Featured Video

Selasa, 14 Februari 2012

SEKS BEBAS DAN VALENTINE’S DAY-Bingkisan Coklat Valentine’s Day yang Berisi Kon­dom


Heboh bingkisan coklat Valentine’s Day  yang  berisi kon­dom, ternyata bu­kan isapan jempol atau rekayasa se­ma­ta.­
Seperti dilansir sejumlah media nasional, paket meng­hebohkan itu ditemukan di sejumlah supermarket di Geger Kalong Bandung, Ja­karta Selatan, Depok, Me­dan dan Menado. Bahkan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga ikut gerah dan meminta pemerintah segera menarik bingkisan yang me­resahkan tersebut.

Di sini, tidak akan di­bahas tentang sejarah Va­len­tine’s Day, karena sudah terlalu banyak yang mengu­lasnya. Di internet juga ba­nyak bertebaran literasi ten­tang Valentine’s Day de­ngan beragam latar bela­kang, ana­lisis dan kesim­pulan. Tapi yang patut digarisbawahi adalah ditemukannya kondom dalam kaitannya dengan momentum yang diklaim sebagai hari kasih sayang kawula muda itu. Fakta bahwa ditemukannya kondom dalam bingkisan valentine’s dan dijual bebas pula di supermarket dan mall, se­makin memperlihatkan subs­tansi sesungguhnya dari tradisi tersebut.
Selama ini, Valentine’s Day identik dengan segala atribut berbentuk hati, berwarna me­rah jambu (pink) dan di­ap­likasikan dengan yang na­manya bunga atau coklat. Bingkisan ini kemudian di­berikan kepada orang-orang yang disayangi. Juga ada tradisi tukar-tukaran kado. Secara implisit, me­nyusupnya kondom dalam bingkisan valentine’s me­nyiratkan bahwa tradisi ter­sebut kental dengan budaya free sex, merupakan satu hal yang tak ter­ban­tahkan.
Rumors yang selama ini menyatakan bahwa valentine’s adalah ajang hura-hura me­nuju perzinahan, semakin mendekati kebenaran.  Dengan kata lain, semenjak dini– mengingat sebagian besar pelaku yang merayakan va­lentine’s adalah para remaja yang masih duduk di bangku sekolah, anak-anak generasi penerus bangsa ini sudah diperkenalkan bahkan menjadi pelaku seks bebas.
Lalu, kondom? Alat kon­trasepsi yang sejatinya tidak dijual bebas ini, kini dengan mudah bisa didapatkan di apotik, rumah obat atau supermarket. Di situ ter­pampang sebaris tulisan, “tidak dijual untuk anak sekolah” Nah, dengan semakin bebas dan mudahnya men­dapatkan kondom di pasaran, ikut berkontribusi terhadap maraknya prilaku seks bebas, terutama di kalangan remaja. Valentine’s Day yang katanya symbol kasih sayang diter­jemahkan menjadi ajang pesta seks.
Apakah ini pekerjaan orang-orang iseng atau me­mang sebuah skenario yang tersis­tematis, patut kiranya men­dapat per­hatian dari semua kalangan, terutama para orang­tua. Inilah tanda-tanda yang mengarah pada kehancuran moral generasi bangsa. Deg­radasi moral menuju ke­bang­krutan spi­ritual sema­kin nyata di depan mata. Akan halnya pe­me­rintah, sampai hari ini me­mang belum mengambil tin­dakan apapun. Seperti biasa, pemerintah acapkali bersikap reaktif, baru ber­tindak setelah kejadian.  Paling juga berjanji akan lebih mengawasi dan memberi sedikit sanksi ke­pada pelaku.
Lalu, adakah kemung­kinan pemerintah (baca: Majelis Ulama Indonesia) akan me­nelurkan fatwa haram Valen­tine’s Day? Ini yang agak sulit, mengingat bila hal tersebut diberlakukan akan me­ngun­dang reaksi keras dari ka­langan aktivis Hak Azazi Manusia (HAM) dan In­do­nesia merupakan negara multi agama serta etnis. Di sini, merayakan Valentine’s Day boleh sesuka hati.
Kembali kepada pribadi masing-masing. Merayakan boleh, menolak juga silakan. Sehingga kondisi ini menjadi komoditas yang menggiurkan bagi sejumlah pihak seperti produsen coklat, sabun mandi, pasta gigi, telepon seluler dan lain sebagainya. Berdalih Valentine’s Day, mereka ke­mudian berlomba-lomba mem­produksi barang yang menjadi icon Valentine’s Day. Tak ayal, produsen kondom pun merasa berkepentingan dengan proyek ini.
Berbeda dengan Malaysia. Pemerintah setempat, seperti yang dikatakan Kepala Depar­temen Pengembangan Islam Malaysia, Wan Mohamad Sheikh Abdul Aziz, Malaysia mengeluarkan fatwa haram merayakan Valentine’s Day terkait  dengan ajaran agama. Karena itu, umat Islam di negara tetangga itu dilarang merayakan tradisi valentine. Bahkan Partai Islam negara setempat mengusulkan agar Valentine’s Day diganti men­jadi Hari Pasangan Sua­mi Isteri. Demikian juga dengan Iran dan Arab Saudi, dua negara ini melarang keras produksi dan transaksi produk yang berhubungan dengan Valentine’s Day.
Terlepas dari pro kontra, boleh tidaknya perayaan Valentine’s Day di negeri ini, yang patut menjadi catatan dan warning bagi semua pihak – khususnya para orangtua – adalah gerakan untuk meng­hancurkan ge­nerasi muda secara per­lahan-lahan dengan for­mula ber­nama free sex.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar