Featured Video

Jumat, 13 Januari 2012

4 TAHUN PENJARA UNTUK MANTAN KAPOLRES AGAM


KORUPSI UANG DINAS
PADANG, Mantan Kapol­res Agam, AKBP Maulida Gustina, terdakwa dugaan korupsi dana Daftar Isian Penggunaan Anggaran (DIPA) untuk bagian Reskrim dan Bina Mitra Polres Agam tahun 2009-2010 divonis 4 tahun penjara. Selain itu terdakwa juga dipidana denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan.

Selain itu, terdakwa juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp178 juta, dengan ketentuan, jika dalam jangka waktu 1 tahun terdakwa tidak sanggup membayarnya, maka harta benda terdak­wa dapat disita jaksa.
“Jika terdakwa tetap tidak sanggup membayar uang pengganti, maka dapat diganti dengan pidana penjara selama 2 tahun 6 bulan,” kata Hakim Asmuddin didampingi anggota Jon Effreddi dan hakim ad-hoc Zalekha dalam putusannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Padang, kemarin (12/1).
Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut terdakwa dengan 5 tahun penjara serta denda Rp Rp200 juta dengan subsider 4 bulan kurungan.
Terdakwa yang mengenakan safari hitam hanya terlihat menunduk dan pandangannya nanar.
Dalam putusannya, mejelis hakim menyatakan terdakwa telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi Dana DIPA untuk bagian Res­krim dan Bina Mitra di Polres Agam tahun 2009-2010.
Terdakwa telah melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Ayat (1) huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001.
Hakim menilai, perbuatan terdakwa telah memenuhi semua unsur yang didakwakan dalam pasal diatas. Seperti unsur setiap orang, unsur secara melawan hukum, unsur melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain dan korporasi dan unsur yang dapat meru­gikan keuangan negara.
Untuk membantu kegiatan operas­io­nal di Polres Agam, Polres Agam men­dapatkan kucuran dana DIPA untuk bagian Reskrim dan Bina Mitra tahun 2009-2010.
Untuk bagian Reskrim tahun 2009 sebesar Rp534 juta dan tahun 2010 sebesar Rp320 juta. Sedang­kan untuk bagian Binamitra tahun 2009-2010 sebesar Rp335 juta. Dana yang dikucurkan dalam DIPA untuk bagian Reskrim dan Binamitra tahun 2009-2010 tersebut totalnya sebesar Rp1,1 miliar lebih.
Tapi realiasasinya, terdakwa mengambil kebijakan yang tidak sesuai dengan aturan di internal Polri. Dari total dana sebesar Rp1,1 miliar ini, hanya direalisasikan sesuai prosedur sebesar Rp214 juta. “Selisihnya sekitar Rp976 juta lagi, tidak digunakan terdakwa seba­gaimana mestinya,” kata Asmuddin.
Ditambahkan Jon Effreddi, sebe­sar Rp378 juta dari dana sebesar Rp976 juta tersebut digu­nakan terdakwa untuk kepentingan priba­dinya. “Sedangkan sisanya sebesar Rp598 juta lagi dari total dana sebesar Rp976 juta tidak bisa dipertanggungjawabkan dengan bukti-bukti yang sah,” tutur Jon Effreddi.
Perbuatan terdakwa, meng­gunakan dana operasional DIPA untuk kepentingan pribadi terdakwa tanpa dilengkapi dengan bukti-bukti penggunaan dana tersebut. Dana tersebut antara lain dipergunakan untuk membayar kredit perumahan, biaya perjalanan dinas dan bantuan untuk pihak ketiga.
Dalam perjalanannya, dana DIPA yang digunakan untuk kepen­tingan pribadi tersebut sebesar Rp378 telah diganti terdakwa sebesar Rp200 juta. “Kendati demikian, hal itu tidak menghi­langkan unsur tindak pidana yang dilakukan terdakwa. Dan perbuatan terdakwa patut dihukum dan dipidana,” kata Asmuddin.
Pertimbangan hakim dalam memberikan putusan itu antara lain faktor memberatkan, karena terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Sedangkan faktor yang meringankan, karena terdakwa belum pernah dihukum, terdakwa berlaku sopan selama persidangan, terdakwa menyesali perbuatannya, dan terdakwa juga tidak berbelit-belit memberikan keterangan.
Menanggapi putusan ini, terdak­wa, penasihat hukum (PH) terdakwa dan JPU menyatakan piker-pikir.
Kasus ini bermula, saat Polres Agam menerima DIPA tahun 2009 dan 2010 untuk keperluan Satres­krim dan Bina Mitra.
Dalam pencairannya setiap satuan mengajukan rencana kebu­tuhan bagian satuan dan polsek setiap bulannya. Kemudian benda­hara satuan (bensat) meng­himpun dan merekap kebutuhan untuk pengajuan permintaan dana ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN).
Kemudian bensat menagih pertangungjawaban keuangan kepada bagian satuan dan polsek.
Dan setelah itu, bensat menga­jukan kebutuhan dana tersebut ke Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) yakni Kapolres Maulida, untuk mendapatkan persetujuan.
Setelah disetujui KPA, bensat menyerahkan dana itu ke Kasat Reskrim AKP Masri untuk keper­l­uan Satreskrim dan Kabag Bina Mitra Kompol Yusra untuk ke­perluan Bina Mitra sesuai petunjuk dari Kapolres Agam.
Untuk tahun anggaran 2009 hingga 2010, total rencana kebu­tuhan dana penyelidikan dan penyidikan yang diajukan Sat­reskrim kepada Kapolres Agam, melalui bensat untuk Januari 2009 s/d Juni 2010 sebesar Rp841 juta. Dana yang disetujui oleh KPA hanya Rp343 juta.
Begitu juga dengan bagian Bina Mitra, yang diajukan Rp357 juta, yang disetujui hanya Rp90 juta. Dana tersebut dicairkan setiap bulannya ke Satreskrim melalui Kasat Reskrim AKP Musri.
Dari setiap bulan dana yang dicairkan ke Satreskrim, jumlahnya tidak pernah sesuai dengan penga­juan sebelumnya. Misalnya untuk bulan Januari 2009 yang seharusnya diterima Satreskrim sebesar Rp42 juta hanya disetujui Kapolres sebanyak Rp10 juta. Kemudian untuk bulan Februari 2009, yang seharusnya dicairkan Rp27 juta yang diberikan ke Satreskrim hanya Rp15 juta. Itu dilakukan atas perintah terdakwa.
Hal serupa juga terjadi untuk pencairan dana untuk Bina Mitra. Dana yang dicairkan setiap bulan­nya hanya diterima sebesar Rp5 juta. Selisihnya jauh berbeda dengan yang diajukan berkisar antara Rp15-20 juta setiap bulan.
Akibat perbuatan terdakwa merugikan negara. Menurut JPU total kerugian negara yang diaki­batkan perbuatan terdakwa ini sebesar Rp764 juta, diantaranya digunakan terdakwa untuk kepen­tingan pribadi sebesar Rp378 juta dan Rp386 juta tidak didukung buk­ti pertanggungjawaban keuangan.
Sedangkan indikasi kerugian negara yang ditemukan dari audit BPK sebesar Rp Rp976 juta, sebesar Rp378 juta dipergunakan terdakwa untuk kepentingan pribadinya dan sisanya sebesar Rp598 juta tidak dilengkapi dengan bukti-bukti pertanggungjawaban. (h/dla)http://www.harianhaluan.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar