Featured Video

Jumat, 13 Januari 2012

MENJALIN KEKERABATAN DALAM BIMBINGAN ISLAM


Sebuah bimbingan Rasulullah SAW dalam menjalin persaudaraan disebutkan ; “Orang muk­min adalah jalinan yang dijalin, dan tidak ada kebaikan pada orang yang tidak mau menjalin (persau­da­raan) dan tidak mau dijalin!” (HR. Ahmad, Thabrani & Al Hakim). Disimpulkan bahwa persaudaraan antara sesama muslim (ukhuwah Islamiyah) pada dasarnya merupakan nikmat Allah SWT untuk yang bersungguh-sungguh menjalin persaudaraan itu. Kuncinya adalah memperkuat hubungan (silah qawiyyah) dengan Allah SWT maupun manusia.


Dalam istilah Alquran disebut hablum min Allah wa hablum min an-Naas, atau theosentrisma hu­manisma. Ukhuwah umat dan kaum serta suku di nagari adalah beberapa idiom yang merupakan simpul keniscayaan membentuk persekutuan antar manusia. Suatu pesan mendesak dalam fakta sejarah manusia acap kali diwarnai konflik hingga berdarahdarah dalam aksi kekerasan. Semua bermula pada tidak adanya kehendak mulia sebagai peribadi yang wajib memberi perhormatan tulus dan penuh cinta kepada orang lain. Persaudaraan yang hakiki di dalam ajaran agama Islam (Ukhuwwah Islamiyah) adalah menata hubungan sesama manusia yang baik dengan kasih dan sayang.
Persaudaraan terjadi manakala terdapat ta’lif al-qalb (pertautan hati, perasaan dan pikiran) antara satu dan lainya. Inilah dasar penguatan kekerabatan dalam adagium ABSSBK di Minang­kabau. Amatlah mustahil persauda­raan akan terikat erat manakala hati, perasaan, dan pikiran saling bertentangan. Hati yang menyatu mudah menyikapi perbedaan penda­pat, golongan, kaum dan suku. Pergaulan kemasyarakatan lebih luas ditemui juga perbedaan partai dan aliran paham. Semua dihadapi dengan kekuatan husnudz-dzan (berbaik sangka) dan tasamuh (toleransi). Sebaliknya, hati yang bertentangan dalam menyikapi perbedaan dengan kacamata su‘udz-dzan (berburuk sangka) akan melahirkan permusuhan. Peringatan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surat Al-Anfal ayat : 36 wajib dipakai menjalin kuatkan kekera­batan. Mesti disadari bahwa nikmat kekerabatan dalam kaum dan suku di Minangkabau yang nyatanya adalah Muslimin wajib berupaya mengaplikasikan nilai-nilai Islam pada semua bidang kehidupan yang digelutinya. Islami dalam ibadah mahdlah. Islami pula di dalam berekonomi, berperilaku politik, bersosial budaya, dan lain sebagainya.
Adat pergaulan terjalin perilaku Islami menguatkan pula jalinan masyarakatnya yang qarib (karib, dekat) atau yang ba’id (baid, jauh). Komitmen pada ajaran Islam menjadi dasar ABSSBK meng­hormati sesama sesuai dengan firman Allah SWT di dalam surat Ali-Imran ayat 103. Negeri kita, bahkan seluruh Nusantara Indon­e­sia, adalah bangsa integratif dengan kedamaian dan ketentraman hidup. Seharusnya mengambil hikmah dan tidak terpancing kepada upaya memecah belah persatuan bangsa. Lebih khusus sebagai satu bangsa beradat istiadat keke­rabatan. Apalagi samasama ummat Islam pula. Persaudaraan ditak­dirkan sejak lama menjadi keka­yaan terbesar penduduk ranah ini. Pengalaman pahit dialami saudara-saudara kita di berbagai belahan mencatatkan sejarah kelam. Kepu­nahan generasinya akibat permu­suhan di antara mereka. Kita mesti waspada dan selalu bersikap bijak menghadapi potensi konflik yang da­pat muncul karena dipicu oleh pe­ristiwa-peristiwa kecil pada mulanya.
Kekerabatan ukhuwwah dapat diartikan persaudaraan. Makna akar katanya berarti saling mem­per­hatikan. Makna asal menge­sankan persaudaraan meng­harus­kan adanya perhatian dalam merasakan dirinya bersaudara. Perasaan itu karena adanya persa­maan yang kemudian berkembang kepada persaudaraan dan persa­tuan. Ukhuwah memiliki arti “setiap persamaan dan keserasian dengan pihak lain, baik persamaan ketu­runan, dari sisi ibu, bapak, atau keduaduanya, maupun dari sisi persusuan dan persukuan.” Secara majazi kata ukhuwah mencakup persamaan unsur seperti suku, agama, anutan, wilayah, adat budaya, profesi dan perasaan. Lebih jauh kata akh digunakan dalam arti teman akrab atau sahabat. Faktor penunjang persaudaraan secara luas adalah persamaan. Semakin banyak persamaan akan semakin kokoh pula persaudaraan.
Persamaan rasa dan cita men­jadi faktor dominan mendahului persaudaraan hakiki berdasar cinta. Kecintaan seseorang ikut mera­sakan penderitaan saudaranya dan segera mengulurkan tangan sebelum di­minta, sesuai isyarat agama “… mengutamakan orang lain atas diri mereka, walaupun diri mereka sendiri kekurangan pula.” (Q.S. Al Hasyr: 9). Memantapkan persaudaraan perlu dihindari segala macam sikap dan perasaan batin yang dapat mengeruhkan hubungan di antara sesama. Dalam hal ini perhatikan firman Allah, “Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu men­dapat rahmat” (Q.S. Al Hujurat:10). Setelah itu ada perintah ishlah (perbaikan huhungan) jika sean­dainya terjadi kesalah pahaman di antara kelompok atau kaum. Kita­bullah memberikan contoh-contoh penyebab keretakan hubu­ngan itu.
Alquran melarang setiap muslim melakukan hal yang merusak hubungan ini seperti ditegaskan di dalam surat  Al Hujurat ayat : 11. Kekerabatan persaudaraan akan dikatakan tuntas manakala manu­sia menjadi satu tubuh. Ketika anggota tubuh yang satu sakit, maka yang lain ikut menanggung derita­nya. Demikian satu metafora sebuah hadis Rasulullah SAW menyebutkan bahwa umat muslim itu layaknya «  .. ka l-Jasad l-Wahd » penaka batang tubuh yang satu atau  «  .. ka l-Bunyaan .. » seperti satu bangunan saling kuat bersatu. Persekutuan manusia (ukhuwah insaniyah) dimensi spiritualitasnya pada hubungan manusia dengan Tuhannya. Persekutuan dalam tatanan Kitabullah niscaya terpen­dar dalam pijar hubungan kema­nusiaan, berbangsa dan bernegara.
Menyempurnakan kematangan taqwa dengan ritual vertikal kepada Allah (Hablun Minallah) agar mudah melakukan amal horizontal antar manusia (Hablun Minannas). Mus­tahil ketaqwaan diraih manakala urusan sesama manusia belum beres. Bila dendam kesumat di hati mengecambah dengan iri hati dan dengki tak kunjung padam tidaklah mungkin dapat menjadi orang-orang bertaqwa. Rasulullah SAW berpe­san : “Jauhilah oleh kalian akan dzan (prasangka), karena prasangka itu adalah dusta yang amat besar. Janganlah kalian mencari kesalahan orang lain, jangan pula mencari-cari aib (keburukan) orang lain, janganlah pula kalian bersaing (dengan tidak sehat), janganlah kalian saling iri dan dengki, jangan saling benci, jangan saling bermu­suhan, dan jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara.” (H.R. At Tirmizi). Allahu A’lam bi s-Sha­waab.

H. MASOED ABIDIN
http://www.harianhaluan.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar