Featured Video

Rabu, 29 Mei 2013

MENCARI PEWARIS PAWANG HARIMAU




Siang itu, Selasa (28/5), beberapa orang tampak antre di depan rumah Syamsir Rajo Lelo, di Taruko Rodi, Kelurahan Limau Manih Selatan, Kecamatan Pauh, Kota Padang. Kedatangan mereka ke sana adalah untuk bauruik (pijat). Ya, orang-orang memang mengenal Syamsir Rajo Lelo sebagai tukang pijat. Tapi, puluhan tahun yang lalu, Syamsir Rajo Lelo adalah seorang pawang harimau.

1 Februai 1995, Syamsir Rajo Lelo mendapat penghargaan dari Dinas Kehutanan Kota Padang atas kesadarannya dalam penyelamatan satwa liar yang dilindungi undang-undang. Namun, pada saat bersamaan, ia mendapat larangan oleh Dinas Kehutanan untuk menangkap harimau demi menjaga kelestarian hutan lindung.
Ketika penulis menemui Syamsir Rajo Lelo, ia baru selesai melayani pasien-pasiennya. Ia mengenakan kaos berkerah berwarna abu-abu dan memakai sarung kotak-kotak. Kepalanya yang ubanan ditutupi oleh kopiah putih. Sambil bercerita, ia menyalakan sebatang rokok nipah.
Lelaki yang berumur 80 tahun ini mengaku telah menangkap harimau sejak tahun 1952. “Waktu itu di kampung kelahiran saya, Batu Busuk, ada harimau yang memakan ternak warga. Lalu saya bersama mamak (paman) menangkap ha­rimau itu,” kenangnya.
Ia bercerita, pamannya adalah seorang pawang harimau yang hebat di kampungnya. “Dari paman saya belajar menangkap harimau. Dan pada tahun 1950, paman menyaran­kan saya menuntut ilmu ke Pesantren Syech Burhanuddin, di Ulakan, Pariaman. Selama lebih kurang 7 tahun di sana, saya belajar berma­cam-macam ilmu tarekat. Mulai dari ilmu penyucian tubuh, sifat 20 dan membuat jebakan (kandang) untuk menangkap hari­mau,” ungkap lelaki yang mem­punyai 11 anak ini.
Menurut Pak Lelo—begitu ia biasa dipanggil—menangkap hari­mau dilakukan dengan cara mele­takkan umpan berupa ternak—misalnya kambing—di dalam kan­dang jebakan yang telah disiapkan terlebih dahulu. Kemudian harimau dipanggil untuk mendekati jebakan tersebut dengan menggunakan man­tra. Sebelumnya, jebakan tersebut sudah dimandikan dengan bermacam-macam bunga. Jebakan tersebut terbuat dari kayu yang ditanamkan kuat-kuat ke dalam tanah agar harimau tidak bisa mendobraknya.
Untuk mendapatkan ilmu pe­mang­gil harimau, Pak Lelo mesti melalui berbagai macam pantangan. Beberapa pantangan tersebut yakni, pertama dilarang membuang air bekas cucian pada malam hari, baik bekas cucian tangan atau cucian lainnya. Siapa tahu ada harimau di luar rumah sehingga berke­mungkinan air cucian itu mengenaiinyiak (harimau) dan membuatnya marah. Kedua, dilarang mencuci periuk di sungai, karena arang dari periuk tersebut akan mencemari air sungai dan terminum oleh harimau. Dan masih banyak lagi berbagai pantangan lainnya.
“Di antara pantangan tersebut, pantangan yang paling penting adalah dilarang membuang puntung rokok ke luar rumah. Karena jika puntung rokok tersebut dimakan oleh harimau, maka hutang si harimau memakan ternak, akan ia anggap lunas. Bila harimau memakan ternak masyarakat, maka ia mengganggap hal tersebut sebagai sebuah hutang. Dan ia akan berusaha membayar hutang tersebut dengan memakan puntung rokok atau menjilat telapak kaki yang punya ternak,” terangnya.
Dan kalau salah satu dari pantangan-pantangan tersebut dilanggar, tambah Pak Lelo, maka harimau akan menghalangi atau mengganggu si pawang bila pergi ke rimba atau hutan.
Mungkin banyak orang ber­tanya, kenapa harimau dipanggil inyiak di Minangkabau. Kata Syamsir Rajo lelo, harimau diper­cayai berasal dari orang yang telah meninggal dunia, yang semasa hidupnya berperangai seperti harimau. “Perangai harimau suka memakan daging mentah. Kia­sannya adalah, orang yang suka memakan yang bukan miliknya, misalnya mengambil istri orang,”
Syamsir Rajo Lelo kini telah tua. Rambutnya memutih semua. Namun tatapan matanya masih terang. Pendengarannya juga masih tajam dan kata-katanya terdengar jelas. Sejak pertama kali me­nangkap harimau pada tahun 1952 sampai berhenti pada tahun 1995 lalu, ia mengaku sudah menangkap 30 harimau hidup-hidup. Harimau yang ditangkap lalu diserahkan ke Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA). Meskipun ia sudah tua, bukan berarti ia tidak bisa lagi menangkap harimau. “Bila ada harimau memakan ternak di se­buah kampung, saya bersedia menggunakan keahlian saya untuk menangkap harimau tersebut. Tentu saja dengan izin Dinas Kehutanan sebelumnya,” tuturnya.
Syamsir Rajo Lelo adalah satu-satunya pawang harimau di Kota Padang. Sampai saat ini, belum ada seorang pun yang mewarisi ilmunya. Ia mengaku bersedia mewariskan ilmunya kepada siapa saja. Syaratnya, yang bersangkutan mampu memenuhi persyaratan yang disyaratkan. (h/mg-dib)

s


Tidak ada komentar:

Posting Komentar