Featured Video

Minggu, 19 Mei 2013

Aiptu Labora Sitorus Diciduk Tim Bareskrim Mabes Polri


Aiptu Labora Sitorus Diciduk Tim Bareskrim Mabes Polri
TRIBUNNEWS.COM/HERUDIN
Anggota Polres Raja Ampat, Papua, Aiptu Labora Sitorus (tengah) saat memberikan penjelasan kepada wartawan di kantor Pembela Kesatuan Tanah Air (Pekat), Jakarta Pusat, Jumat (17/5/2013). Labora Sitorus memberikan keterangan terkait kepemilikan rekening sebesar Rp 1,5 triliun. TRIBUNNEWS/HERUDIN 

Tim gabungan Bareskrim MabesPolri dan Polda Papua menangkap tersangka penimbunan BBM, penyelundupan kayu, dan pidana pencucian uang, Aiptu Labora Sitorus, usai menemui komisoner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) di Jakarta, Sabtu (18/5/2013) malam. Kini, anggota Polres Raja Ampat itu berada di kantor Bareskrim Polri untuk dilakukan pemeriksaan.
"Memang benar bahwa pada pukul 20.00 WIB, telah dilakukan penangkapan oleh penyidik Bareskrim yang tergabung dengan tim penyidik dan Polda Papua, dalam dugaan pelanggaran hukum oleh Aiptu LS. Jadi penangkapan dilakukan di kompleks STIK (Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian) oleh tim penyidik," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri, Brigjen (Pol) Bor Rafli Amar, dalam jumpa pers di kantornya, Mabes Polri, Jakarta, Sabtu (18/5/2013) malam.
Menurut Boy, penangkapan Labora ini terkait dugaan pidana penyelundupan kayu, penimbunan BBM, dan transaksi mencurigakan yang dilakukan oleh PT Rotua dan PT Seno Adi Wijaya.
"Dua perusahaan ini diduga kuat punya keterkaitan dengan Aiptu LS. Semua proses pembuktian," kata Boy.
Diberitakan, Polda Papua telah menetapkan Labora sebagai tersangka kasus penimbunan BBM di Sorong dengan nama perusahaan PT Seno Adi Wijaya dan penyelundupan kayu dengan perusahaan PT Rotua. Sementara, Mabes Polri menduga Aiptu Labora juga melakukan tindak pidana pencucian uang terkait kedua perusahaan itu.
Kasus ini menjadi perhatian publik setelah Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) menyampaikan temuannya, yakni Aiptu Labora melakukan transaksi keuangan mencurigakan selama lima tahun terakhir mencapai Rp 1,5 triliun.

s

Tidak ada komentar:

Posting Komentar