JAKARTA – Harga BBM harus naik tahun depan. Alasannya, subsidi terlalu besar. Terlalu banyak uang negara yang dibakar. Orang kaya juga menikmati hak-hak orang tak mampu.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan beberapa terobosan, antara lain efisiensi konsumsi BBM bersubsidi, konversi BBM ke BBG, dan penaikan tarif dasar listrik (TDL) mulai 2013. Selain itu wacana kenaikan harga BBM bersubdisi kembali mengemuka.
Wakil Menteri ESDM Rudi Rubiandini di Jakarta, Jumat (19/10), mengatakan penaikan harga BBM sudah mendesak lantaran harga minyak internasional mengalami koreksi ke atas.
Ia mengusulkan agar harga BBM ber subsidi dari yang sekarang Rp4.500 per liter dinaikkan menjadi Rp6.000 per liter yang dilakukan secara bertahap sebesar Rp500 per liter.
“Kenaikan Rp500 per beberapa bulan, apa tiga bulan atau empat bulan. Jangan besar-besar, tapi bertahap. Itu baru hitungan kami, itu belum dibicarakan pemerintah secara menyeluruh,” ujar Rudi.
Ia menjelaskan, penaikan secara bertahap dilakukan supaya tidak membebani rakyat. Berkaca dari pengalaman tahun lalu ketika harga BBM bersubsidi dinaikkan secara langsung dari Rp4.500 per liter menjadi Rp6.000 per liter pada 2008, masyarakat terbebani secara langsung dengan penaikan tersebut.
“Saya ingin bertahap, tidak sekaligus seperti zaman dulu sekaligus sampai Rp6.000 per liter, kasihan masyarakat. Mungkin bertahap, Rp500-an lah,” jelasnya yang diwartakan micom.
Harus naik
Menurut pengamat, memang seharusnya BBM naik. Subsidi BBM tahun depan mencapai Rp200 triliun.
“Pemerintah jangan enggan,” kata Direktur Eksekutif Reformainer Institut, Pri Agung Rakhmanto.
Pri Agung menilai masyarakat Indonesia sudah cerdas, kenaikan harga BBM wajar dilakukan, namun sepanjang hasil penghematan kenaikan harga BBM tersebut dikembalikan lagi ke masyarakat melalui pembangunan infrastruktur masyarakat pasti akan menerima.
Wakil Menteri ESDM Rudi Rubiandini di Jakarta, Jumat (19/10), mengatakan penaikan harga BBM sudah mendesak lantaran harga minyak internasional mengalami koreksi ke atas.
Ia mengusulkan agar harga BBM ber subsidi dari yang sekarang Rp4.500 per liter dinaikkan menjadi Rp6.000 per liter yang dilakukan secara bertahap sebesar Rp500 per liter.
“Kenaikan Rp500 per beberapa bulan, apa tiga bulan atau empat bulan. Jangan besar-besar, tapi bertahap. Itu baru hitungan kami, itu belum dibicarakan pemerintah secara menyeluruh,” ujar Rudi.
Ia menjelaskan, penaikan secara bertahap dilakukan supaya tidak membebani rakyat. Berkaca dari pengalaman tahun lalu ketika harga BBM bersubsidi dinaikkan secara langsung dari Rp4.500 per liter menjadi Rp6.000 per liter pada 2008, masyarakat terbebani secara langsung dengan penaikan tersebut.
“Saya ingin bertahap, tidak sekaligus seperti zaman dulu sekaligus sampai Rp6.000 per liter, kasihan masyarakat. Mungkin bertahap, Rp500-an lah,” jelasnya yang diwartakan micom.
Harus naik
Menurut pengamat, memang seharusnya BBM naik. Subsidi BBM tahun depan mencapai Rp200 triliun.
“Pemerintah jangan enggan,” kata Direktur Eksekutif Reformainer Institut, Pri Agung Rakhmanto.
Pri Agung menilai masyarakat Indonesia sudah cerdas, kenaikan harga BBM wajar dilakukan, namun sepanjang hasil penghematan kenaikan harga BBM tersebut dikembalikan lagi ke masyarakat melalui pembangunan infrastruktur masyarakat pasti akan menerima.
“Kalau pemerintah naikan harga BBM, pembangunan MRT (Mass Rapid Transportation) Jakarta, Monorel atau transportasi massal lainnya tidak perlu menggandeng swasta, pemerintah dengan dana penghematan subsidi bisa bangun sendiri,” terang Pri Agung yang diwartakan detikcom.
Memang benar, kata Pri Agung, pengembalian kompensasi atas kenaikan harga BBM subsdi tidak akan langsung dirasakan masyarakat.
“Tapi suatu kebijakan memang tidak mungkin bisa diterima seluruh masyarakat Indonesia, tetapi dengan menaikan harga BBM dan membangun infrastruktur dari penghematan subsidi tersebut justru jauh lebih baik dibandingkan membiarkan atau memanjakan masyarakat Indonesia dengan harga BBM yang sangat murah,” tandasnya.
11 juta barel
Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) mengatakan, masih tersedia 11 juta barel stok minyak mentah di perut bumi Indonesia. Dari jumlah tersebut, 5 juta barel sudah bisa diproduksi. “Stok minyak sebesar 11 juta barel dan dapat dilifting 5 juta barel,” ujar Kepala BP Migas Priyono.
Ia mengatakan stok tersebut berasal dari ratusan sumur minyak di Indonesia, utamanya sumur minyak di Sumatra. Pihaknya juga meminta persetujuan DPR dan pemerintah terkait apakah stok minyak tersebut akan dilifting untuk masuk anggaran 2012 atau 2013.
Pasalnya, lifting minyak tersebut akan memberi dampak pada penerimaan negara dari sektor migas.
Realisasi penerimaan negara dari sektor hulu migas memang memperlihatkan tren positif. Sampai September 2012, realisasi penerimaan negara sudah mencapai US$27,1 miliar atau 81 persen dari target APBN-P sebesar US$33,5 miliar. Pada akhir tahun, penerimaan negara diharapkan bisa mencapai sekitar US$34,5 miliar, atau 103% dari target APBN-P.
Menurut Priyono, pencapaian itu tidak terlepas dari beberapa usaha yang dilakukan BP Migas, antara lain dengan memaksimalkan harga LNG di pasar spot dan peningkatan harga gas di dalam negeri yang masih terlalu rendah. (*)
Memang benar, kata Pri Agung, pengembalian kompensasi atas kenaikan harga BBM subsdi tidak akan langsung dirasakan masyarakat.
“Tapi suatu kebijakan memang tidak mungkin bisa diterima seluruh masyarakat Indonesia, tetapi dengan menaikan harga BBM dan membangun infrastruktur dari penghematan subsidi tersebut justru jauh lebih baik dibandingkan membiarkan atau memanjakan masyarakat Indonesia dengan harga BBM yang sangat murah,” tandasnya.
11 juta barel
Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) mengatakan, masih tersedia 11 juta barel stok minyak mentah di perut bumi Indonesia. Dari jumlah tersebut, 5 juta barel sudah bisa diproduksi. “Stok minyak sebesar 11 juta barel dan dapat dilifting 5 juta barel,” ujar Kepala BP Migas Priyono.
Ia mengatakan stok tersebut berasal dari ratusan sumur minyak di Indonesia, utamanya sumur minyak di Sumatra. Pihaknya juga meminta persetujuan DPR dan pemerintah terkait apakah stok minyak tersebut akan dilifting untuk masuk anggaran 2012 atau 2013.
Pasalnya, lifting minyak tersebut akan memberi dampak pada penerimaan negara dari sektor migas.
Realisasi penerimaan negara dari sektor hulu migas memang memperlihatkan tren positif. Sampai September 2012, realisasi penerimaan negara sudah mencapai US$27,1 miliar atau 81 persen dari target APBN-P sebesar US$33,5 miliar. Pada akhir tahun, penerimaan negara diharapkan bisa mencapai sekitar US$34,5 miliar, atau 103% dari target APBN-P.
Menurut Priyono, pencapaian itu tidak terlepas dari beberapa usaha yang dilakukan BP Migas, antara lain dengan memaksimalkan harga LNG di pasar spot dan peningkatan harga gas di dalam negeri yang masih terlalu rendah. (*)
sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar