Featured Video

Minggu, 26 Agustus 2012

LEBARAN SEMBARI MERAWAT TRADISI MINANG

Ditulis oleh Teguh

 Pulang basamo saat Lebaran memberi arti penting bagi kelang­sungan hidup tradisi di nagari-nagari di Minangkabau. Iven-iven seni yang digelar setiap pulang basamo, salah satu strategi untuk melestarikan nilai-nilai itu.  Na­mun ada juga tak beri arti apa-apa.

Galibnya pesta yang riuh ren­dah, selalu meninggalkan sisa-sisa kerja dan bengkalai dari kegiatan itu, yang kerap diistilahkan, si alek pergi, sipangka, mencuci piring kotor.
Lebaran  baru saja berlalu. Orang rantau pun telah kembali ke kota-kota masing-masing tempat ia mencari nafkah. Dan selanjutnya, anak nagari dan rang kampung tinggal dengan aktivitas masing-masing. Selama sepekan, suasana keakraban sudah terjalin. Berbagai kegiatan digelar. Misalnya kegiatan, permainan akan nagari memanjat batang pinang (di nagari-nagari di Kecamatan IV Koto, hiasan sampan di Pangkalan, dan tradisi-tradisi Lebaran lainnya), meladaknya kunjungan wisatawan ke objek-objek wisata, dan kecelakaan yang masih tinggi, mewarnai setiap Lebaran.
Dengan demikian, Lebaran mampu menggerakkan ekonomi masyarakat. Pulang kampung yang dibarengi  dengan pulang basam0 tentu juga menampakkan hasilnya terhadap pembangunan nagari, atau sebaliknya, pulang basamo malah menyisakan piring kotor bagi yang tinggal, dan ternyata misalnya, pulang basamo memicu “perteng­karan” di tengah masyarakat nagari, atau Pulang Basamo seba­gai ajang pamer warga rantau.
Di Kabupaten Tanah Datar Luhak nan Tuo, Idul Fitri dirasakan sangat meriah dengan kehadiran para perantau yang sengaja pulang ke kampung halaman untuk mene­mui orang tua, sanak famili dan  kerabat lainnya.
Meskipun dalam kesehariannya, warga perantau hidup di negeri orang, tinggal jauh dari sanak keluarga, namun perhatiannya terhadap sanak famili dan tanah kelahirannya tak pernah terlupakan sama sekali.
Pada sejumlah kota di Tanah Air hingga kini telah terbentuk berbagai organisasi perantau sesuai dengan tanah asalnya, seperti Simawang Saiyo, organisasi warga Nagari Simawang yang ada di rantau orang, Padang Gantiang Sepakat (PGS), Ikatan Keluarga Malalo (Ikmal), perantau yang tergabung dalam Ikatan Rao-Rao (Ikrar) dan lain sebagainya.
Antara warga perantau dan masyarakat yang bermukim di kampung halaman, ibaratnya sebuah mata uang yang memiliki dua sisi yang saling melengkapi satu sama lain. Keduanya sama-sama memiliki perhatian yang cukup tinggi bagi kemajuan kam­pung halamannya.
Warga perantau Nagari Sungai Jambu, Kecamatan Pariangan, misalnya, dalam acara pulang basamo kali ini telah menyiapkan sejumlah paket acara yang dikemas bersama antara warga perantau dengan generasi muda yang mene­tap di kampung.
Selain menghimpun dana untuk membangun sarana umum seperti pembuatan tepian mandi, warga perantau sudah kangen dengan berbagai kesenian tradisional yang telah lama tidak mereka nikmati sejak meninggalkan kampung halaman.
Semalam suntuk perantau asal wilayah nagari yang yang terham­par pada lereng selatan Gunung Marapi ini disuguhi kesenian anak nagari berupa randai tradisi, meskipun tampil tidak maksimal karena kurang latihan, telah memberikan hiburan yang cukup berarti bagi warga perantau selama berada di kampung halaman.
Tak banyak berbeda dengan warga yang yang menetap di wilayah nagari, ternyata para perantau disini selalu memilkirkan berbagai kemajuan pembangunan. Usai salat Id telah terhimpun dana dari warga perantau berupa zakat dan infak sebesar kurang lebih Rp100 juta yang dimanfaatkan untuk pem­bangunan sarana tepian mandi dan perampungan sarana perpustakaan nagari.
Sementara di wilayah Nagari Tuo Pariangan, setiap Lebaran Idul Fitri juga dilangsungkan berbagai kegiatan sakral, di antaranya adalah acara ratik tagak yang kini sudah diagendakan oleh Peme­rintah Tanah Datar sebagai kegia­tan pariwisata tradisional.
Kegiatan keagamaan yang dilangsungkan di lokasi komplek pemakaman Sipuan Raya Jorong Sikaladi ini juga telah dipub­likasikan secara rutin oleh sejumlah stasiun TV swasta nasional setiap penyelenggaraannya seminggu usai Lebaran Idul Fitri.
Perantau Nagari Simawang
Bupati Tanah Datar M Shadiq Pasadigoe dalam silaturahim dengan sejumlah perantau asal Nagari Simawang Kecamatan Rambatan, menyambut baik dan merespons program-pragram yang dirancang bersama nagari dan perantau.
Perantau Simawang melakukan pulang basamo yang terjadwal sekali dalam empat tahun.
Program utama selain menemui sanak saudara yang ditinggal selama merantau, berbagai program pembangunan baik fisik maupun mental spiritual telah dilakukan secara terus menerus dan disin­kronkan dengan program yang diterapkan Pemkab Tanah Datar.
M Idris, selaku ketua penye­lenggara Pulang Basamo Simawang Saiyo itu menyebutkan, program fisik yang dilakukan para perantau bagi warga kampung halamannya berupa pembangunan sebuah gedung serba guna. Untuk pembebasan lahan seluas 2.500 meter diper­lukan dana sebesar Rp60 juta.
“Alhamdulillah pada acara silaturrahim Bupati Tanah Datar dengan perantau Pulang Basamo yang dilangsungkan di lapangan halaman depan SMU Simawang melalui sistem badoncek dari segenap warga perantau dari 14 cabang yang tersebar secara nasio­nal, telah terhimpun dana sebesar Rp58 Juta lebih,” tuturnya.
Padang Magek
Nagari Padang Magek yang telah berhasil mengukir prestasi sebagai nagari terbaik untuk tingkat Provinsi Sumatera Barat beberapa tahun silam, juga mengan­dalkan posisi perantaunya yang selalu mencurahkan perhatiannya terhadap kemajuan kampung halaman.
Pada Lebaran tahun lalu, organisasi perantau Padang Magek yang tergabung dalam wadah Ikatan Keluarga Padang Magek (IKPM) yang bermukim di sejumlah kota di Tanah Air juga telah berpartisipasi di bidang kesehatan.
Perantau Padang Magek secara jeli telah melihat berbagai kendala yang dihadapi oleh dunsanaknya yang ada di kampung, perantau IKPM telah menfasilitasi penga­daan sebuah mobil ambulance bagi upaya mengatasi warga yang mengalami kesulitan dalam menda­patkan sarana transportasi untuk berobat.
Telah berjalan hampir satu tahun belakangan ini, sebuah mobil ambulance yang dikelola langsung oleh Pemerintahan Nagari Pa­dangmagek telah dirasakan man­faat keberadaannya oleh warga yang membutuhkan.
Dalam acara Pulang Basamo kali ini, peranatau Padang Magek yang bekerja sama dengan Pe­merin­tahan Nagari, telah mene­rapkan program bea siswa bagi anak-anak sekolah yang mengalami ancaman putus sekolah.
Sejumlah murid sekolah dari keluarga kurang mampu saat ini cukup banyak yang menghadapi kendala kesulitan dana untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Bila tidak segera dibantu dikhawatirkan anak-anak itu akan droup out dari sekolahnya.
Uluran tangan dari para peran­tau, pada acara Pulang Basamo Idul Fitri 1433 H kali ini, telah didapatkan sebanya 9 orang warga perantau yang menyatakan kesia­pannya untuk bertindak sebagai bapak angkat.
Segala biaya kebutuhan anak didik yang saat ini terancam putus sekolah, akan dibantu berupa biaya secara rutin sesuai kebutuhan yang diperlukan anak-anak itu dalam memenuhi berbagai keperluan sekolah.
M.Shadiq Pasadigoe pada saat menghadiri acara silaturahim dengan perantau IKPM Padang Magek, Kamis lalu menyatakan salut atas inisiatif yang telah dicetuskan oleh warga perantau Padang Magek.
“Kebijakan yang telah diber­lakukan oleh perantau Padang Magek ini perlu dicontoh oleh warga perantau lainnya, karena masalah pendidikan yang bisa saja terancam putus karena ketiadaan biaya dapat diselamatkan, guna kesiapan generasi masa depan yang cerdas dan berkwalitas,” jelasnya.
Nagari Atar
Lain halnya perantaau Nagari Atar Kecamatan Padang Gantiang. Pada Lebaran kali ini mengundang Bupati untuk meresmikan sebuah monumen fotokopi. Warga perantau Atar di negeri orang seperti sejum­lah kota di pulau Jawa, Kalimantan dan Sumatera cukup banyak dan sukses dalam usaha cetakan fotokopi.
“Setelah melewati wilayah Nagari Atar dari Batusangkar menuju Lintau Buo, masyarakat melihat dari ketinggian sebuah monumen fotokopi, sebagai sebuah ciri khas dari perantau Nagari Atar yang berhasil berekonomi lewat produk mesin fotokopi,” tutur tokoh perantau Atar Rajiman saat pere­mian monumen itu oleh Bupati M Shadiq Pasadigoe.
Di wilayah Kecamatan Sungai Tarab selama tiga hari tiga malam dari 23-25 Agustus 2012  ini telah dilangsungkan pertarungan olahraga silat tradisional yang dikenal dengan Galanggang Silih Baganti (GSB) ke III untuk tingkat Kabu­paten Tanah Datar.
Pesertanya terdiri dari para pesilat tradisi yang merupakan utusan dari tuo silek 75 wilayah nagari yang ada di  wilayah Luhak nan Tuo, kali ini pesertanya menca­pai sejumlah 500 orang yang terdiri dari para pesilat  tingkat anak-anak, remaja  dan   basunguik taba (dewasa).
Melestarikan Silek Tuo
Ajang pertarungan silat tradi­sional yang ditampilkan pada GSB (Galanggang Silih Baganti) kali ini juga telah menjadi tontonan yang cukup menarik bagi semua lapisan warga bagi warga yang menetap di kampung halaman maupun para perantau yang sengaja pulang berlebaran tahun ini.
M Shadiq Pasadigoe usai mem­buka secara resmi GSB III yang ditandai dengan pemukulan gong ini menuturkan, bahwa menu­rut sejarahnya, olahraga tradisional sileh ini berasal dari wilayah Luhak nan Tuo, oleh sebab itu perlu dilestarikan keberadaannya.
Sebagai salah satu jenis olah­raga tradisi harus dipertahankan agar keberadannya tidak punah ditelan masa, silat tradisi yang diterima secara turun temurun dari para tuo silek ini selain berfungsi sebagai olahraga bela diri, juga membentuk jati diri sebagai orang Minang sejati serta menanamkan sopan santun dan etika ketimuran.
“Sebagai motivasi bagi para para peserta, untuk pesilat utusan nagari yang berhasil keluar sebagai juara umum, sejak GSB pertama telah memperebutkan hadiah utama beruma tropi bergilir Bupati Tanah Datar,” kata Rajiman.
Untuk GSB pertama dan kedua dilaksanakan di pusat Kota Batu­sangkar, pada penyelenggaraan GSB III dan seterusnya atas kesepakatan pengurus IPSI yang telah direstui Bupati, penyelenggaraannya digi­lirkan ke setiap kecamatan yang ada di wilayah Luhak nan Tuo, guna memberikan dorongan bagi para pesilat-pesilat muda untuk selalu giat berlatih pada sejumlah sasaran silek yang ada di wilayah nagari.
Objek Wisata Penuh
Lokasi objek wisata hingga H+5 Idul Fitri seperti lokasi pantai Tanjung Mutiara, Air Mancur Lembah Anai, Puncak Pato, Istano Basa Pagaruyung cukup ramai dikunjungi oleh para wisatawan.
Arena  parkir dipenuhi oleh kendaraan pribadi luar daerah seperti  Jakarta (plat B) Pekanbaru, Jambi, Medan dan sebagainya. Meskipun kendaraan yang digu­nakannya berplat nomor luar,  mereka adalah para perantau yang pulang untuk berlebaran,
Objek wisata Tanjung Mutiara dipenuhi kaum ibu dan anak-anak yang sengaja mandi-mandi di perairan pantai yang dijaga dengan ketat oleh sejumlah relawan SAR dari BPBD Tanah Datar. Lokasi ini bisa saja memakan korban bila pengunjung tidak mengindahkan aturan yang diberlakukan, seperti memasang pengaman atau mandi dengan memakai peralatan benen.
Istano Basa Pagaruyung sebagai salah satu wisata budaya andalan di Luhak nan Tuo, juga mendapat kunjungan cukup ramai dari kala­ngaan wisatawan, sebagian besar pengunjungnya anak-anak sekolah yang hingga lima hari usai Lebaran masih libur.

sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar