Kesalahan-kesalahan yang mungkin dilakukan mereka pada masa lalu ditelisik kembali.
Kepala Biro Penerangan Markas Besar Polri, Brigadir Jenderal Boy Rafli Amar tidak bisa mengomentari soal itu. "Saya baru tahu dari Anda," ujarnya. Meski demikian Boy membantah adanya penyadapan tersebut.
"Tidak ada, tidak benar penyadapan itu," katanya, kemarin.
Petinggi Kepolisian rupanya mati-matian menahan agar kasus korupsi simulator di Korps Lalu Lintas tidak sepenuhnya disidik KPK. Sebab, jika itu dilakukan, penyimpangan pada proyek-proyek sejenis di Korps Lalu Lintas akan juga terbongkar. "Ada banyak proyek yang nilainya ratusan miliar," kata seorang perwira polisi.
Selama ini, Mabes Polri memperoleh kemudahan dalam proyek pengadaan menggunakan dana alokasi penerimaan negara bukan pajak. Sepanjang 2011, pagu pos ini di dalam daftar isian proyek Polri tercatat Rp3,12 triliun, melompat 74,4 persen dari tahun sebelumnya yang sekitar Rp1,79 triliun.
Kementerian Keuangan mengizinkan Kepolisian menggunakan langsung 90 persen penerimaan yang berasal dari pengurusan surat izin mengemudi, surat tanda nomor kendaraan, buku pemilik kendaraan bermotor, tanda nomor kendaraan bermotor, juga mutasi antar daerah. "Dana ini yang dipakai untuk membiayai sejumlah pengadaan di Korps Lalu Lintas," kata seorang sumber.
Pada 2011, Korps Lalu Lintas juga menangani pengadaan material tanda nomor kendaraan bermotor senilai Rp702,5 miliar. Proyek ini digarap Primer Koperasi Polisi (Primkoppol) Direktorat Lalu Lintas. Belakangan, seluruh pengadaan bahan baku pelat nomor kendaraan ini diserahkan ke Budi Susanto, Direktur Utama PT Citra Mandiri Metalindo Abadi.
Terkait masalah itu, Budi Susanto membenarkannya. "Saya dan Primkoppol bekerja sama," ujar pemilik perusahaan peleburan aluminium di Kerawang, Jawa Barat ini.
Ada juga pengadaan surat tanda coba kendaraan senilai Rp75,17 miliar, pendukung surat izin mengemudi Rp210 miliar, dan mutasi luar daerah Rp21,3 miliar. Seluruh pengadaan ini dikhawatirkan akan juga diusut KPK dalam pengembangan perkara korupsi simulator kemudi. "Ini berbahaya bagi banyak petinggi Polri," kata perwira polisi yang enggan menyebutkan namanya.
Ia menyebutkan selama ini Korps Lalu Lintas menjadi sumber pemasukan gelap banyak pejabat atau "gerbang uang sejumlah jenderal".
Terkait dengan penyadapan pimpinan KPK, Juru bicara KPK Johan Budi SP menolak berkomentar soal kabar adanya operasi gelap polisi untuk menyadap dan mencari kesalahan pemimpin KPK. "Saya tidak mau menanggapi informasi yang belum jelas kecuali Polri memang menyatakan begitu," kata Johan, Senin (13/8).
Menurut Johan, sejauh ini tidak ada indikasi kalau pemimpin KPK disadap oleh lembaga penegak hukum lain. Informasi soal penyadapan pemimpin KPK disampaikan seorang perwira tinggi Mabes Polri.
Johan juga menolak menjelaskan penyadapan yang sudah dilakukan KPK terhadap polisi. Dia hanya menjelaskan bahwa lembaganya berwenang melakukan penyadapan terhadap seseorang terkait dengan suatu kasus yang sedang diusut, baik dalam tahap penyelidikan, penyidikan maupun penuntutan.
"Itu sudah diatur dalam Undang-Undang KPK," kata Johan. Dia menolak menjelaskan siapa saja perwira tinggi polisi yang disadap KPK terkait kasus dugaan korupsi pengadaan simulator SIM. “Itu hal-hal yang tidak perlu dijawab,” katanya.
Periksa Tersangka
Polri bergerak cepat melakukan penyidikan kasus simulator SIM. Setelah menetapkan tersangka, kini Polri melakukan pemeriksaan terhadap Sukotjo Bambang yang juga membongkar kasus ini dan pihak bank yang menjadi tempat penerimaan pembayaran.
"Penyidik Polri siang kemarin menuju ke LP Kebon Waru, Bandung untuk melakukan pemeriksaan terhadap SB (Sukotjo Bambang). Sudah ada izin dari LPSK, pihak Lapas, dan juga MA. Saat ini sedang persiapan dilakukan pemeriksaan," jelas  Brigjen Pol Boy Rafli Amar.
Selain itu, penyidik kepolisian juga melakukan koordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan pemeriksaan terhadap bank. Kaitannya dengan bank itu, karena Sukotjo, subkontraktor simulator SIM yang juga membuka pertama kali korupsi di kasus ini, menerima pembayaran lewat transfer di bank tersebut.
"Bank yang digunakan sebagai tempat menerima pembayaran yang diterima SB. Ini untuk nanti melengkapi fakta-fakta yang ada," jelasnya.
Pemeriksaan hari ini (kemarin) hanya dilakukan Polri. Tidak ada pihak KPK yang ikut menemani. "SB akan diperiksa sebagai tersangka sekaligus saksi juga. Karena kita masih membutuhkan keterangan yang banyak dari yang bersangkutan untuk kasus ini," terang Boy.
Sementara  itu Sukotjo  Bambang mengaku dilematis karena ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi kasus tersebut oleh dua lembaga penegak hukum sekaligus, KPK dan Polri. Tapi, Sukotjo berharap kasus yang dia laporkan ini digarap KPK.
"Karena bagaimana pun kasus ini melibatkan pejabat kepolisian. Kalau diusut Polri kami khawatir ada konflik kepentingan," kata Erick S Paat, pengacara Sukotjo. "Tak mungkin Polri memeriksa kawannya sendiri," katanya.
Itu juga yang menjadi alasan kliennya melaporkan kasus simulator tersebut ke KPK, 18 Februari 2012. Mengenai status tersangka di dua lembaga itu, Erick menjelaskan pihaknya akan menunggu sampai perseteruan ini selesai.
"Tidak mungkin klien saya dituntut dua kali untuk tindak pidana yang sama. Kami masih menunggu siapa yang kemudian mengusut kasus ini sampai tuntas," kata dia. Meski pasrah dan kooperatif pada lembaga mana yang nanti akan 'menang', "Sukotjo berharap KPK yang mengusut."
Sebelumnya KPK dan Polri sama -sama ngotot mengusut kasus simulator SIM tersebut. Setelah KPK menetapkan tersangka kasus tersebut, beberapa hari kemudian Polri juga mengumumkan tersangka kasus yang sama.  Polri menetapkan lima tersangka yakni AKBP Teddy Rusmawan sebagai ketua pengadaan, Kompol Legino saat ini menjabat sebagai Bendahara Satuan Korlantas, Wakorlantas Brigjen Didik Purnomo, dan pihak swasta yakni Sukotjo Bambang, serta Budi Santoso. Tiga nama terakhir itu, juga telah ditetapkan KPK sebagai tersangka. Selain tiga nama tersebut KPK juga telah menetapkan mantan Kakorlantas Irjen Djoko Susilo sebagai tersangka.
Situasi persaingan mengusutan kasus oleh KPK dan Polri ini sempat memanas setelah pihak kepolisian merasa keberatan dengan penggeledahan yang dilakukan KPK di kantor Korlantas pada Senin (30/7) lalu. Selain sempat menahan barang bukti dan penyidik KPK, pihak Polri juga sampai sekarang mengirimkan personil khusus guna menjaga barang bukti yang ada di kantor KPK.
Ditangani KPK
Mantan pimpinan KPK M Jasin mengatakan kasus korupsi pengadaan driving simulator SIM sebaiknya ditangani KPK. Sebab, kasus tersebut sudah masuk dalam penyidikan KPK, sehingga tidak bisa dihentikan.
"Sebagai konsekuensi logis, seharusnya, pendapat saya, kasus ini KPK yang menangani," kata Jasin usai menghadiri acara berbuka puasa bersama dengan pimpinan KPK di Jakarta, Senin (13/8).
Dalam kasus ini, lanjut Jasin, sebaiknya KPK dan Polri dapat berkomunikasi dengan baik, sehingga ada jalan keluar atas perselisihan yang terjadi selama ini. "Ini kan sudah dibicarakan oleh KPK dan Polri. Kalau ada MoU ya penanganannya di KPK memang seharusnya di KPK," ujar Jasin.
Sebaliknya, mantan pimpinan KPK lainnya, Bibit Samad Riyanto, menyarankan kasus simulator SIM sebaiknya dilakukan penyidikan bersama dengan Polri. "Kita dulu sudah pernah joint investigation. Sekarang tergantung dengan pimpinan yang sekarang," ucapnya.
Namun, pensiunan Inspektur Jenderal Polisi itu enggan menekankan siapa yang berhak menangani kasus tersebut. Tetapi Bibit meminta kedua belah pihak agar tunduk pada aturan perundang-undangan yang berlaku. "Yang jelas ketentuannya ngomong apa, kita turuti itu. Jadi kalau memang ketentuan Undang-undangnya kan, kalau KPK melakukan penyidikan mereka (Polri) harus berhenti. Itu ada UU nya," terang Bibit.
Senada dengan itu, mantan Ketua MA Bagir Manan menilai KPK berhak mengusut kasus simulator SIM. Termasuk mengambil alih pengananan kasus yang kini juga ditangani Polri. Bisa dilihat dari siapa yang melakukan penanganan lebih dahulu. "Kalau memang KPK duluan ya harus KPK," kata Bagir di Gedung PBNU, Jakarta, Senin (13/8).
Namun, lanjut Bagir, KPK harus bisa memberi penjelasan dan alasan hukum kepada Polri dengan gamblang. Karena dalam bahasa hukum walau ada UU KPK tidak boleh menganggap lebih tinggi. "Cuma yang dipersoalkan, dia boleh ngambil tapi harus jelas alasan-alasannya. Apa yang mendasarkan KPK, kalau memang sudah benar dikerjakan oleh KPK," tuturnya. (h/tmp/ant/dtc)

sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar