Featured Video

Jumat, 28 Oktober 2011

KIOS PASAR RAYA GRATIS RUPANYA CUMA USULAN-Padang


PEMIMPIN PLIN-PLAN
PADANG, Haluan — Pada awalnya dikatakan pedagang Pasar Inpres II, III, dan IV digrariskan untuk mendapatkan kios. Hal itu dengan pasti dikatakan Wahyu Iramana Putra. Namun, sehari setelah itu dibantah lagi oleh Pemko. Gejala plin-plan?

Ketua DPD Partai Golkar Kota Padang Wahyu Iramana Putra mengatakan, pernyataan gratis terhadap Pasar Inpres II, III dan IV di beberapa media beberapa waktu lalu hanya sekadar usulan saja dan juga aspirasi yang disampaikan oleh pedagang kepada dirinya.
“Namun, sayangnya usulan saya tersebut tidak menda­patkan tanggapan oleh Peme­rintah Kota (Pemko) Padang. Padahal, saya berharap agar Pa­sar Inpres II, III dan IV ter­sebut digratiskan” kata Wahyu kepada Haluan, Kamis (27/10).
Untuk itu, ke depan ia tidak akan lagi berbicara soal pasar ini. Cukup hanya Pemko Padang saja, yang berbicara soal Pasar Inpres II, III dan IV sehingga tidak menim­bulkan konflik yang semakin ruwet. Selain itu, pernyataannya itu hanya sekadar konsep saja dan belum suatu kebijakan. Untuk itu, hendaknya seluruh pihak jangan suka membesar-besarkan persoalan yang kecil. Karena, dampaknya akan ber­pe­ngaruh besar bagi mas­yarakat.
Ia mengharapkan, persoalan pasar ini dapat segera tuntas dan masyarakat tidak dirugikan. Dengan begitu, Kota Padang akan kembali menjadi daerah yang aman dan tentram kem­bali seperti waktu dulu. Dan, hendaknya jika persoalan pasar ini tuntas juga perhatikan pada pedagang kreatif lapangan (PKL), maksudnya para PKL itu diberikan tempat yang layak dan tidak memakai tenda lagi.
“Jika pembangunan pasar ini berjalan lancar, maka hendaknya antara pasar mo­dern dan tradisional saling berdampingan. Sehingga, ketika istri dan anak sedang belanja di pasar traditional maka, sang ayahnya bisa menunggu di pasar modern,”  tambahnya.
Menanggapi pernyataan Ketua Golkar itu, Walikota Padang Fauzi Bahar mengata­kan, pernyataan Ketua Golkar itu sebenarnya bukan gratis secara total. Namun, gratis tapi disewakan.
“Tidak ada gratis terhadap Pasar Inpres II, III dan IV, sedangkan yang gratis hanya penempatan awalnya saja,” katanya. Jika kios tersebut disewa­kan kepada pedagang selama 25 tahun, maka peda­gang harus membayar setiap akhir tahun. Dan, setiap lima tahun harga kios tersebut akan mengalami perubahan harga.
“Dan, jika menggunakan sistem sewa kalau pedagang tersebut macam-macam maka bisa diusir. Karena, mereka hanya memiliki hak pakai bukan hak milik,” tegasnya.
Jika kiosnya menggunakan kartu kuning (KK), maka pedagang harus mencicilnya dengan mengandalkan KK tersebut ke perbankan.
“Kemudian, kalau kios tersebut dijual kepada peda­gang. Maka, pedagang akan memiliki hak milik terhadap kios tersebut,” tambahnya.
Seperti diberitakan Haluan, Selasa (25/10) Walikota Padang Fauzi Bahar mengabulkan permintaan pedagang dengan menggratiskan kios untuk Pasar Inpres II, III, dan IV. Kios digratiskan dan mempriori­taskan bagi pedagang lama. Selain ini, Pemko juga me­nyiap­kan tempat penampungan yang layak jelang Pasar Inpres II, III, dan IV selesai dibangun.
Kabar itu dikatakan Ketua Ketua DPD Golkar Padang Wahyu Iramana Putra dalam jumpa pers di Baringin Room, ruang pertemuan Golkar Pa­dang, Senin (24/10).
Menurut Wahyu yang di­dam­pingi anggota DPRD Pa­dang dari Fraksi Golkar Afrizal dan Jumadi, kesepakatan terse­but didapat dalam pertemuan yang dilangsungkan dengan Walikota Padang Fauzi Bahar Minggu (23/10) pukul 20.00 WIB.
“Hasil pertemuannya de­ngan Walikota Padang berisi empat kesimpulan. Pertama, seluruh pedagang disiapkan kios darurat sebagai penampungan se­mentara selama pemba­ngu­nan berlangsung, yang layak dan sesuai dengan jumlah pedagang. Kedua, pedagang dikembalikan ke tempat semu­la pada bangunan yang baru, se­suai dengan peruntukan masing-masing secara gratis. Ketiga, pedagang dijamin haknya selama 25 tahun yang ditetapkan dengan Surat Kepu­tusan (SK) Walikota dan sesuai dengan fungsinya. Keempat, pedagang akan membayar retribusi sesuai dengan Perda atau ketentuan yang berlaku,” urai Wahyu Iramana Putra.
Alasan digratiskan—yang selama ini terus diperdebatkan antara pedagang dengan Pem­ko menurut Wahyu akan diper­gunakan cara lain, misalnya melalui retribusi. “Tapi ini be­lum dibahas. Itu hanya teknis, yang penting Walikota setuju dulu digratiskan,” tambahnya
Menurut Inbur, banyak janji yang telah disebar selama persoalan di Pasar Inpres. Janji-janji itu kadang hilang dengan sendirinya, dan persoalan kembali seperti semula, tidak berujung. Dalam ingatan Inbur yang mengikuti persoalan di Pasar Inpres pascagempa dulu, pada pertemuan dengan Tim Penyelesaian Pasar, Walikota juga berjanji akan mende­ngarkan pedagang. Ketika pertemuan dengan Komnas HAM, ada juga janji yang lebih kurang sama, tapi realisasinya tidak terbukti.
“Kita tidak pesimis. Tapi juga perlu mewaspadai,” ka­tanya lagi. Aktivis PBHI Khai­rul Fahmi menjelaskan, mesti ada kontrak antara pedagang dan Pemko. “Kenapa pedagang dan pemko? Karena merekalah stakehol­dernya,” kata Khairul Fahmi kepada Haluan, Senin (24/10).
“Agar niat baik itu tidak berubah arah, bentuk kontrak harus segera diwujudkan. Bentuknya bisa saja melalui MoU, bentuk surat, atau seba­gainya,” katanya. (h/ade)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar