Featured Video

Jumat, 25 Januari 2013

Pantai Matras, Satu Lagi Pesona Indah Pulau Bangka-Photo


img_20130102161529_50e3fab1ba1b9.jpg

img_20130102161529_50e3fab1ba1b9.jpg



img_20130102161550_50e3fac6b71ab.jpg

img_20130102161550_50e3fac6b71ab.jpg




img_20130102161640_50e3faf88ae23.jpg

img_20130102161640_50e3faf88ae23.jpg



img_20130102161827_50e3fb63f0815.jpg

img_20130102161827_50e3fb63f0815.jpg



img_20130102162135_50e3fc1f9e0e4.jpg

img_20130102162135_50e3fc1f9e0e4.jpg



Pantai Matras di Pulau Bangka punya panorama yang memesona. Selain hamparan pasir putih dan suasana yang sepi, pantai ini juga punya keunikan. Ada danau dangkal berisi air tawar yang bisa dijadikan tempat berbilas untuk wisatawan.

Ini bukan pertama kalinya saya menginjakkan kaki di tanah kelahiran ayah saya: Pangkal Pinang, Bangka. Tapi, inilah pertama kalinya saya menikmati panorama pantai di Bangka Belitung (Babel). Dulu, Babel adalah bagian dari Sumatera Selatan. Namun mulai 2001 Babel disahkan menjadi Kepulauan Provinsi Bangka Belitung.

Pangkal Pinang menjadi ibukota provinsi kepulauan ini, dan menyimpan berjuta keindahan alam yang belum banyak dieksplor wisnus maupun wisman. Sejak munculnya film Laskar Pelangi yang syuting di Belitung, bolehlah dibilang, ini jadi titik awal kemajuan pariwisata Provinsi Babel. Namun kebanyakan orang jadi mengenal nama Belitung saja, dan melupakan Bangka yang letaknya di sebelah utara.

Desember 2012 lalu saya dan keluarga, tanpa direncanakan sebelumnya, terbang dari Yogya ke Pangkal Pinang karena harus menghadiri acara mendadak. Ini jadi kesempatan saya untuk menikmati beberapa tempat wisata alam, dan mencicipi kuliner yang ada di Pulau Bangka.

Cuaca cerah sangat mendukung eksplorasi itu. Saya dan keluarga langsung tancap gas ke Pantai Matras, yang lokasinya sederet dengan Pantai Parai. Pantai Parai lebih rapi dan terkonsep, juga modern, karena di dalamnya terdapat beberapa cottage untuk menginap. Di pantai ini pula tersedia beberapa permainan air dan pemandian air panas. Karena tiap orang dikenai biaya retribusi Rp 25.000, kami lebih memilih menikmati Pantai Matras.

Pantai Matras sangat berbeda dengan Parai yang banyak pengunjungnya. Pantai Matras belum terkonsep rapi, masuknya pun tanpa biaya retribusi. Begitu sampai, saya takjub dengan merdunya suara ombak. Air pantai yang biru seakan menyatu dengan awan. Pasir yang putih bersih seperti tak pernah dijamah wisatawan.

Saya heran, pantai seindah ini, mengapa tak ada wisatawan yang datang? Hanya ada anak-anak dari penduduk sekitar yang berlarian, dan mencoba mengumpulkan timah di pesisir pantai. Pantai Matras yang seperti pantai pribadi langsung membuat saya jatuh cinta, bahkan dengan seluruh pulau ini.

Di pinggir pantai terdapat karung-karung pasir, entah siapa yang menyusunnya dengan sedemikian rapi. Sinar matahari yang bersahabat dengan kulit membuat saya betah menikmati pantai ini.

Satu hal yang unik dari Pantai Matras adalah sebuah danau mungil berisi air tawar di dekat bibir pantai. Airnya bening dan dangkal, sehingga biasa digunakan pengunjung untuk berbilas sehabis mandi air laut. Di sekitar danau air tawar ini, pemandangannya juga tak kalah indah.

Sambil mandi dan berfoto ria, saya melihat anak-anak penduduk sekitar berusia sekitar 10 tahun bermain dengan piring kecil. Mereka memutar-mutarkan piring itu ke air dangkal. Ternyata mereka sedang menambang timah, yang nantinya akan dijual Rp 100.000/ kg.

Deru suara ombak dan halusnya pasir pantai membuat saya takjub dan bersyukur atas lukisan Yang Maha Kuasa. Bukan pertama kali saya menginjakkan kaki di Bangka, namun inilah pertama kalinya saya dimanjakan oleh keindahan alam pulau ini. Tak ada satu pun tempat seperti Pantai Matras. Percayalah!

s

Tidak ada komentar:

Posting Komentar