Featured Video

Sabtu, 25 Februari 2012

SKENARIO EVAKUASI HARUS DISIAPKAN


KEMUNGKINAN GEMPA 8,8 SR PULAU SIBERUT
PADANG, Pemerintah dimin­ta menyiapkan skenario dan skema evakuasi untuk meminimalisasi risiko setelah bencana. Pemerintah tak bisa hanya menunggu bencana datang baru merespons.

Pemerintah provinsi, kota, dan kabu­paten yang berada di jalur rawan bencana, diharapkan fokus menyosialisasikan potensi kebencanaan kepada masyarakat.
Pasalnya, berdasarkan hasil penelitian, besar kemungkinan akan terjadi gempa bumi dengan ke­kuatan 8,8 Skala Richter (SR) di pesisir pantai Sumatera Barat. Untuk itu, perlu diidentifikasi titik-titik rawan gempa, skenario eva­kuasi yang detail dan Standard Operating Procedures (SOP) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) yang ideal. Pemerintah tidak bisa atau tidak harus menunggu dulu terjadi bencana untuk me­nyiapkan semua itu.
Penelitian mutakhir yang dila­kukan Prof Dr Kerry Sieh dari Nanyang University Singapura bersama Dr Danny Hilman Nata­widjaja dari pakar geologi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indo­nesia (LIPI).
Dalam ekspos hasil penelitian di kediaman Gubernur Sumbar, Kamis (24/2), Danny Hilman men­jelaskan, bahwa akan ada patahan “Sunda Megatrust” yang menye­babkan tsunami besar di suatu saat dalam kurun waktu beberapa puluh tahun ke depan di wilayah Provinsi Sumatera Barat.
“Gempa dan tsunami tersebut akan jauh lebih besar dari gempa yang sudah terjadi di wilayah ini dalam 200 tahun terakhir. Terma­suk gempa 7,6 SR yang sudah terjadi di Padang pada September 2009 lalu,” jelas Danny.
Jika gempa ini terjadi, di Pulau Siberut Kepulauan Mentawai, pulau ini akan naik setinggi tiga meter dan daerah di pesisir pantai Sumatera, termasuk Padang, Pariaman, Pesisir Selatan hingga Muko-Muko akan  anjlok sejauh satu meter.
Skenario evakuasi, sangat penting, lanjut Danny, untuk mengurangi risiko dan kerugian setelah bencana.
“Untuk itu benar-benar perlu skenario yang detail baik dari masyarakat, pemangku kepentingan un­tuk mengantisipasi ketika bencana ini terjadi. Kemana masya­rakat harus berlari menyelamatkan diri, dan kemana pejabat daerah bisa dihubungi, dimana keluarga-keluarga kecil akan bertemu. Semuanya harus benar-benar disiapkan dari sekarang,” tan­dasnya.
Selain itu, skenario ini juga akan sangat bermanfaat karena ketika bencana terjadi, transpotasi tidak berfungsi dan penyaluran bantuan juga akan terganggu.
“Di sinilah peran SOP BPBD harus dibuat secara efektif dan efesien untuk menghindari bantuan yag bertumpuk,” lanjutnya.
Menyikapi hal tersebut, tim peneliti ini menganjurkan masya­rakat untuk segera mengungsi atau dievakuasi dari daerah pesisir pantai ke tempat tinggi, kalau merasakan gempa yang kuat atau berlangsung lebih dari satu menit.
“Masyarakat seharusnya tidak menunggu peringatan, yang mungkin tidak akan datang. Masyarakat seharusnya tidak pergi ke laut atau sungai untuk mengamati permu­kaannya, karena kadang tsunami besar datang tanpa air laut surut sebelumnya, atau air laut surut hanya beberapa menit sebelum tsunami datang,” tegas Danny.
Sementara itu, Kerry Sieh dalam paparannya, merekomen­dasikan kepada Pemerintah Daerah untuk segera menyiapkan infra­struktur yang dapat menjadi tempat evakuasi bagi masyarakat. Selain itu juga perlu dibuat skenario atau simulasi secara detail untuk antisipasi bencana.
“Meski satu nyawa itu harus diselamatkan ketika bencana terjadi,” jelas Kerry.
Rekomendasi Guru Besar Na­nyang University ini didukung oleh pakar gempa, Dr Badrul Mustafa Kemal, yang ikut menghadiri ekspos itu.
Menurut Badrul Mustafa, hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti lokal tak jauh berbeda dari hasil penelitian yang dilakukan oleh tim ini.
“Kemungkinan tersebut memang masih ada. Kita berharap patahan tersebut tidak lepas secara seka­ligus dan berangsur-angsur. Jika dilepas sekaligus, itulah yang bisa menyebabkan gempa besar hingga 8,8-8,9 SR. Namun, yang mendesak saat ini adalah bagaimana semua hasil penelitian ini bisa memotivasi pemerintah untuk cepat menyiapkan infrastruktur, terutama di titik-titik rawan. Untuk yang satu ini peme­rintah memang harus didesak,” kata Badrul.
SOP BPBD
SOP BPBD yang tak kunjung siap, diikuti SDM dalam institusi ini yang belum memiliki standar dan aturan menjadi kelemahan terbesar dari lembaga yang paling diharapkan dalam setiap bencana. Ditambah lagi anggaran untuk BPBD yang dinilai belum men­cukupi untuk memenuhi SOP yang ideal.
Terkait hal ini, anggota Komisi IV DPRD Sumbar, Rizanto Alga­mar, juga mendesak BPBD untuk segera menyiapkan SOP ketika bencana terjadi serta pe­nang­gulangannya.
“Selain mendorong Pemda untuk menyiapkan infrastruktur, BPBD sebagai perpanjangan tangan peme­rintah sudah harus memiliki SOP baku yang bisa digunakan saat bencana terjadi. Tapi hingga kini SOP tersebut masih belum selesai,” ujar Rizanto Algamar.
Selain itu, lanjut Rizanto juga mendesak Dinas Pengelola Keuangan Daerah (DPKD) Sumbar untuk segera menyalurkannya kepada SKPD yang ada di kota/kabupaten.
“Dana siaga yang ada kini mengendap di DPKD sebesar Rp2 miliar. Itu harus segera disalurkan ke SKPD untuk sebagai dana kesiagaan,” tegasnya. (h/dla)
http://www.harianhaluan.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar