Featured Video

Jumat, 01 Februari 2013

Pelaporan Pajak Presiden SBY dan keluarga Menimbulkan Tanda Tanya


Pelaporan pajak tahunan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono beserta kedua anaknya, Agus Harimurti dan Edhie “Ibas” Baskoro, menimbulkan tanda tanya. Dalam dokumen yang menunjukkan Surat Pemberitahuan (SPT) SBY dan kedua anaknya, yang berhasil didapatkan The Jakarta Post, tidak menyebutkan detail sejumlah penghasilan yang didapatkan sepanjang tahun 2011.

Keaslian dokumen itu dibenarkan oleh sejumlah sumber yang bekerja di Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan. SPT tahun 2011 yang dimasukkan pada kuartal pertama tahun 2012 tertulis, SBY disebutkan memperoleh penghasilan Rp 1,37 miliar selama setahun sebagai presiden dan tambahan Rp 107 juta dari sejumlah royalti.
Dalam dokumen itu juga terungkap pada tahun 2011, SBY membuka sejumlah rekening bank yang total nilainya mencapai Rp 4,98 miliar dan 589.188 dollar AS atau sekitar Rp 5,7 miliar (kurs Rp 9.600 per dollar AS). Dalam SPT itu tak disebutkan detail dari mana sumber keuangan itu. Juru bicara presiden,Julian Pasha, tidak memberikan respon atas pertanyaan The Jakarta Post, Selasa (29/1/2013).
The Jakarta Post juga tak berhasil mendapatkan SPT SBY tahun sebelumnya dan juga tak tahu di mana dana-dana itu tersimpan, apakah berasal dari harta sebelumnya atau merupakan akumulasi terbaru.
SBY selama ini selalu menekankan tentang pentingnya warga untuk memenuhi kewajiban pajak mereka termasuk keinginan untuk tranparansi bagi para pejabat publik. "Mari kita ciptakan kultur pajak berbudaya, menciptakan pemerintahan yang bersih, transparan, dan bertanggung jawab," demikian kata SBY di depan Direktorat Jenderal Pajak pada tahun 2009 ketika ia memasukkan SPT tahunan.
Sementara, Agus (34), dalam SPT tahun 2011 ia menyebutkan memperoleh penghasilan tahunan Rp 70,2 juta. Agus adalah seorang perwira di Kostrad di Jakarta. Dokumen pajak itu juga memperlihatkan, Agus membuka empat rekening bank berbeda dan sebuah akun deposito dengan total Rp 1,63 miliar. Tak ada informasi di dokumen mengenai sumber-sumber dana tersebut dan pada bagian pendapatan tambahan, termasuk istri Agus, Annisa Pohan, dibiarkan kosong.
Agus terdaftar sebagai pembayar pajak sejak tahun 2007 namun baru memasukkan SPT pada tahun 2011. Ibas memberikan penjelasan, berdasarkan undang-undang, hanya perwira tinggi militer yang wajib melaporkan sumber kekayaan mereka. "Mas Agus sekarang hanya seorang mayor," katanya, dalam email.
Ibas, yang menggambarkan dirinya sebagai pejabat publik dalam kapasitasnya sebagai anggota DPR, mengaku selalu konsisten memasukkan pelaporan pajak ke KPK sejak tahun 2009. "Saya selalu memenuhi kewajiban saya untuk memasukkan pelaporan pajak tahunan sesuai dengan aturan," katanya.
Berdasarkan SPT tahun 2011, Ibas memperoleh pengasilan Rp 183 juta sebagai anggota DPR dari Partai Demokrat. Ia juga memiliki investasi sebesar Rp 900 juta di PT Yastra Capital, deposito sebesar Rp 1,59 miliar, dan uang tunai totalnya mencapai Rp 1,57 miliar.
Ibas tidak menyebutkan dalam SPT pendapatan lainnya seperti pembayaran dividen, donasi, saham ataupun jenis investasi lain. Ia memiliki total aset sebesar Rp 6 miliar seperti yang tertulis dalam SPT tahun 2010 termasuk sebuah Audi Q5 SUV dengan harga Rp 1,16 miliar.
Sebagai seorang anggota DPR, Ibas diharuskan melaporkan kekayaan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di mana ia menyebutkan total aset pada tahun 2009 sebesar Rp 4,42 miliar. Dalam SPT tahun 2009, aset Ibas senilai Rp 5,18 miliar. Ia tidak menyebutkan adanya sumber pendapatan lain.
Menko Perekonomian Hatta Rajasa, yang juga mertua Ibas, memberikan penegasan. "Sebagai ayah dari mereka (Ibas dan Agus), saya memberikan kepastian kepada Anda jika tak ada perbedaan dari pelaporan pajak mereka," katanya.
Dirjen Pajak Fuad Rahmany  mengatakan seharusnya ada penjelasan rasional jika ada perbedaan data yang mencurigakan dari pembayaran pajak yang dilakukan keluarga presiden. "Mustahil jika keluarga presiden tidak mengisi SPT dengan benar. Mereka memiliki tim khusus yang menghitung semua kewajiban pajak mereka untuk memastikan akurasi," katanya.
Fuad menambahkan, direktorat juga tak punya otoritas mempertanyakan ke pembayar pajak jika terdapat perbedaan antara akun bank dan penghasilan tahunan mereka.

s

Tidak ada komentar:

Posting Komentar